Part 01

37 13 11
                                    

"Kalau kita sudah menikah aku mau punya anak kembar ya."

"Kenapa harus kembar? Yang penting itu sehat lahir dan batin."

****

"Kamu nanti kalo udah pakai gaun pengantin pasti cantiknya ngalahin bidadari di kahyangan."

"Dih, bisa aja gombalnya."

****

"Happy anniversary, My Amor. Ini ada hadiah sebagai tanda terima kasihku."

"Terima kasih? Aku belum ngasih kamu hadiah kenapa sekarang bilang terima kasih?"

"Terima kasih sudah menjadi kekasihku, terima kasih telah menemaniku selama ini. Aku beruntung memilikimu. Tetaplah berada disampingku sampai maut memisahkan kita."

🌻🌻🌻🌻

Ingatannya tertuju pada Kala, perkataan yang keluar dari pemuda itu masih membekas di pikirannya. Sampai kapanpun Jora tidak akan pernah melupakan momen mereka berdua yang dipenuhi oleh kebahagiaan.

Sudah seminggu lamanya Kala meninggalkan Jora untuk selamanya. Rasa rindu terus saja menyiksanya. Pagi ini Jora memutuskan untuk pergi ke tempat peristirahatan terakhir Kala.

Jora memeluk gundukan tanah tersebut dengan menangis sejadi-jadinya. Dipeluk erat layaknya memeluk Kala sewaktu pemuda itu masih hidup.

"Aku kangen sama kamu."

Air matanya tetap mengalir membasahi kedua pipinya.

Tanpa diduga dari arah belakang terdapat seseorang yang memperhatikan Jora sedari tadi.

"Jangan pernah datang ke sini lagi! Pergi! Saya tidak sudi melihatmu ada di sini!"

Seorang wanita paruh baya tiba-tiba menarik rambut Jora ke belakang. Kepalanya berdenyut nyeri karena luka yang kemarin belum sepenuhnya sembuh. Beberapa helai rambutnya rontok akibat tarikan kuat yang disebabkan oleh Vanya-Mamanya Kala.


"Gara-gara kamu anak saya jadi mati! Jika saja kalian tidak menikah pasti semua ini tidak akan terjadi!"

Jora tetap menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap wajah Vanya maupun menjawab perkataannya. Percuma saja dia menjelaskan panjang lebar jika hasilnya tetap sama. Vanya masih dikuasai oleh kesedihan dan kemarahan karena tidak terima anaknya meninggal tepat di hari pernikahan.

"Ma, jangan kasar sama Kak Jora," ucap Rada berusaha melerai wanita yang berada di sampingnya ini.

"Jangan belain dia, dia pantas mendapatkan ini semua. Abang kamu mati gara-gara nikah sama dia!"

"Ini takdir dari Tuhan. Kita semua nggak ada yang tau kapan ajal menjemput. Kak Jora nggak salah apa-apa, dia juga korban. Suaminya pergi setelah hari pernikahan mereka. Jadi aku minta, Mama sama Papa jangan salahin Kak Jora atas meninggalnya Bang Kala," jelas Rada panjang lebar. Dia tidak tega melihat perempuan yang sudah dia anggap seperti saudara kandungnya selalu di salahkan atas kejadian meninggalnya kakak lelakinya tersebut.

"Kita di sini untuk mendoakan Bang Kala biar dia tenang di atas sana,  bukan membuat keributan,"  sambungnya lagi.

Hanya Rada yang selalu membelanya, gadis muda yang masih duduk di bangku sekolah itu memiliki sifat yang jauh lebih dewasa dari umurnya sekarang.
Jora tersenyum tipis ke arahnya pertanda mengucapkan kata terima kasih.

Waktu Membawa LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang