Part 04

9 4 2
                                    

Pagi ini Caya telah membuka pintu kamar mandi yang sempat dia kunci semalaman. Jora langsung berdiri saat pintu kamar mandi telah terbuka, dia tersenyum tipis akhirnya bisa keluar dari ruangan yang terasa dingin.

"Gimana? Enak dikunci di kamar mandi? Masih mau diulangi lagi?" Jora menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju.

"Maaf, Ma."

"Cuma kata maaf yang bisa kamu ucapkan!"

Caya menarik paksa tangan Jora sampai menuju meja makan.

"Makan sana!" perintah Caya kepadanya.

Baru saja Jora ingin duduk di kursi namun suara Caya mengentikan aktivitasnya.

"Siapa yang nyuruh kamu duduk di sana? Duduk di bawah! Kursinya jadi basah kalau kamu duduk di situ."

"Tapi di lantai dingin, Ma." pakaiannya masih basah kuyup karena masalah kemarin.

"Cepat duduk di bawah!" Jora tidak bisa membantah ucapan dari Mamanya. Dengan terpaksa dia segera duduk di lantai yang dingin. Dari tadi perutnya sudah mual, bisa dipastikan dia sedang masuk angin.

****

Kini Jora berjalan kaki menuju cafe, hari pertamanya kerja jadi dia harus berangkat lebih awal. Sempat berdebat lama dengan Caya, akhirnya dia diberi ijin walau harus mendengar kata-kata yang membuat hatinya terasa sakit.

"Anak pembawa sial kaya kamu mau kerja? Sana pergi! Kamu di rumah juga cuma jadi beban aja!"

Dihina oleh keluarga sendiri terutama oleh orang tua membuat hatinya jauh lebih sakit. 

Langkah kakinya semakin cepat, dia ingin secepatnya sampai ke tempat tujuan. Mungkin karena terlalu buru-buru sehingga tidak menyadari bahwa di depannya terdapat sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi.

Belum sempat menghindar, tubuhnya sudah terpental jauh karena mobil yang menabraknya barusan. Sebelum menutup mata, dia sayup-sayup mendengar percakapan dari pemilik mobil yang menabraknya ini. Dari suaranya, Jora sepertinya mengenali siapa mereka.

"Ya ampun, Kak Jora. Pa, cepat bawa Kak Jora ke Rumah Sakit."

"Biarin aja disini. Salah sendiri kalau jalan nggak dilihat. Ketabrak kan jadinya, dasar nyusahin orang aja!"

"Ini juga salah Papa. Aku lihat dengan mata kepala aku sendiri kalau Papa emang sengaja mau nabrak Kak Jora. Kenapa Papa lakuin ini? Kenapa Papa sampai benci kek gini sama Kak Jora?"

Percakapan antara Surya dan Rada yang tengah berdebat karena melihat Jora yang tergelatak lemas diaspal yang panas. Rada terus memaksa Papanya untuk membawa Jora ke Rumah Sakit terdekat agar segera ditangani oleh dokter. Rada benar-benar tidak habis pikir atas apa yang dilakukan oleh Papanya. Ini sama saja tindak kekerasan, jika ada petugas polisi mungkin Surya sudah di interogasi karena kasus ini. Luka yang dialami oleh Jora cukup serius, tubuhnya berlumuran oleh darah. Wajahnya pucat, bibirnya berwana kebiruan.

Selang infus kini tengah terpasang ditangannya. Saat membuka mata objek yang pertama dia lihat adalah Rada. Jora berusaha untuk pindah posisi menjadi duduk, namun seluruh tubuhnya terasa lemas.

"Kak Jora tiduran aja ya, jangan dipaksa duduk kalau belum kuat," ucap Rada sembari mengusap pelan pundaknya.

"Kenapa aku ada disini, Ra? Aku mau kerja, nanti aku bisa terlambat kalau tetap diam disini." Jora tetap memaksa untuk duduk dan segera keluar dari ruangan ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Waktu Membawa LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang