Chapter 6

18.6K 1.4K 1
                                    

Hye-Na/Stephanie POV

Deg deg deg
Deg deg deg
Deg deg deg

Jantung Hye-Na mulai berdetak lebih cepat.

"Itu ... itu ..." Hye-Na masih menatap Philippe walaupun Philippe sudah mengalihkan pandangannya ke orang yang berada di depannya. Napas Hye-Na mulai sesak dan jantungnya masih berdetak cepat. Hye-Na mulai mencengkeram dadanya karena sesak. "So-Ra-yaa ... di .. dimana ... dimana obat ...ku?"  Hye-Na berkata dengan terbata-bata dan meraih tangan So-Ra yang berada di sebelahnya.

"Hye-Na gwenchanayo? Hye-Na jangan bercanda" So-Ra menggenggam tangan Hye-Na sambil menatapnya khawatir.

"Obat ... sungguh ... aku ... tidak .. bercanda" Hye-Na melihat semua temannya sudah mengelilinginya dan menatapnya khawatir. Hye-Na kembali menatap So-Ra dan melihat sahabatnya sedang mengaduk-Aduk isi tas Hye-Na mencari obat yang Hye-Na maksud.

Sungguh So-Ra cepatlah! Pikirnya tak sanggup. Napas Hye-Na semakin lama semakin sesak dan detak jantungnya semakin cepat. Hye-Na paling benci jika dirinya mendapat serangan jantung di tempat umum seperti ini. "INI DIA!" teriak So-Ra menyadarkan Hye-Na dari pikirannya barusan. So-Ra langsung mengambil segelas air dan menyerahkan botol obat juga air kepada Hye-Na. Hye-Na langsung meraihnya dan meminum obat yang diberikan So-Ra. Setelah meneguk air minum, Hye-Na mengatur napasnya dan setelah beberapa saat hanya ada kegelapan yang menyelimutinya.

flashback◀

Hye-Na berjalan dengan tergesa-gesa menuju rumahnya. Hujan sudah turun dengan deras dan bodohnya Hye-Na tidak membawa payung.

Hye-Na saat itu masih berusia 9 tahun. Ibu dan ayahnya masih bersama dan belum bercerai. Dengan basah kuyup Hye-Na tersenyum senang karena di dalam tasnya terdapat hadiah yang ingin diberikannya kepada kakak laki-lakinya Kang Jae-Woo karena hari ini sedang berulang tahun.

Tubuh kecil Hye-Na yang dingin mulai gemetar dan entah kenapa jantungnya mulai berdetak dengan cepat dan napasnya mulai sesak. Saat itu Hye-Na hanya berpikir kalau dirinya hanya lelah dan kedinginan karena hujan. Semakin lama detak jantungnya semakin cepat. Hye-Na merasa saat itu dadanya terasa mau meledak. Tapi dia tetap memaksakan dirinya untuk berlari karena rumahnya sudah terlihat di depan matanya. Sedikit lagi! Pikirnya. Baru saja menginjakkan kaki di halaman depan rumah, Hye-Na terjatuh. Tubuh kecilnya sudah tidak sanggup lagi berdiri dan tidak lama setelah itu kegelapan menyelimutinya.

***

"Hye-Na ... sadar sayang ... eomma sangat mengkhawatirkanmu" Hye-Na mendengat sayup-sayup suara ibunya yang menangis. Hye-Na mencoba membuka matanya tapi terasa berat. "Hye-Na? Hye-Na? Kamu sudah bangun nak? Dokter! Dokter!" Suara gaduh ibunya membuat Hye-Na pusing. Hye-Na mencoba sekali lagi untuk membuka matanya. Dan perlahan-lahan matanya terbuka.

"Eomma ..." suara lirih Hye-Na membuat ibunya kembali ke sisinya. "Hye-Na ... Hye-Na ada dimana?" Hye-Na merasa tenggorokannya kering saat berbicara. Ibunya langsung meraih gelas yang ada di meja kecil lalu mendudukkan Hye-Na untuk membantunya meminum air tersebut. Ibunya meneteskan air matanya lagi saat meletakkan gelas yang kosong kembali ke meja. "Eomma? Kenapa menangis?" Tanya Hye-Na.

Ibunya menggeleng dan tersenyum lalu berkata, "tidak ... tidak ada apa-apa sayang ... istirahatlah sejenak, sebentar lagi dokter datang. Eomma mau memanggil Appa juga Oppamu dulu di cafetaria"  Hye-Na melihat ibunya menghapus air mata dengan tangannya. Lalu ibunya berdiri dan mengecup pucuk kepala Hye-Na. Setelah itu ibunya berjalan keluar. Hye-Na melihat ibunya mulai menghilang karena pintu yang perlahan tertutup. Setelah Hye-Na sendiri, dia mulai menangis karena sudah membuat ibunya yang sangat dia sayangi menangis.

Karna lelah dan dokter belum datang seperti yang ibunya katakan, Hye-Na memutuskan untuk menutup matanya sejenak. Dan untuk yang kedua kalinya dia kembali diselimuti oleh kegelapan.

▶end of flashback◀

Hye-Na membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya berbaring di atas tempat tidur kamar apartemennya. Hye-Na sekilas mendengar suara So-Ra yang berbicara di ruang tamu apartemen. Dengan lemah Hye-Na bangkit dan menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya tadi.

Hye-Na langsung berdiri dan langsung merasakan kepalanya pusing. Dia kembali menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Sekali lagi dia mencoba berdiri dan kali ini berhasil. Hye-Na memeriksa detak jantungnya sebentar. Dan setelah dirasa aman, Hye-Na berjalan dengan perlahan menuju sumber suara.

Sesampainya di ruang tamu, dia bisa melihat banyak orang yang duduk di ruang tamu. Ada beberapa temannya seperti Rae-Mi, Na-Young, Hyun-Jae, kakaknya Tae-Woo, termasuk Philippe dan kakak tirinya Xavier! Astaga apa yang mereka lakukan disini? Batin Hye-Na.

Hye-Na mulai mengatur napasnya lagi agar jantungnya tidak berdetak lebih cepat seperti tadi di restaurant. Setelah merasa mantap, Hye-Na berjalan memasuki ruangan. "Maaf sudah membuat kalian semua khawatir" suaranya yang terdengar kecil lebih seperti lirihan daripada sebuah perkataan. Semua orang yang berada di ruangan langsung menoleh kearahnya. Dan kakaknya, Tae-Woo. Langsung berdiri dan berlari lalu memeluk Hye-Na dengan erat. "Oppa" Hye-Na merasakan kalau tubuh kakaknya gemetar saat memeluk Hye-Na.

"Gwenchanayo? Na-yaa gwenchanayo? OMO ... oppa sangat takut sekali saat mendengar kamu seperti ini lagi" kakaknya melonggarkan pelukannya dan menatap mata Hye-Na. Hye-Na mengangguk dan tersenyum lalu memeluk tubuh kakaknya yang masih sedikit bergetar.

"Ne .. gwenchana oppa" jawab Hye-Na. Kakaknya menghembuskan napasnya lega setelah mendengar jawaban Hye-Na.

Setelah kakaknya lepas dari pelukan Hye-Na, So-Ra berlari dan kembali memeluknya. Dan sahabatnya itu menangis sambil berkata "kamu membuatku takut Hye-Na astaga ... jangan lakukan hal seperti ini lagi!" Hye-Na mendorong tubuh So-Ra agar melepaskan pelukannya dari tubuh Hye-Na. Lalu Hye-Na mencengkeram lengan So-Ra.

"Aku tidak bisa berjanji akan hal itu ... tapi untuk sekarang aku tidak apa-apa" bisiknya lembut. Lalu kembali merangkul So-Ra ke dalam pelukannya. So-Ra kembali menangis dan kali ini semakin deras karena perkataan Hye-Na barusan. Hye-Na mulai meneteskan air matanya. Tapi langsung dihapusnya menggunakan tangannya.

Hye-Na mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan dia melihat Hyun-Jae menatapnya, lalu tersenyum lemah. Hye-Na membalas senyuman Hyun-Jae dan kembali mengedarkan pandangannya. Dan mata Hye-Na berhenti ke dua orang yang duduk di sofa. Philippe dan kakak tirinya, Xavier. Mereka berdua juga menatap Hye-Na. Hye-Na melihat perbedaan ekspresi kedua orang itu saat ini. Xavier terlihat sedih bercampur lega. Sedangkan Philippe, terlihat datar. Hye-Na menghembuskan napasnya dan menoleh ke arah kakaknya.

"Oppa" bisiknya. Kakaknya langsung mendekatinya dan menjawab "wae?" Hye-Na melirik sekilas kearah Philippe dan Xavier lalu kembali berbisik "oppa tidak memberitahukan kondisiku kan kepada mereka berdua?"

"Siapa?" Tanya kakaknya bingung.

Hye-Na menunjuk kearah Philippe dan Xavier menggunakan gesture mata. "Oppa tidak mengatakan apa-apa kan?"

Seolah mengerti apa yang Hye-Na maksud, kakaknya mengangguk. "Tentu aku tidak mengatakan apapun tenang saja ... tadi aku dengar dari temanmu kalau mereka berdua yang membantu membawamu kesini. Awalnya teman-temanmu menolak, tapi mereka berdua memaksa. Jadi itu sebabnya mereka disini. Aku sudah menyuruh mereka pulang, tapi mereka tidak mau pulang sebelum kamu sadar. Lagipula oppa tidak akan memberikan informasi mengenai kondisimu ke orang asing. Memangnya kamu kenal dengan mereka?" Penjelasan kakaknya diakhiri dengan pertanyaan.

Hye-Na diam sebentar. Menimbang-nimbang mau mengatakannya atau tidak. Setelah diputuskan untuk mengatakannya, Hye-Na mengangguk. "Ne aku kenal dengan mereka. Oppa ingat tentang sesuatu mengenai kehidupanku di New York? Mereka turut andil dalam cerita itu. Terlebih lagi laki-laki yang matanya biru. Dia adalah Philippe. Oppa mengerti maksudku kan?"

Kakaknya mengangguk. "Ya oppa mengerti maksudmu" setelah itu mereka berdua diam sibuk dengan pikiran masing-masing. So-Ra melepaskan pelukan Hye-Na dan tersenyum. Begitupun dengan Hye-Na. Dia tersenyum seolah hari ini adalah hari terakhirnya dia bisa tersenyum.

The Truth Never Lie ✔ (DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang