4. Farka Anggara

1.9K 154 6
                                    

... Lalu mungkin anda juga tidak boleh memanggil anak itu bocah lagi." Jelas Aditya.

Bram hanya menganguk-angguk saja apa yang di katakan Aditya. Dia merasa apa yang pria itu katakan ada benarnya.

"Tapi bos, apa anda tau nama panjang anak itu?" Tanya Aditya yang berhasil membuat Bram membeku.

Benar juga, dia belum mengetahui nama anak itu yang sebenarnya. Anak itu juga hanya menyebut namanya Aka.

"A-aka?" Jawab Bram terbata sambil membuang wajahnya ke arah lain, menghindari tatapan Aditya.

Sedangkan Aditya yang mendengar jawaban itu menepuk jidadnya sendiri. Ada ya orang yang mau ngadopsi anak, tapi nggak tau nama panjangnya?

"Aduh bos-"

"Om...." panggil Aka dengan tangan yang  memegang ujung baju Bram.

Bram menunduk untuk melihat Farka, "kenapa?" Tanya Bram.

Farka melihat ke arah Bram dengan pandangan yang memelas, "Aka gerah... mau ganti baju~"

"Tadi kau bilang nggak panas. Sini aku bantu ganti bajunya." Ucap Bram sambil meraih baju yang dia letakkan di atas sofa tadi dan mulai memakaikannya pada Farka.

Di tengah-tengah kegiatannya itu, Aditya menyenggol bahu Bram bermaksud untuk memberikan kode. Bram mendengus dan mulai bertanya pada Farka, "hey nak, nama panjang mu siapa?"

"Nama Aka, Farka Anggara. Aka lahir Dua belas Maret tahun xxxx. Cita-cita Aka mau jadi pilot!" Jawab Farka girang.

Bram selesai mengganti pakaian Farka dan mengangkat anak itu duduk di pangkuannya, "panjang juga. Padahal aku hanya menanyakan nama mu, kau malah mengatakan hal lain juga." Ujar Bram sedikit terkekeh.

"Iya dong. Mama yang ajarin Aka cara memperkenalkan diri kayak itu." Jawab Farka masih dengan senyum lebar di bibir kecilnya itu.

'Mama? Bukankah Aldan bilang kalau Aka....'

"Mama?" Ulang Bram.

Farka mengangguk, "iya, Mama yang ajarin." Jawab Farka sedikit memelan di ujung kalimatnya.

Dia baru menyadari sesuatu. Dia tidak punya Mama. Tapi kenapa tadi dia mengatakan hal itu? Seoalah-olah kejadian itu benar terjadi. Tapi Farka yakin kalau yang dia katakan itu benar. Ada apa dengan dirinya?

Farka berusaha turun dari pangkuan Bram. Dia berjalan dengan keadaan linglung menuju pintu keluar apartemen, sambil bergumam tidak jelas.

Semua yang berada di ruangan itu bingung dengan tingkah Farka sekarang. Buru-buru Bram bangun dan menahan legan kecil itu.

Farka melihat ke arah Bram dengan pandangan sedikit aneh. Seperti orang yang tidak fokus, "Mama, Aka ingat Punya Mama." Farka mencoba melepaskan tangan Bram dari lengannya, "lepasin, Mama pasti lagi nungguin Aka sekarang. Aka harus pergi!"

"Pergi kemana? Kau nggak punya mama." Sentak Bram.

Farka menggeleng kuat, matanya mulai berkaca-kaca, "nggak, Farka punya. Farka ingat, waktu itu... mobilnya nabrak jembatan. Terus, terus Aka.... akh sakit~!" Farka menarik-narik rambutnya sendiri saat tiba-tiba kepalanya terasa sakit.

Rasanya seperti ada sesuatu yang bersusaha berputar si kepala Farka, "sakitt... kepala Aka sakit...." keluh Farka. Dia berjongkok aambil memegangi kepalanya.

"Hey, kau kenapa?" Panik Bram dan langsung menarik Farka ke dalam dekapannya. Tangan Bram juga menahan tangan Farka yang terus menarik rambutnya, "tenanglah, nggak apa-apa. Semua baik-baik aja. Hm" Bram mengelus punggung kecil itu yang sudah terisak di pelukannya. "Shut.... jangan nangis."

Bram terus berada dalam posisi itu sambil menenangkan Farka. Anak itu juga masih bergumam tidak jelas, menyebut tentang Mama, mobil, dan jembatan. Bram tidak mengerti apa yang terjadi pada anak itu.

"S-semua orang jahat. Aka ng-gak suka." Gumam Farka, "Aka pasti ba-kal b-ayar uang nya. Ta-tapi kenapa Kakek tetap nggak di k-asih rawat sama dokter. Om.... mereka s-semua jahat, ugh A-ka nggak suka...."

"Iya mereka jahat. Udah jangan nangis lagi." Bujuk Bram.

Farka meremas kemeja Bram dengan tangan gemetar, "kakek meninggal it-u karena mereka.... Aka takut sendirian ugh~ di rum-ah."

"Shut.... kamu nggak sendirian lagi sekarang. Ada Papa yang bakal nemenin kamu."

"Uhh... jangan tinggalin A-ka, takut~" pinta Farka. Dia juga semakin memeluk erat Bram. Mencari tempat ternyaman untuk bersandar. Tangannya juga masih meremas kemeja Bram dengan kuat. Dia takut Bram akan meninggalkannya.

"Iya, Papa nggak akan ninggalin mu." Ucap Bram dengan mata yang menerawang jauh di sana.

'Kehidupan anak ini tidak sesederhana yang ku pikirkan.' Batin Bram.

Bram menatap pada ke dua anak buahnya yang hanya diam menyaksikan kejadian tadi. Dia memberikan kode yang langsung di mengerti oleh keduanya. Tanpa dia suruh dua kali, mereka pun pergi dari sana untuk melakukan apa yang di perintahkan Bram.

_________________________________
________________________

"Anda sedang apa?" Tanya Aldan pada bosnya.

"Mata mu rabun atau apa? Aku sedang memasak." Jawab Bram sedikit kesal.

Dia bukan kesal pada Aldan, tapi pada bawang yang sedang dia potong sejak tadi. Kenapa benda ini sangat sulit untuk di potong. Matanya bahkan sudah sangat perih sekarang.

"Saya rasa anda ingin membakar apartemen ini, melihat bagaimana panci yang sudah gosong itu." Balas Alda.

Lihatlah panci yang sudah mengeluarkan asap hitam itu, tapi bosnya malah tidak menyadari karena terlalu fokus pada bawang.

Bram mengerutkan keningnya dan menoleh ke samping. Sial, panci itu gosong. Buru-buru dia mematikan apinya dan melempar panci itu ke wastefel.

"Ck, kenapa memasak bisa sesulit ini." Dumel Bram sambil menghidupkan air.

"Selama ini anda belum pernah memasak, kenapa tiba-tiba melakukannya?" Tanya Aldan.

Pria itu mengambil pisau dan melanjutkan pekerjaan Bram tadi. Sepertinya Bram hendak membuat sup ikan.

Aldan memasak dengan sangat lihat, karena memang selama ini dia sering memasak di rumahnya sendiri. Terkadang dia juga memasak untuk Bram.

Bram melipat tangannya di depan dada sambil bersandar pada kulkas, memerhatikan Aldan yang sedang memasak.

"Kau sudah mendapatkan informasi yang aku minta?" Tanya Bram.

"Sudah, ternyata anda benar. Farka anak yang sama dengan rumah sakit yang kita kunjungi tempo hari." Jawab Aldan tanpa melihat ke arah Bram.

"Kirim file itu kepada ku nanti. Aku ingin semua yang berbuhubungan dengan Aka." Titah Bram.

"Baik."

"Aku ingat kalau kau bilang Aka bukan cucu kakek tua itu. Dia di temukan di pinggir sungai. Aku juga ingin kau mencari tau tentang hal itu."

Aldan menghentikan tangannya yang sedang mengaduk sup saat mendengar perintah Bram barusan. Dia tidak menjawabnya, memilih untuk melanjutkan acara memasaknya.

Setelah selesai. Aldan menuangkan sup itu ke dalam mangkok dan juga dia membuat segelas susu untuk Farka. Dia memang tau kalau Bram tadu memasak untuk Farka.

Bram mengambil alih nampan yang di berikan oleh Aldan dan berjalan menuju kamar Farka. Anak itu sedang tidur siang.

Sedangkan Aldan terus memerhatikan punggung Bram yang semakin menjauh. Bos nya itu terlalu naif. Sekarang apa yang harus dia lakukan?

"Anak itu...." Aldan menggantung ucapannya. Sudahlah, dia hanya akan melaksanakan apa yang di perintahkan oleh Bram dulu.

_________________________________
________________________

Jangan lupa komen ya.....

See you....

Rabu, 20 Maret 2024
Ig : huswarelci
Ttk : huswarelci





Papa & FarkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang