Selamat membaca
Maaf banyak typo
-
-
-
Pagi-pagi sekali, Gracio sudah bersiap dengan penuh semangat. Ia mengenakan kemeja biru yang terlihat cerah, dipadukan dengan jas hitam yang pas di tubuhnya. Celana yang senada dengan jas membuat penampilannya semakin rapi dan profesional.
Ia berdiri di depan cermin, memperhatikan setiap detail penampilannya. "Lo keliatan keren hari ini," pikirnya, merasakan kepercayaan diri mengalir dalam dirinya. Ia menyisir rambutnya dengan teliti, memastikan setiap helai teratur dan tidak ada yang mencolok.
Dalam hatinya, Gracio merasa bangga. Hari ini bukan hanya tentang tantangan yang diberikan oleh ayahnya, tetapi juga tentang bagaimana ia ingin menunjukkan bahwa dia lebih dari sekadar anak yang dimanjakan; dia ingin menjadi sosok yang pantas diperhitungkan.
Setelah merasa puas dengan penampilannya, Gracio menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Oke, Cio. Saatnya buktikan bahwa lo bisa!" ujarnya penuh semangat, lalu beranjak menuju pintu.
Dengan langkah mantap, ia keluar dari dalam kamarnya, bertekad untuk membuat hari ini menjadi awal yang baru, hari di mana ia akan menunjukkan kemampuannya kepada Keynal dan diri sendiri.
"Selamat pagi..." sapa Gracio penuh percaya diri kepada Veranda dan Keynal yang sudah duduk di ruang makan.
"Selamat pagi, sayang," balas Veranda dengan senyum manis, bangga melihat anaknya yang begitu rapi dan semangat pagi itu.
Di sisi lain, Keynal. Hanya mengangguk perlahan, ekspresinya sulit ditebak. Ia mengamati putranya tanpa banyak bicara, hanya mengamati perubahan yang terlihat di diri Gracio.
"Kenapa, pah? Mulai takut Cio bakal bisa terima tantangan papa?" ucap Gracio sombong, sambil menghampiri ayahnya dengan langkah percaya diri. Dia tahu ini adalah momen untuk menunjukkan betapa siap dirinya.
Keynal tetap tenang, sedikit tersenyum sinis sebelum menjawab, "Papa gak pernah takut, Cio. Tantangan ini bukan untuk papa, tapi untuk kamu sendiri. Kamu bisa bangun pagi aja udah prestasi."
Veranda tersenyum mendengar percakapan mereka. Dia senang melihat Gracio begitu percaya diri, tapi dalam hati dia berharap semangat ini tidak hanya sementara.
Gracio hanya tersenyum lebar, yakin akan kemampuannya. "Liat aja nanti, pah. Cio bakal bikin papa terkejut."
"Udah ya, kita makan aja. Kenapa apa-apa selalu diributin sih, lama-lama mama stres di rumah ini," ujar Veranda jengah, mencoba mengakhiri ketegangan.
"Jangan dong, Mah. Maaf ya, Mah," balas Gracio dengan nada lembut, lalu duduk di samping Veranda. Ia mencoba meredakan suasana agar ibunya tidak semakin kesal.
Mereka mulai sarapan bersama, tapi Keynal terus memperhatikan Gracio yang hanya duduk tanpa menyentuh makanannya. Wajahnya menunjukkan ketidaksabaran, seperti sedang menunggu sesuatu.
Gracio membuka mulutnya ingin bicara, "Mah, su-"
Namun, sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, Keynal langsung menyela dengan tegas, "Makan sendiri! Udah besar, jangan manja!"
Veranda menghela napas, menoleh ke Gracio dengan senyum tipis seolah meminta pengertian. Gracio yang biasanya dimanjakan oleh ibunya, kali ini menahan diri untuk tidak meminta bantuan lagi. Dengan enggan, ia mengambil sendok dan mulai makan sendiri, mencoba membuktikan bahwa ia bisa mengurus dirinya tanpa harus bergantung pada orang lain.
Setelah selesai sarapan, Keynal segera bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia merapikan jasnya dan memastikan semua sudah siap sebelum berpamitan kepada Veranda.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Everything [END]
Teen FictionMencintaimu adalah sebuah keindahan Dan memilikimu adalah suatu keharusan.