LWH - 3 [END]

1.6K 184 63
                                    

"Lagi ngapain kak?"

Taufan menatap Gempa yang tengah memandangnya dengan raut penasaran, lalu tersenyum. Dia menunjukkan toples kosong yang berada di kitchen counter.

"Mau buat cookies coklat. Mau ikut?"

Netra keemasan Gempa nampak berbinar mendengar tawaran Taufan. Tanpa pikir panjang dia mengangguk, lalu menerima sodoran apron dari Taufan dan memakainya sebelum ikut bergabung membuat cookies.

Blaze dan Solar yang berada di ruang makan mendengarkan percakapan mereka dalam diam sambil memakan cookies yang sudah matang. Keduanya lantas melempar pandangan ke satu sama lain, kemudian kembali menatap dua kakak tertua dalam diam.

Sejauh ini hari berjalan normal, Taufan pun tidak lagi bertingkah seperti Halilintar. Hanya saja, agak aneh bagi mereka melihat Gempa yang dengan mudahnya berbaur dengan Taufan seolah-olah keanehan Taufan kemarin tidak terjadi. Padahal sebelumnya Gempa juga sama terkejut dan bingungnya seperti mereka.

Akhir-akhir ini pun yang lebih sering memasak Taufan ketimbang Gempa. Meskipun keduanya jago memasak, Gempa lebih jago memasak makanan savory sementara Taufan lebih jago di bidang baking.

"Lagi ngapain?"

Baik Blaze dan Solar menoleh ke suara rendah nan datar seperti triplek itu. Mendapati Halilintar menatap mereka dengan sebelah alis yang terangkat.

Panjang umur.

Blaze mengangkat toples berisi cookies di genggamannya, lalu menyodorkannya ke arah Halilintar sebagai gestur menawar. Halilintar pun mencomot beberapa tanpa banyak cakap.

"Oke, selesai! Nonton yuk."

Gempa melepas apronnya dan meletakkannya di kitchen counter begitu saja, meninggalkan Taufan sendirian di dapur. Halilintar, Blaze, dan Solar sekali lagi memandang heran.

Tumben sekali Gempa tidak membantu Taufan hingga akhir. Biasanya kan ngotot.

"SOLAAAARR SINIII! KARTUN CARS LAGI TAYANG!"

Mendengar kartun kesukaannya tayang, Solar segera merampas toples cookies dari tangan Blaze yang menuai protes dari si jago merah, lantas turut mengejar sang adik yang sudah ngibrit ke ruang tengah. Keributan mulai terdengar, namun di titik ini Halilintar sudah terbiasa.

Tentu saja keanehan Taufan tidak termasuk.

Menoleh ke belakang, dia mendapati Taufan tengah berjongkok mengamati cookies yang tengah dipanggang di oven. Dia tidak begitu bisa melihat ekspresi apa yang terpatri di wajah Taufan kali ini, tapi dia tidak tega meninggalkan Taufan sendirian dengan kondisi dapur yang terlihat kacau.

"Ayo kubantu, Pan."

Taufan mendongak, melihat sang kakak sulung meletakkan utensil yang kotor ke wastafel cuci piring. Melihat itu, Taufan segera bangkit lalu memegang lengannya untuk menghentikannya.

"Gapapa kak, biar aku sendiri yang bersihin. Kakak ke ruang tengah aja."

Halilintar menggeleng tegas, menarik lengannya dari genggaman Taufan sebelum mulai mencuci utensil yang digunakan untuk membuat cookies satu per satu.

"Kamu udah capek masak, beresin rumah, dan bahkan bikin cemilan buat kita semua. Masa aku sebagai kakakmu cuma diam bersantai?"

Taufan mengatupkan bibirnya, tak lagi mencoba membantah. Dia mencoba membantu sang kakak yang berujung diusir lantaran dirinya yang sudah bekerja terlalu keras hari ini. Setidaknya Halilintar ingin membantu dengan mencuci dan membersihkan dapur yang kotor.

Let's Wreak Havoc | [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang