10

4.1K 377 6
                                    

Hangat menyelimuti dirinya, tenang dan harum musk yang menyegarkan, terasa hangat sampai enggan sekali rasanya untuk bangun dari kenyamanan ini. Tangannya mulai bergerak liar menyentuh bantalan yang dipeluknya, keras dan hangat-

Tunggu?

Keras?

Hangat?

"El?!"

Kedua matanya mengerjap kaget berkali-kali ia mencoba benar-benar bangun dan sadar.

Tubuhnya di peluk dengan erat seakan tenggelam karena perbedaan ukuran tubuh keduanya Jena menunduk mengepalkan kedua tangannya di dada, mencoba sekeras mungkin menahan debaran aneh di sana.

"Bangun Jena, berhentilah bermimpi."

Setelah itu Jena mencoba melepaskan rangkulan tangan besar Mikael dari pinggangnya cukup kesulitan karena lilitan tangan Mikael yang tak main kuatnya, Jena sedikit memutar tubuhnya merasa sudah cukup melonggar ia perlahan bangkit dan–

"Ugh!"

Punggungnya membentur sesuatu cukup kencang, ternyata Mikael kembali menarik dirinya.

"Tidurlah kembali, masih pukul 6 pagi."

Jena pun mengangguk dan Mikael semakin menarik dirinya menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Jena, sementara Jena sendiri mengelus tangan Mikael.

Sebenarnya hubungan mereka ini apa?

Tidak lebih dari sekedar adik dan kakak asuh bukan?

Jena harus meyakini itu alur novel nya mungkin sudah berjalan dan Mikael besar kemungkinan sudah bertemu dengan pemeran utama wanita.

Lilith Watson, Jena bahkan selalu saja mengagumi visual yang digambarkan dalam novel. Gadis 18 tahun yang mampu meluluhkan hati sekeras batu dan sedingin es milik Mikael dengan senyumannya.

Jena menghela napas sepertinya ia akan kembali egois dengan perasaannya.

***

"Lili!"

Dia berbalik dengan wajah cemberut kesal, "aku marah pada mu kak."

Eugene Watson, menghela napasnya lelah jika adiknya sudah keras kepala memaksa ingin keluar rumah. "Tidak Lili."

Wajah ayu nan manis itu menyendu, "aku hanya ingin keluar kak... seperti teman ku yang lain apakah begitu sulit untuk kalian mengizinkan ku?"

Pria 10 tahun lebih tua itu terdiam sebelum mengangguk pasrah, "baiklah tapi janji tak boleh jauh-jauh dari ku!"

"Yes!"

Keluar dari kediaman Watson adalah hal yang selalu Lilith inginkan, entah itu sekedar berkeliling mall atau taman bermain. Ia sadar keluarganya terlalu menjaganya dari dunia luar, meluapkan banyak kasih sayang yang tak semua orang miliki.

Tetapi, tetap saja kebebasan tampak menggiurkan baginya. "Lili, 10 menit lagi kita akan pulang."

Gadis itu menoleh terkejut ke arah sang kakak yang tengah melihat jak tangannya. 10 menit? Bukannya mereka baru 30 menit keluar dari rumah.

"Baik kak," ya hanya itu yang bisa Lilith ucapkan.

Menurut dan menjadi anak baik agar keluarganya tak marah dan berakhir mengurung dirinya bak burung dalam sangkar.

Saat perjalanan pulang mobil yang dikendarai mereka tak sengaja menabrak pesepeda saat ditikungan, cukup kencang hingga membuat pesepeda itu terhempas. Lilith memekik kaget untung saja kepalanya cepat di tahan Eugene agar tak membentur jok mobil.

"Ma-maafkan saya tu-tuan." Si supir gemetar, habis sudah riwayatnya saat ini.

Eugene menatap tajam supir yang hari ini baru saja di rekrut sudah dipastikan dia gagal di hari pertamanya, "kau di pecat!"

"Tu-tuan?"

"Kak!" Lilith berseru cukup kencang dengan nada kesal, kenapa kakaknya ini malah mempermasalahkan supir mereka bukannya mengecek kondisi korban yang baru saja ditabrak?

"Aku akan keluar mengecek kondisinya," belum sempat Lilith membuka pintu Eugene menahannya.

"Kau tidak diizinkan keluar Lili."

"Tapi dia-"

Pesepeda yang ditabrak mereka terlihat menyingkir, "jalankan mobilnya!"

"Kak?!"

Si supir yang tak ingin memperburuk harinya lebih memilih menuruti perintah Eugene dan membawa mobil itu pergi menjauh. Lilith menatap kecewa dan marah pada kakaknya, tak pernah terbayangkan sang kakak akan begitu kejam tak berperasaan.

Sesampainya di kediaman Watson Lilith keluar dari mobil dan menutup pintu mobil kencang, "Lili!"

"Lili!"

"Lili!"

Panggilan Eugene diabaikan, Lilith marah dan kecewa pada kakaknya.

"Bagaimana jalan-jalan, lho?" Sang nyonya Watson, Ember Watson menatap terkejut putrinya. Lilith memeluk erat tubuh Ember seraya menangis.

"Lili," Eugene datang.

Ember menatap tajam putra sulungnya, "apa yang kamu lakukan pada adik mu, Eugene?"

"Hanya kesalahpahaman Mom."

Lilith mengangkat wajahnya, "tidak begitu Mom." Kemudian Lilith menceritakan apa yang terjadi, "kakak mengabaikan nya dan malah pergi tanpa mengucapkan permintaan maaf!"

Tangan Ember mengusap lembut kedua mata Lilith yang sudah memerah perih, "sudah ya sayang jangan nangis lagi. Kakak biar Mom yang urus, oke?"

"Hu'um, pokoknya aku marah dan mogok bicara dengan kakak sampai dia meminta maaf pada perempuan itu!" Setelah mengatakan itu Lilith pergi ke kamarnya.

"Mom, tolong bujuk Lili."

Ember mengendik acuh, "itu salah mu! Mommy tak mengajari mu bersikap kurang ajar apalagi pada seorang perempuan, ingat adik mu juga seorang perempuan. Cari dia, minta maaf dan berikan kompensasi karena tindakan mu baru adik mu akan memaafkan mu."

Eugene mengusak kepala nya frustasi, kenapa malah dia yang disalahkan? Lalu mencari perempuan yang terserempet itu? Huh sangat mustahil seperti mencari jarum di gundukan jerami.

"Hah~ sialan!"

Tbc.

Unhealing Wound [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang