Jack O'

57 4 2
                                    


Di mobil Nick, suasana hening.

"Kok lu diem aja seeeh?" Basuki mengerutkan dahi.

Joko tidak menjawab, malah makin asyik menggambar-gambar sesuatu dengan tab miliknya.

"Dia lagi jatuh cinta sama 'the-accident-guy'." Tukas Nick yang sedang menyetir.

"Wah, wah emang dia secakep itu ya Ko? Shanon mau lu kemanain?" Basuki melotot kea rah Joko yang duduk di kursi belakang.

"Shanon kan Cuma temen." Joko cuek. Dia memandangi hasil sketsanya dan mengeernyit. Apa yang dia harapkan dari kemampuan menggambarnya yang tidak lebih baik dari anak TK?.

"Wah, dia mabuk kepayang!"

"Are you okay? Aku khawatir sekali," suara penuh kecemasan dari jalur sebrang menggelitik telinga Joko. Suara lembut Shanon selalu membuat hatinya lemah.

"I'm fine," Joko menjawab pendek. "Nanti sore aku ke tempatmu deh."

"Nggak usah, aku aja yang dating ke apartemenmu!" sergah Shanon.

Dengan kondisi tubuh Shanon yang tidak stabil, tidak mungkin bagi Joko membiarkan Shanon dating mengunjunginya di tengah cuaca badai seperti sekarang.

"Kamu tau kan kalo kamu nggak bisa. Aku sampai sana sekitar jam 4. Oke? See you!"

Ponsel di tangan Joko terbang kea rah sofa setelah Joko menutup pembicaraan.

"Kenapa?" Basuki yang sedang asyik chatting dengan adiknya di Indonesia menolah.

"Nggak papa, gue mau ke tempat Shanon nanti sore." Joko termenung menatap keluar jendela.

Apartemen mereka tidak begitu mewah, dengan dua kamar, satu untuk Nick te landloard, dan satu lagi untuk Basuki dan Joko. Sofa, televise ukuran 14, dan dapur. Di sudut-sudut apartemen tertumpuk majalah-majalah MIF milik Nick dan beberapa eksemplar harian Lampu Merah yang dibawa Basuki sebagai oleh-oleh saat pulang dari Indonesia beberapa bulan lalu. "Biar yang di Seattle pada tau perkembangan kejamnya ibu kota." Kata Basuki pada orang-orang yang heran. Padahal kan sudah ada portl berita yang bisa diakses kapan saja, memang dasarnya pelit mau bawa oleh-oleh ke Seatlle.

"Oh, salam ya buat Shanon.. tolong bawain juga kuekue buatan dia hehe..." Nick baru keluar kamar mandi dengan handuk putihnya. Perutnya yang six pack alias berotot membuat Joko kadang-kadang merenung. Maklum perutnya tidak seindah itu walaupun tetap bisa dikatakan indah juga. Mungkin ini yang dinamakan krisis uur 20an something, kesempurnaan tubuhnya saat masa SMA sudah tidak dapat dinikmati lagi.

"Ya itu juga kalo dia bikin."

Shanon emang hobi banget bikin kue. Dengan fisiknya yang lemah, dia memang tidak bisa banyak melakukan kegiatan di luar. Dengan bantuan internet, dia telah menciptakan ratusan resep-resep kue aneh yang, anehnya laggi, ternyata enak.

"Pasti dia bikin!" Nick mencomot pizza, sisa 2 malam lalu, dari kulkas mereka yang sudah mirip tempat sampah. Spaghetti sisa 2 tahun lalu bahkan masih tersimpan di freezer, mengkristal pelan-pelan dan menjadi fosil.

Joko melihat kearah jam dinding yangjarumnya berputar berlawanan dengan arah seharusnya. Ssalah satu jam paling aanoying yang pernah dilihatnya. Jam 3 sore.

"Gue cabut dulu deh, ada yang perlu gue beli dulu sebelum ke tempatnya Shanon!"

***

Suhu di luar apartemen mencapai minus 4 derajat celcius. Hanya manusia berhati baja dan bertulang besi lah yang tabah berjalan menembus angina. Joko berjingkat, berhati-hati menyusuri jalan bersalju yang licin. Seluruh tempat terlihat putih. Downtown Seattle adalah tempat yang jarang bersalju, ini adalah satu kejadian langka yang pernah ditemuainya di kota ini.

Look I'm on FireeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang