11

4K 386 6
                                    

Hari ini Jena akan kembali mencoba mencari pekerjaan, sudah seminggu lebih ia habiskan bermalas-malasan di apartemen.

Tapi sudah 4 tempat didatanginya hari ini dan tak ada satupun yang mau menerimanya. Jena mencoba tetap semangat meski hari semakin siang dan perutnya terasa sangat lapar, sepedanya ia parkirkan di sebuah minimarket.

Dua bungkus roti, sekaleng kopi dan dua kotak susu pisang ia beli.

Setelah menghabiskan satu bungkus roti dan sekaleng kopi Jena memutuskan untuk kembali melanjutkan mencari pekerjaan, pusat kota metropolitan yang selalu ramai dan padat penduduk tidak selalu menjamin kehidupan di dalamnya makmur sejahtera.

Nyatanya banyak pengangguran dan perantau yang rela pergi ke kota besar ini untuk selembar uang kertas, berharap nasib mereka dapat berubah dengan bekerja di kota besar.

Langit sudah mulai menampakkan warna jingganya dan hari ini Jena gagal mendapatkan pekerjaan, entah kenapa rasanya begitu sulit.

Duduk di taman yang hanya ditemani tas lusuh serta sepedanya Jena terus saja menghela napas, tiba-tiba saja tak ada awan kelabu hujan turun.

"Huh?"

Lama semakin lama air turun semakin deras Jena bergegas berlari menuju pohon rindang di depannya dan berteduh diantara ribuan daun, angin berhembus dingin menyapa kulitnya.

"Aku tetap sendirian," ucap Jena menatap langit cerah namun memuntahkan ribuan tetesan air.

Kepalanya menunduk menatap sepatu lusuh yang sudah terlihat jebol di beberapa bagian-

Huh?

Sepasang sepatu hitam mengkilat berjalan mendekat dan kini sepatu itu tepat di depannya, ia juga merasakan tubuhnya tak terkena percikan air hujan. Saat kepalanya mendongak di depannya Mikael tersenyum lebar dengan sebuah payung di tangannya.

"Aku datang menjemput mu, Jena."

Dadanya bergemuruh kencang menatap manik hangat yang terlihat memuja. Mikael melepaskan jas nya dan memberikannya pada Jena, "ayo kita pulang."

Pundaknya di rangkul erat Jena mendongak menatap wajah Mikael yang tampak berbeda dengan Mikael kecilnya yang imut, wajah itu jelas-jelas sangat tampan dengan rahang tegas yang mampu menaklukan banyak wanita.

"Aku membawa baju ganti di belakang, ganti lah pakaian mu aku akan menunggu di luar."

Jena mengangguk, pintu mobil tertutup seperti kata Mikael ada sebuah totebag di sana. Kemeja putih dan celana kain yang cukup besar-

Di luar Mikael menunggu dengan masih memegang payung di tangannya. Matanya terlihat bergerak melihat spion mobil yang mengarah ke dalam, "sialan!"

Wajahnya seketika merah merona dengan rona merah hebat, sayangnya pria itu bukanya memalingkan wajahnya dia malah terus memperhatikan bagaimana Jena sedang berganti pakaian di dalam sana.

Gagang payung di genggamnya erat, melihat kulit putih mulus tanpa luka dengan lekukan tubuh yang terlihat menggoda membuat sumbu aneh di dalam dirinya semakin tersulut membara.

Bahkan langsung membangunkan sesuatu di dalam dirinya dengan sempurna, Mikael mengusap wajahnya kasar cepat-cepat berpura-pura sibuk dengan ponselnya saat Jena selesai dan membuka kaca mobil.

"Aku sudah selesai El."

Mikael mengangguk dan masuk ke dalam mobil bagian kemudi, sepanjang perjalanan hanya di isi keheningan. Mikael melirik Jena di sampingnya yang ternyata sudah jatuh tertidur, tak ingin Jena merasa sakit saat bangun karena tertidur di dalam mobil Mikael lekas mempercepat laju kendaraannya.

Di letakkan Jena dengan hati-hati di atas kasur melihat Jena yang tak terganggu membuat Mikael berpikir pasti lelah seharian mencari pekerjaan, sayang sekali Jena sama sekali tak tau apa-apa jikalau penolakan yang diterimanya dari beberapa lamaran adalah ulahnya.

"Padahal kau hanya cukup mengandalkan ku, Jena. Dasar keras kepala, bagaimana caranya agar kau hanya bergantung pada ku?" Tangannya mengelus wajah cantik Jena dengan pelan.

Elusan itu semakin turun menuju leher dan tiba-tiba saja tangannya melakukan gerakan mencekik, "kau semakin membuat ku gila Jena!"

Tangan nakal nya dengan inisiatif sendiri menyusup masuk kemeja kebesaran yang dipakai Jena, mengelus perut rata itu dengan pola acak.

"Enghh!"

Jena melenguh tak nyaman dalam tidurnya bukannya berhenti tangan Mikael justru semakin naik, saat akan hampir menyentuh gundukan itu tangannya berhenti.

"Belum saatnya... tahan diri mu Mikael."

Mikael memilih berdiri lalu menarik selimut hingga sebatas dada. Sebelum benar-benar pergi Mikael menundukkan kepalanga lalu mencium kening Jena cukup lama.

Tujuannya adalah kamar mandi, ada sesuatu yang harus dia selesaikan dengan jantan di sana.

***

"Kau tidak bekerja?"

"Aku mengambil cuti hari ini."

Jena mengangguk duduk di samping Mikael sambil meletakkan sepiring potongan buah-buahan di meja. Tayangan televisi hari ini cukup menarik tuk dilihat-

"Jena."

"Hm?" Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar TV.

"Bisa kah kau mengusap kepala ku?"

Jena menoleh dan mendapati Mikael yang terlihat seperti anak anjing, lucu dan imut dengan kedua mata besarnya serta telinga anjing imaginer yang bergerak-gerak.

Ia mengangguk dan dengan suka cita Mikael merebahkan tubuhnya dan menjadikan paha Jena sebagai bantalan. Dengan gerakkan lembut Jena mengusap kepala Mikael, afeksi yang diberikan Jena berhasil membuat Mikael mengantuk dan tak lama tertidur dengan napas teratur.

***

"Lili."

"Lili."

"Lili."

Eugene berteriak frustasi melihat adiknya benar-benar mengacuhkannya, tidak bicara padanya, bahkan menatap dirinya pun tidak.

Setiap dia berpapasan dengan Lilith, adiknya itu selalu saja bisa menghindar. Kedua orang tuanya pun tidak dapat membantu apa-apa keputusan ada pada gadis cantik itu.

Tak ada yang Eugene lakukan untuk menemukan perempuan korban tabrak lari itu, dia terlalu malas dan percaya diri bahwa adiknya takkan mungkin mendiaminya selama itu. Ternyata pikirannya salah, Lilith mampu bertahan terbukti sampai hari ini gadis itu mengabaikan Eugene.

Maka dari itu Eugene memutuskan untuk mencarinya mengambil kunci mobil dan pergi. Dia tak tau kemana arah tujuannya yang terpenting hari ini dia harus bertemu, tempat kejadian penabrakan mungkin satu-satunya tempat yang Eugene pikirkan.

1 jam, 2 jam, hingga sudah setengah hari Eugene menunggu di sana seperti orang gila.

Eugene yang memang memiliki sumbu pendek sudah emosi sejak 10 menit menunggu di sana, mati-matian dia mengendalikan rasa tak sabarannya hingga setengah hari terlewat begitu saja.

Dia menyerah!

Bodo amat dengan kemarahan adiknya Eugene akan kembali berusaha membujuk adiknya meski alasan adiknya marah tak bisa Eugene sanggupi, saat akan melajukan kuda besinya Eugene hampir saja menabrak seseorang.

Mata Eugene memicing tajam saat melihat perempuan dengan sepeda itu tak asing baginya. Membutuhkan waktu 5 detik untuk Eugene keluar dan berteriak-

"Ketemu kau!"

Tbc.

Unhealing Wound [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang