03

11 5 0
                                    

╭═══════════════╮
Happy reading
╰═══════════════╯





✎_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Malio mendengus tak suka, mata tajamnya menatap sengit presensi seorang gadis model bertubuh tinggi, ramping, dan juga bergaya mewah dihadapannya. Gadis itu adalah Juliete Olwie Natalia—model cantik yang terkenal di kalangan sekolah yang sama dengan Malio.

Olwie adalah kenalan dari ayahnya, katanya gadis ini sangat baik dan pintar. Mereka di kenalkan untuk jadi partner belajar.

"Malio, mau belajar sejarah gak? Lo suka sejarah engga?" Tanya Olwie lembut, membuka topik pembicaraan.

Sedang Malio, laki-laki tinggi gagah perkasa itu mendecih, melempar jaketnya ke sembarang arah dan duduk di atas sofa dengan malas.

Olwie tersenyum tipis, kepalanya menggeleng tak habis pikir. Pantas saja om Jason kewalahan menghadapi putra nya ini.

"Ma—"

"Lo bisa diem, kan?" Tanya Malio tiba-tiba, memotong ucapan Olwie dengan deru nafas tak beraturan, menahan amarah.

"Maaf, gue cuma mau mastiin lo ma—"

"BISA DIEM, ENGGA?!" Bentak Malio kasar. Wajahnya memerah dengan rahang mengeras.

Olwie terdiam di tempatnya, hatinya melecos seketika. Tangis di wajahnya nampak terlihat.

"Lo! Siapapun nama lo, gue ga hafal! Gue cuma mau tenangin pikiran dan keadaan yang gue punya! Lo—gak berhak ngatur gue!"

"Tapi, Al. Papa lo yang nyuruh gue! Gue gak bisa nolak, gue udah jadi kepercayaan yan—"

Malio mendecih, menatap sengit Olwie yang sudah tumpah akan air mata, "kepercayaan, heh? Oh, jadi Jason lebih percaya sama orang lain, daripada sama darah dagingnya sendiri."

Menggeleng tak percaya, Olwie beranjak dari duduknya. Meninggalkan Malio yang sudah berantakan dengan suara pecahan cangkir yang nyaring. Itu membuat langkah Olwie menjadi cepat. Ia bersumpah, kemarahan Malio sangat menakutkan.

Dari sana, seseorang datang. Presensi seorang wanita paruh baya dengan wajah khawatir menatap putranya. Menghampiri dan menyentuh lengan Malio.

"Sayang, kamu kenapa? Di mana Olwie?"

Hening. Hanya deru nafas yang terdengar.

"Malio—"

"Stop ganggu gue. Lo bisa pergi dan—ninggalin gue lagi, gue gak akan peduli."

•••

Malio melemparkan batu kecil kedalam danau luas dihadapannya. Mata tajamnya menatap marah batu-batu yang sudah ia lemparkan dan tenggelam kedalam danau gelap itu. Hanya berbekal rembulan yang menerangi danau, Malio, dan seluruhnya.

Suasana hatinya hancur. Ia yang awalnya memutuskan untuk istirahat di rumah, menenangkan segala pikirannya yang berkecamuk, dan segalanya apapun itu yang mengganggu nya. Itu semua sia-sia, tidak terjadi, dan Malio sangat marah akan yang sudah terjadi malam ini.

Memang tidak ada yang bisa ia harapkan, dari ibu, dan ayahnya. Keduanya mengecewakan. Malio tidak ingin membenci diantaranya, tetapi mereka sendiri yang membuat Malio menaruh perasaan benci itu.

"Kapan gue mati? Kayanya, neraka lebih baik daripada di sini."

Menahan tangis. Malio malu pada bulan yang cantik di atas, Malio malu menunjukkan air matanya, Malio tidak suka seseorang yang menangis karena kesedihan. Malio benci sebuah tangisan kesedihan.

Alexithymia, Hug Me So DeepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang