BAB IV KESEMPATAN

2 0 0
                                    

Angga Terbelakak tak yakin bila ternyata yang mengakibatkan Istri dan Anaknya kecelakaan adalah Dinda. Orang Yang Angga sayang dan Yang Angga janjikan untuk menikahinya. Dinda yang sudah sadar dari Pingsan melihat Angga yang masuk dalam ruangan dengan heran namun juga senang.
“Mas Angga... Mas Angga datang menemuiku”
Angga mendekati Dinda namun bukan untuk menanyakan keadaannya, Angga hanya ingin tau mengapa Dinda melakukan hal itu pada Liya Dan Dino. Dengan Tatapan Sinis Angga bertanya
“Apa yang Kamu lakukan pada keluargaku?” Katakan kenapa?”
“ Mas... Mas Angga ini kecelakaan tanpa sengaja. Aku tak melakukan apa apa, mobil yang menabrak kamilah  yang salah.”
“Jangan Mengada ngada Dinda, Mobil yang menabrak mu pun orangnya Dam keadaan kritis. Dan menurut saksi mata Kamu lah yang menyebrang tanpa menghiraukan Arah dan rambu yang ada”
“Mas Bukan Aku yang melakukannya, Emmm Emmm itu Mbak Liya yang melakukannya Mas”
“Kamu Dengan Mudah melempar kesalahan pada Orang lain, Sungguh sekarang aku membencimu. Aku kira kamu gadis Yang Polos tapi ternyata kau terlalu naif”
“Mas... Percayalah, Aku mencintaimu Mas. Aku sayang sama Kamu, Aku dan Mbak Liya berbeda. Aku lebih Cantik darinya”
“Jangan pernah sekali kali kamu membandingkan dirimu dengan Liya, Liya Gadis yang baik dari segi segalanya dibandingkan dengan dirimu. Sudah cukup aku mendengar ocehan yang tak penting darimu”
“Mas Jangan Pergi,Mas kenapa kamu mudah sekali berbalik rasa. Mas...”
Angga meninggalkan Dinda yang masih berbaring diranjang dan segera melihat bagaimana keadaan Liya dan Dino. Dinda yang melihat sikap Angga yang seperti itu tak terima, mengapa Angga begitu mudah berpaling darinya. Sekarang Sikap Dinda sudah berubah, Hanya tekad untuk mendapatkan Angga lah yang Dinda Ingin.
“Mas... Aku harus mendapatkan Mas,Sungguh aku itu lebih baik dari Mbak Liya.”
Angga cemas dengan penuh Harapan semoga Liya dan Dino Segera sadar. Handphone Angga berdering, segera Angga mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelfon.
“Assalamualaikum Ga... Apa benar Mbak Liya Sama Dino kecelakaan?”
“Iya...” (sambil melamun dan cemas)
“Ga Sekarang mereka dirawat dimana?”
Hanya Diam tak ada jawaban dari Angga
“Angga... Mereka dirawat dimana?
“ I Iya... Mereka Di Rumah Sakit Permata”
“Ok Ga... Aku kesana sama Zahra, Ga... Mau dibawakan Apa untuk Mbak Liya Dan Dino?”
“Terserah Kamu Aja Al”
“Yasudah Wassalamu’alaikum”
“Wa’alaikumusalam
Angga baru sadar dari mana Ali dan Zahra mengetahui kalau Liya dan Dino mengalami kecelakaan? Apa dari para warga tadi? Sontak pikiran Angga terbuyarkan oleh dokter.
“ Maaf Apa bapak Keluarga dari Yang mengalami kecelakaan?”
“ Iya pak saya Suami dan Ayah nya”
“Baik Pak... Alhamdulillah Anak Bapak sudah sadar ada beberapa luka Pada anak Bapak terutama dibagian Bahu nya Alhamdulilah sudah ditangani. Sedangkan Untuk Istri Bapak...”
“Istri Saya kenapa Pak? Istri Bapak mengalami kelumpuhan, bagian Kaki Kirinya Ada Yang Retak pak. Mungkin nanti seiring perobatan dan terapi Bakal ada kesembuhan yang menyertai”
Angga yang mendengar pernyataan dari dokter seperti Terhantam sesuatu. Angga tak percaya Anak dan Istrinya mengalami Luka. Jika Angga tak mengatakan perceraian pada Liya mungkin hal seperti tak terjadi, Liya pasti masih didalam Rumah dengan Anaknya. Bermain, Bercanda Ria. Namun apa yang terjadi sekarang? Angga berkali kali menyalahkan Dirinya.
Ali dan Zahra sampai di Rumah Sakit, mencari cari dimana keberadaan Liya dan Dino. Zahra cemas sepenuh Hati.
“Mas gimana keadaan Mbak Liya?”
“Liya Liya mengalami kelumpuhan Ra”
“Lumpuh? Innalillahi Ya Rabbi”
“Sedangkan Dino Ga? Dimana Dino?”
“Dino ada diruangan Sana Al, Luka Dino tak begitu parah seperti Mamahnya”
“Kalau gitu aku mau Chek keadaan Dino dulu ya Ga”
“Iya Al Silakan”
“Mas... Mbak Liya sudah sadar belum? Aku ingin bertemu sama Mbak Liya, apa sudah diperbolehkan”
“Mbak Liya belum sadar Ra, Ra... Maafin Mas Ya Ra. Mas belum bisa jadi suami dan Ayah yang baik buat mereka berdua”
“Ya Allah... Mas Tak usah meminta Maaf sama Ra. Minta Maaf lah sama Mbak Liya dan Dino. Mereka berdua sangat sayang sama Mas, Saat Mas mengatakan talak pada Mbak Liya. Mbak Liya datang kerumah Ra mas, dan cerita segalanya. Mbak Liya Kecewa sama Mas tapi Mbak Liya tetap menaruh kepercayaan dan Rasa sama Mas”
“Ra... Mas melakukan Kesalahan Ra. Apakah Liya Mau memaafkan perbuatan Mas?”
“perbaiki Mas, Allah sudah menegur Mas diwaktu yang Tepat. Allah tak ingin Mas Angga berlarut larut dalam hubungan yang tak diinginkan Allah, In Syaa Allah Mbak Liya memaafkan Mas Angga”
“Ra... Aku salah sudah berhubungan dengan Dinda”
“Dinda? Dinda siapa Mas?”
Angga lalu menyodorkan Foto Profil nomer dari Dinda. Betapa Tak percayanya Zahra, Orang yang membuat keretakan dalam rumah Tangga Saudara dan juga kakaknya adalah Dinda teman Baik Zahra sendiri.
“Mas dimana dia sekarang?”
“Zahra mengenalnya?”
“Mas dimana dia sekarang?”
“Diruangan sebelah Dino Ra”
“Mas tunggu disini menemani Mbak Liya. Aku Akan keuangan itu”
Angga yang melihat Zahra yang begitu menggebu Ngebu beranjak meninggalkannya. Angga bingung ada apa dengan Zahra, Apa Dia mengenali Dinda?.
“DARRR”
“Dinda... Apa yang Kamu lakukan pada Kakakku!!”
“Zahra? Kakak siapa yang kamu maksud Ra”
“Kakak yang sekarang dalam keadaan kritis karena Ulahmu, Kenapa kamu begitu tega melakukannya”
“Ra... Dengarkan Aku dulu Ra,Aku mau jelasin sesuatu sama kamu”
“Jelasin? Jelasin Apa lagi? Kamu begitu tega melukai Anak kecil yang tak tau apa apa mengenai Kamu Din. Kamu juga melukai Hati seorang Istri yang selalu percaya pada suaminya. Kamu mau jelasin Apa lagi Ha?”
“Ra... Disini Aku korban Ra”
“Korban? Kamu mengaku Korban? Yang menjadi Korban Itu Istri dan Anak dari Mas Angga, Kamu bukan Korban Din. Kamu Pelaku”
Ali yang mendengar suara Zahra dari ruangan sebelah segera Menghampiri Istrinya.
“Ra... Kendalikan dirimu. Ini Rumah Sakit, Jangan sampai Kamu kena tegur sama Orang Orang”.
“Mas... Apa aku harus diam saat Aku melihat kondisi Mbak Liya dan Dino yang seperti itu? Apa aku harus Diam bila Rumah Tangga Mbak Liya dan Mas Angga Hancur? Gak Mas, Aku Gak akan tinggal Diam”.
“Ra... Sabar lah, Jangan terpancing Emosi”
Segera Ali memeluk Zahra untuk meredakan Amarahnya, Mengajak pergi meninggalkan ruangan Dinda.
“Mas... Mbak Liya”
Zahra menangis tersedu sedu dipelukan suaminya. Ali berusaha menenangkan Perasaan Istrinya.
“Ra... Kamu Yakin soal Kehendak Allah kan?”
Zahra Mengangguk
“Kalau Kamu Yakin. Maka Yakin lah Kalau Mbak Liya Akan segera Sadar dan berbincang lagi sama Kamu, Dan soal Kejadian Ini. Ini sudah Takdir Ra, Kita tidak Bisa mengelak masalah kecelakaan ini”
“Tapi Mas, Aku tak percaya kalau yang menyebabkan semua ini adalah Dinda. Mas Aku sekarang tidak menyukainya, Sungguh Aku tidak menyukainya”.
“Ra...janganlah kamu seperti itu,itu sikap yang tidak Baik. Maafkan perbuatannya, dan Jangan kotori Dirimu soal seperti ini”.
“Tapi Mas?”

Pembicaraan Zahra dan Ali terhenti ketika mendengar Dino yang memanggil manggil Mamahnya.
“Mah... Mamah, Mamah dimana? Mah... Dino takut disini, Mamah”.
Segera Ali dan Zahra Masuk keruangan, segera menenangkan Dino yang cemas dan takut.
“Dino Sayang, Jangan takut ya Nak. Kan Ada Om dan Tante, Dino jangan takut ya. Dino mau apa? Nanti Om belikan”.
“Dino gak mau apa apa, Dino hanya mau Mamah. Mahh, Mamah”
Bujukan Zahra Dan Ali tampaknya sia sia, Dino tetap saja mencari cari Mamahnya. Mereka berdua bingung harus bilang seperti apa, Zahra menatap penuh pada suaminya pertanda ingin keluar ruangan karena tak mampu menahan tangis.
“Ya Allah Aku mohon padamu segeralah beri kesehatan dan kesadaran pada Mbak Liya, Aku tak sanggup melihat seorang Anak mencari cari keberadaan Mamahnya. Ya Allah Ya Rabbi Aku memohon padamu” (dengan Isak yang menderai dalam tubuh zahra)
“Ra... Mbak Liya Ra”
Perkataan itu membuat Zahra Terbelalak.
“Mbak Liya kenapa Mas? Katakan?”.
“Mbak Liya Semakin menurun keadaannya”
“Apa Mas? Innalillahi Mbak Liya”
Zahra berlari menuju ruangan Liya dengan Isak tangis yang tak henti membasahi dirinya, Bibir nya selalu menyebut Nama Allah. Betapa kagetnya Zahra ketika melihat begitu banyak Alat kesehatan yang diletakkan ditubuh Liya.
“Mbak... Mbak harus sembuh, Mbak berjanji pada Zahra kan kalau Mbak bakal kembali lagi? Mbak jangan ingkar soal itu Mbak. Mbak, Zahra sayang sama Mbak. Aku mohon Mbak”
Zahra tak henti hentinya berucap hal hal yang diluar dugaan. Angga yang melihat Zahra seperti itu pun bingung mau gimana. Angga pun merasakan hal yang sama, Angga tak ingin kehilangan Liya untuk selama lamanya.
“Mas... Kenapa Mbak Liya jadi begitu? Jawab Mas?”
“Ra... Maafkan Mas... Tadi Mas hanya meminta Maaf pada Liya soal perbuatan Mas. Hanya itu tak lebih, tiba tiba Liya kejang dan seperti itu”.
“Mbak... Mbak Liya”
Angga dan Zahra menangis tanpa henti, Zahra yang berkata dan berdoa tanpa henti mulai merasa lemas dan Pingsan. Angga yang melihat itu berlari menemui Ali.
“Al... Ali...”
“Ada Apa Mas?pelan pelan Aku sudah menidurkan Dino”.
“Al...Zahra pingsan didepan ruangan Liya”
“Astagfirullah, Yasudah mas Aku kesana. Mas disini aja bersama Dino”
“Baik Al”.
Ali melihat Zahra Yang pingsan didepan ruangan. Ada 1 Warga yang mencoba membangun kan Zahra, segera Ali menghampiri.
“Ra... Kenapa kamu seperti ini, Ra bangun sayang. Kamu ingin melihat Mbak Liya sembuhkan? Ayo bangun dan berdoalah untuknya”.
“Nak... Lihat lah suamimu jangan tambah kecemasan padanya Nak, Bangun Ya”
Seorang Perawat mendatangi Ali dan menyarankan untuk membopong Zahra ke ruangan. Ali melakukan apa yang diminta, segera Ali mengangkat tubuh Zahra ke ruangan. Bingung, kebingungan sekarang Menyapa Ali.
“Zahra Sayang, Bangun ya. Lihat Dino mencari cari tante nya. Bangun ya”
Tangan Zahra mulai bergerak, Matanya yang sedari tertutup sekarang mulai terbuka.
“Dino?”
“Iya Dino Ra”.
“Dino sudah makan belum mas? Kasihan Dino”.
“Ra tenangkan dirimu dulu, jangan tergesa gesa. Tubuh u masih lemas Aku mohon padamu Ra”
“Tapi Dino Mas? Dino pasti Lapar kan? Ayo mas kita beliin Makan”.
“Ra Lihat Mas, Dino sudah makan tadi. Sekarang kamu yang harus makan, Jangan menunda nunda lagi gak baik buat Kamu”.
“Dino dah Makan? Mbak Liya Mas? Pasti Mbak Liya lapar banget Mas”.
“Iya Sudah, Mbak Liya Masih Belum sadar Ra. Sekarang kamu harus makan dulu, Kalau kamu gak makan dan terlalu cemas seperti ini nanti Mbak Liya bakal marah sama Kamu”
“Tapi Mas, Aku Gak lapar”
“Kamu bilang gak lapar tapi tubuh u perlu Asupan, Jangan menolak lagi. Mas Bakal beliin sesuatu, tunggu disini”.
“Iya Mas”
Zahra sendirian dikamar melihat lihat ruangan yang Zahra tempati dengan posisi tidur. Betapa Tak menyenangkannya Didalam Ruangan yang seperti Ini, Penuh pantauan Dokter dan Perawat itu yang difikir kan Zahra mengenai Liya.
“Mbak... Segeralah Sadar, Zahra Rindu omelan dan Kasih sayang dari Mbak”
Zahra mengomel sendiri hingga Tidur menyapa nya, Angga yang masih Saja Termenung tak beranjak didepan Ruangan Liya terperanjat oleh suara Pintu yang terbuka.
“Pak keadaan Pasien didalam Alhamdulilah sudah melewati masa Kritisnya, Mungkin sebentar lagi Akan sadar”
Angga yang mendengar kalimat itu seperti diberikan Hadiah yang tak ternilai harganya. Senang sedih bercampur dipelupuk hatinya.
“Makasih Banyak Ya Dokter, saya boleh bertemu dengan Istri saya kan?”
“Tentu pak silakan asal jangan membuat kegaduhan yang mengganggu Istirahat nya”
Angga beranjak masuk kedalam ruangan namun terhenti oleh tangan yang menahannya untuk masuk.
“Dinda? Ngapain kamu kesini? Dan jangan sentuh sentuh tanganku, itu tak pantas kamu lakukan”
“Mas... Aku Cuma mau minta Maaf sama mas karena sudah menghadirkan kecemasan, Maafkan Aku jika kehadiran Telah mendatangkan petaka dalam rumah Tangga Mas”.
“Ya... Aku minta Maaf Pula Akan Hal itu, Sekarang pergilah”.
“Tapi Mas, Aku tak mau pergi Darimu. Aku masih sayang sama Mas”.
“Apa yang Kamu Katakan Din, Kamu baru saja meminta Maaf kepadaku dan sekarang Kamu bilang seperti itu”
“Iya Aku meminta Maaf soal perbuatanku. Tapi Aku Tak bisa menghalangi perasaanku, Mas Aku mohon berikan Kesempatan padaku supaya aku bisa membuktikan kalau aku lebih pantas dari pada Istrimu”
PAKKKK!!! Satu Tamparan mendarat Dipipi Dinda.
Angga terkejud bila Yang menampar Dinda ternyata Ibu nya Liya.
“Ibu... Kapan Ibu sampai?”
“Baru saja, dan Ya suruh perempuan tak tau diri ini pergi dari sekitar sini”.
“Din apa kamu dengar perkataan Ibu ku? Pergi dari sini, Aku pun Muak berhadapan denganmu”.
“Begitu Mudahnya Mas mengusirku dan berkata seperti itu, Aku punya Hak mas”.
“Hak apa? Hak Apa yang kamu jadikan Tumpuan? Istri? Atau apa? Kamu tak mempunyai Hak apapun dari Angga Kamu tak punya Ikatan dan Hubungan dari Angga”.
“Hak calon seorang Ibu, Aku berhak akan itu”
“Calon Ibu?”.
Ibu Liya dan Angga Terkejud mendengar pernyataan itu. Tak percaya Dengan Hal yang diucapkan Dinda.
“Iya... Aku mengandung Anaknya Mas Angga. Jadi Aku berhak soal Mas Angga”.
“Jangan Percaya Dengan Perkataan nya Bu, Aku tak pernah melakukan Hubungan dengan dirinya. Akal Akalannya saja berkata seperti itu”.
“Mas Aku sungguh mengandung”.
“Itu Tak benar Ga... Dia berbohong, Dia tidak mengandung, Yang sebenarnya Mengandung Itu Zahra. Tadi Dokter yang mengatakan itu padaku saat pemeriksaan Zahra yang Pingsan tadi”.
“Zahra Hamil? Selamat ya nak Ali”
“Dasar Perempuan tak tau diri, Berani beraninya Kamu bilang seperti itu”
“Dinda Kau Sungguh Tega sama Zahra, Kau meruntuhkan kepercayaan nya terhadapmu”
“Sudah Cukup Omong Kosong Kalian semua, Kalian Sudah Tega menghancurkan Hidupku. Dan Kau Angga, Kau pun turut salah terhadapku tapi Kau memposisikan diriku seperti yang melakukan salah sepenuhnya. Aku Muak dengan Kalian Semua, Dan Ya tunggu saja hal yang akan aku perbuat pada Kalian”.
Dinda beranjak meninggalkan Semua orang dengan perasaan yang Menggebu ngebu serta Niatan Dendam, Membuat Angga Merasa Cemas. Angga sangat Tau Bila Dinda Menginginkan sesuatu Maka Dinda akan melakukannya dengan Cara Apapun. Angga Takut Bila Dinda akan melukai Liya atau Anaknya lagi.
“Al... Apa Zahra sudah tau soal kehamilan ya?”
“Belum Ga... Ini aku mau keruangan nya dan memberikan Makanan, Zahra belum makan dari tadi. Aku takut Kalau Kesehatan nya menurun, Apalagi sekarang kan Zahra lagi Hamil”.
“Yasudah Nak, Temui Zahra sekarang. Zahra pasti menunggu makanan yang Kamu bawakan”.
“Baik Tante Ali permisi dulu”.
Ali yang dirundung Senang dan Sedih tak bisa berkata kata Lagi, Hanya Doa yang Bisa Ali lakukan.
“Ra... Ayo makan dulu, Ehhh ternyata Kamu tertidur. Baiklah Aku akan menunggu beberapa waktu supaya Kamu lebih menenangkan dirimu”.
Ali berkutik dengan Handphone nya, Meminta Izin pada perusahaan untuk libur beberapa Waktu hingga Suasana membaik.
“Mbak... Mbak Liya... Mbak”
Ali tercengang ketika Melihat Zahra yang mengigau Memanggil Liya.
“Ra... Zahra... Bangun Sayang, Ra”.
“Mbak... Mbak Liya”.
“Sayang Bangun yukkk”
Zahra membuka Mata lentiknya, Ada Air mata yang mengalir membasahi pipi nya.
“Ra... Ada apa sayang?”.
“Mas... Mbak Liya”.
“Ada apa?”.
“Mbak Liya ninggalin Aku, Tapi Aku memohon supaya Mbak Liya tak berbuat seperti itu”.
“Ra Sayang, Mbak Liya gak kemana mana, dia Masih di dalam ruangan. Kamu tadi sedang bermimpi dan Mengigau”
“Sungguh kan Mas?”
“Iya sungguh sayang, Mas gak berbohong. Dan Ya sekarang Bangunlah, Mas sudah membelikan Makanan buat mu. Nasi Rames kesukaanmu”.
“Tapi Tapi Mas Sudah Makan belum?”
“Tenang Saja, Mas beli 2 bungkus. Ayo makan bersama, tapi kamu dulu ya. Takut nanti kalau kamu kurang porsi makannya, kan Sekarang bukan kamu saja yang perlu nutrisi tapi juga yang ada didalam perutmu pun membutuhkannya juga”.
“Apa Maksudnya Mas? Didalam perut?, Pencernaan?”
“Haduhh polosnya Istriku, Bukan itu yang Mas Maksud. Pencernaan Mah selalu ada, Yang Mas Maksud itu Anak Kita”.
“Anak?Maksudnya”.
“Duhhh gemesnya, Kamu tak paham paham. Maksudnya itu Kamu lagi Hamil Sayang”.
“Hamil? Sungguh? Mas Gak berbohong kan?”
“Iya Sungguh, Mas gak berbohong. Kamu sedang Hamil sekarang”.
Air mata mengalir, Zahra menangis  segera memeluk Ali. Betapa tak percaya nya Bila Ia sekarang sedang Mengandung, Kenapa Zahra Tak menyadari akan hal itu.
“Mas... Mas kenapa Aku tak menyadari kalau hamil, Padahal Aku dulu lulusan Perawat dibidang ini”.
“Yang Namanya Kehendak kita gak bakal tau Ra... Apalagi dengan Posisi yang seperti ini, Pasti tak akan menyadari. Yasudah Ayoo makan dulu”.
“Iya Mas... Tapi Mas Makan juga”.
“Gak... Mas Sekarang mau manjain Kamu, Mas akan nyuapin Kamu”.
“Tapi Kan Mas aku bukan anak kecil yang dimana Makan harus disuapi”
“Udah jangan bantah atau”.
Zahra menghentikan Ucapan Ali dan segera membuka Mulutnya macam Anak Kecil yang sudah setuju dengan bujukan Ibu nya.
"Nah Cakepnya... Habisin ya makanannya".
"Tapi Mas Aku sudah Mulai Kenyang" (Menjawab sambil mengunyah makanan didalam mulut)
"Kalau makan jangan bicara, Habisin dulu itu baru Bicara".
Zahra Mengangguk menuruti Ali. Ali pun bercerita Soal Ibu Zahra yang mengandung Zahra waktu itu. Dari segi Ngidam, manja serta segalanya. Tanpa Dirasa Makanan yang Zahra bilang tak mampu dihabiskannya Ternyata mampu Zahra Habiskan.
"Nah Habis juga kan"
"Habis? Apa nya yang Habis Mas?".
"Ini" (sambil menyodorkan bungkus nasi yang sudah habis)
"Ehhh kenapa Zahra tak sadar ya mas kalau Tiba tiba habis"
"Gak ada kata tiba tiba Habis Ra, Kamu nya saja yang terlalu fokus mendengarkan cerita nya Mas"
Zahra tersenyum malu dengan Porsi Makan yang Meningkat seperti itu. Dengan Polos nya Zahra minta nambah lagi, Tapi bukan Makanan berat melainkan Buah Buahan.
"Mas..."
"Iya Ada apa?"
"Zahra mau sesuatu, Mau Buah boleh?"
"Boleh Sayang Mau buah Apa?"
"Anggur Ya Mas".
"Siap nanti mas belikan"
"Sekarang ya mas" (dengan Raut wajah memohon)
"Ra ini udah mulai Malam, Susah mencarinya. Lagi pula kita ini di Rumah Sakit bukan Di Rumah sendiri."
"Tapi Zahra Mau sekarang" (dengan mata yang berkaca kaca)
Ali Bingung dengan Sikap Zahra diawal Kehamilan ini. Sikapnya demi tahap mulai berubah Manja dan sensitif. Ali Keluar Ruangan Dengan Keadaan bingung harus membeli Buah Dimana. Apakah harus Ke Mall yang jaraknya Lumayan Jauh?.
BRAKKKK!!
Ada perempuan yang cukup Lansia terjatuh dengan Beberapa Barang yang berserakan. Segera Ali membantu Ibu itu.
"Bu Gapapa kan? Biar saya bantu berdiri".
"Iya Nak tidak Apa apa, Terima Kasih ya"
"Kenapa Ibu melamun hingga Terjatuh seperti ini, Dan Sepertinya Ibu habis Dirawat ya? Soalnya Saya Tak sengaja melihat luka habis diInfus"
"I Iya Nak, Ibu habis Dirawat. Sekarang Ibu mau pulang".
"Pulang? Malam Malam gini? Ibu ada yang Jemput tidak?"
"Tidak Nak, Ibu sendiri disini. Anak Anak Ibu semua Pergi bekerja Diluar negeri dan diluar Kota yang Lumayan dari Kota Ini".
"Apa Ibu tak berbicara pada mereka soal Ibu yang seperti ini?"
"Sudah Nak, Cuma Mereka Bilang Kalau Pekerjaan mereka tak bisa ditinggal".
"Ya Sudah, Ibu ikut Aku saja ya Bu".
"Kemana Nak?".
"Ikut Saja Ya Bu".
Ali mengajak Ibu Asing itu Keruangan Zahra. Betapa Terkejudnya Ibu Itu, Ternyata yang Sedang Duduk membaca Al-Qur’an adalah Zahra.
"Zahra..."
Teriak Ibu Itu yang membuat Zahra Terkejud dan melihatnya.
"Tante... Tante disini sama siapa?"
Ali yang melihat itu bertanya tanya sebenarnya siapa Perempuan yang Ali bantu, dan Kenapa Zahra Memanggilnya tante. Yang Ali Tau Ali sudah berkenalan dengan semua keluarga Zahra, Apa Tante ini Saudara Jauh hingga Ali tak tau. Ali bertanya tanya dalam batin nya.
"Sendiri Ra".
"Oh Ya Mas, Ini Tante Piya. Dia Ibu nya Dinda"
"Ibu nya Dinda?"

Ali terkejut dengan Ucapan Zahra. Bukan Karena Ali tak tau Tante Piya, Cuma Ali merasa Ironis pada Tante Piya. Dimana Seorang Ibu tak diberikan perhatian dari Anak Anaknya, Di Acuhkan dengan Kondisi Yang Sakit. Berjuang sendiri Untuk kesembuhan tanpa dampingan dari Orang Tersayang.
"Mas... Kenapa melamun"
Ali terperanjat.
"Gapapa Ra"
"Dia Suamimu Ra?"
"Iya Tante Dia Suami nya Ra"
"Maa Syaa Allah beruntungnya Kamu mempunyai Suami yang Punya Rasa Kemanusiaan seperti ini. Kalau tidak Ada Ali mungkin tante masih mengumpulkan beberapa Barang yang terjatuh tadi".
Ali mengantarkan pulang Tante Piya, Zahra Bersiap dan berkemas untuk pulang dari Rumah Sakit, Sambil menunggu Ali kembali. Sedangkan Liya Sudah sadar dari Kritisnya.
“Oh Iya Aku mau ketemu sama Mbak Liya Dulu sebelum Pulang”
Zahra Pergi keruangan Liya. Zahra Melihat Liya duduk dengan rasa cemas dan melamun, entah apa yang ada difikiran Liya semua Hanya Liya yang Tau. Dan Kemana Mas Angga? Apa Dia mengurus semua Administrasi? Zahra dan Liya Pulang di Hari yang sama. Maka Dari itu orang Orang menyiapkan kepulangan mereka.
“Mbak... Ngapain melamun? Alhamdulilah sekarang Mbak mulai membaik dan diperbolehkan Pulang, Ra juga Akan Pulang, Jadi Mbak Jangan seperti ini. Harus senang dong ya kan, Oh Iya Mbak Ra bosan disini, Semua Diatur dan Gak Nyaman disini apa Mbak juga seperti itu? “. (Seraya berbisik pada Liya)
“Ra... Mbak pengen bilang sesuatu sama Kamu”
“Bilang Apa Mbak silakan Saja”
“Ra... Mbak Masih sangat kecewa sama Mas Angga. Mas Anggap sudah menaruh luka diDiri Mbak, Walaupun Mas Angga meminta Maaf berkali Kali Tapi Rasa Sakit Yang Mbak alami tak mampu Mbak singkirkan. Mbak ingin pulang ke Rumah Orang Tua Ra, Mbak gak mau lagi disini. Rasa nya Masih sakit Ra bila Mbak bertemu dan menatap Mas Angga”
“Rasa Kecewa Pasti Ada Mbak, tapi apa Mbak gak kasihan sama Mas Angga? Dia sudah berulang kali meminta Maaf sama Mbak, Nanti kalau tau hal ini Mas Angga juga merasa Sedih”
“Tapi Ra, Apa Mas Angga pun tak merasakan hal itu terhadap Mbak. Apa dulu sebelum melakukan Hal itu Tak memikirkan Perasaan Mbak, Sungguh Ra Aku sudah mulai Tak menyukai perbuatan Mas Angga, Bila Mbak ingat semua itu”.
“Mbak...Kasih kesempatan sama Mas Angga untuk memperbaiki semuanya. Bicarakan semua nya terlebih dulu, Oh Iya Dimana Mas Angga Mbak? Apa Dia mengurus Administrasi? Kalau Iya Ra mau kesana menemui Mas Angga”.
“Baiklah Ra Aku akan kasih kesempatan pada Mas Angga. Entahlah Mbak gak tau dimana Mas Angga”.
Zahra keluar dari ruangan untuk menghampiri Angga di Administrasi. Ternyata Angga tak ada disana, bertanya pada petugas Administrasi soal Pembayaran Perawatan Liya. Sudah Lunas semua nya? Lalu dimana Mas Angga?. Zahra mencari keluar Ruangan hingga ke Taman Rumah Sakit. Betapa Terkejudnya Zahra melihat Angga sedang bersama dengan Dinda.
“MAS ANGGA!!”
Dinda dan Angga menoleh ke Arah Zahra, Zahra yang menghampiri dengan Rasa yang membara membuatnya Menampar Dinda.
“Apa Kamu tidak Cukup untuk melukai Perasaan Mbak Liya? Kenapa Kamu kembali Lagi dan menemui Mas Angga? Katakan kenapa Kamu Kembali Lagi?”
“Ra... Ra... Dengarkan Mas Dulu Ra”
“Mau Bilang Apa Lagi Mas? Apa Tak Cukup buat melukai perasaan Mbak Liya?”
“Ra... Mas Cuma mau minta Maaf sama Dinda soal perbuatan Mas sudah itu saja”.
“Sungguh? Hanya itu?”
“Ra... Aku hanya Berbicara sebentar sama Mas Angga, Tak lebih. Tapi Aku pun Ingin Bicara sama Mas Angga suatu hal lagi”
“Mau bicara Apa lagi? Kamu bilang hanya bicara sebentar kan? Maka biarkan Mas Angga bertemu Istrinya, Istrinya perlu dampingan Mas Angga kau tau itu”
Zahra menarik baju Angga untuk pergi meninggalkan Dinda, Namun Dinda menghalau Zahra.
“Din... Aku mohon lepas kan Aku, Biarkan Aku bersama Istriku”
Zahra menatap sinis pada Dinda dengan Maksud supaya Dinda melepaskan Angga.
Tapi Dinda tak menepis kan pegangan nya. Dinda Masih berangan kalau Angga akan selalu bersama nya. Tak mau di pisahkan dari kekasihnya.
"Ra... Aku mohon Jangan pisahkan Aku dari Mas Angga".
"Sudah Cukup Din, Aku hanya punya maksud untuk meminta maaf bukan lebih Jadi lepaskan tanganku atau aku akan bersikap kasar padamu dan melupakan bahwa kamu perempuan yang harus disikapi secara lembut".
Zahra masih saja menatap Sinis pada Dinda. Segera Zahra Menepis Tangan Dinda dengan keras, tanpa sengaja Dinda mendorong Zahra hingga terjatuh dan merintih kesakitan.
ZAHRA...
"Apa yang kamu lakukan Pada Zahra, Sungguh Perbuatanmu itu Tak layak dilakukan pada sesama perempuan, Ra Ayo Bangun Ra".
"Mas... Mas Angga... Perutku Sakit" (merintih kesakitan)
"Astagfirullah... Aku Akan mengantarmu Kedalam Ruangan, Supaya segera di chek oleh Dokter"
"Cuma Terjatuh gitu aja pakai Drama sakit, Dasar Manja".
Angga menampar Dinda dengan Tega.
"Kamu bener benar perempuan Yang Tak Tau Diri, Dia Sahabatmu tapi Kamu bersikap seperti itu. Apa Kamu lupa kalau Zahra sedang Hamil".
"Hamil?, Aku Aku Lupa soal itu. Ra Maafkan Aku"
Segera Angga meninggalkan Dinda dan membawa Masuk Zahra ke Ruangan. Entah Perkara itu apakah Dinda akan berubah sikapnya atau pun Tidak. Namun Yang Angga tau Dinda Keras Kepala.
Beberapa Waktu Angga menunggu Diluar Ruangan Bersama Liya yang keadaannya sudah membaik. Liya begitu Khawatir pada Zahra namun Liya tak menepis rasa benci yang mulai muncul kepada suami nya.
"Al... Ayo Angkat Telfon Mu Aku Mohon".
Beberapa Kali Angga menelfon Ali namun tak ada jawaban dari nya. Itu membuat Angga Seperti terombang Ambing. Membujuk Liya supaya Memaafkannya sepenuh Hati atau Menunggu Kabar mengenai Zahra yang ada dalam Ruangan.
Pintu terbuka, Liya Dan Angga berdiri menghampiri Dokter menanyakan keadaan Zahra.
"Gimana Dokter?".
"Bagaimana Keadaan Adik saya?".
"Alhamdulilah Tak terlalu Parah dan Bayinya Pun Masih dalam Keadaan Baik, Semua Masih Bisa Diatasi. Cuma saya Menyarankan supaya Dia tak terlalu berfikir lebih dalam keadaan Seperti ini. Itu Tidak Baik buat Kondisi kehamilannya".
"Alhamdulilah Terima Kasih Dokter"
Liya segera menemui Zahra yang terbaring lemas DiRanjang, Sedangkan Angga masih berbincang dengan Dokter.
"Ra... Apa Kamu baik baik saja?"
"Alhamdulilah Baik Mbak, Cuma masih sedikit sakit".
"Alhamdulilah kalau gitu Ra, Mbak takut terjadi Hal yang tidak baik kepadamu".
"In Syaa Allah enggak Mbak, Kan Ra kuat apalagi Yang ada didalam Perut Ra. Tentu Dia lebih kuat dari Ra".
"Zahra Zahra... Kamu tak berubah, selalu saja seperti itu".
"Hemm Adiknya Siapa dulu" (sambil tertawa manis)
"Entah Adiknya siapa".
"Hiihhh Mbak Mah Gitu, Zahra Ngambek nanti"
"Ehhh Ehhh udah mau jadi Ibu Kok kayak gini sikapnya, macam anak kecil"
"Biarin kan sama Mbak nya sendiri hehe".
"Oh Iya Mbak mau nanya, Kenapa Bisa Jatuh tadi?"
Zahra yang mendengar itu mulai Bingung harus menjawab Apa kepada Liya.
"Emmm anu itu apa itu emmm"
"Apa? Ammm Emmm Ammm Emmm apa?"
"Yaaaa Itu Zahra terpeleset ditaman".
" Hehhhh kamu itu ya gak bisa hati hati apa?".
"Ya Maaf Mbak Ra kan gak sengaja terjatuh".
"Baiklah Lain Kali lebih hati hati lagi, Jangan ceroboh".
Ali yang Berada diluar Rumah Sakit Terkejud saat melihat Panggilan yang begitu banyak dari Angga.
"Angga menelfon banyak sekali, Ada Apa sebenarnya?".
Segera Ali menelfon Balik Angga.
“Iya Al?”
“Ga... Tadi menelfon banyak sekali itu ada apa?”
“Itu tadi Zahra terjatuh dan perutnya Nyeri, Tapi Alhamdulilah saat dicek dokter semua baik baik saja. Kamu dimana? Zahra menunggumu untuk Pulang dari Rumah Sakit. Katanya dia Tak betah”.
“Iya Ga, Ini aku sudah diArea ruangan Zahra sebentar lagi masuk”.
“Baiklah”.
Zahra dan Liya masih berbincang-bincang penuh canda. Merencanakan Nama buat anak Zahra nantinya.
“Ra... Mau diberi nama siapa Anak mu nanti?”
“Entahlah Mbak, Aku belum memikirkannya. Kan masih begitu lama hehe”.
“Pikirkan dari sekarang jangan menunda nunda”.
“Iya Mbak In Syaa Allah”.
Angga masuk ruangan bersama Ali. Mereka berdua merupakan suami yang sangat memanjakan Istrinya. Makanya mereka berdua membawakan Kursi roda.
“Ehhh kalian ngapain bawa itu? Buat siapa?”
Angga dan Ali saling menatap satu sama lain.
“Ini Buat Kalian berdua”.
“Iya Ini buat Kalian supaya tak begitu merasa lelah saat jalan”.
“Mas Kami masih kuat untuk berjalan. Jangan manja kan kami secara berlebihan”.
Mamahhh...
Teriak Dino ditengah tengah Mereka.
“Iya Nak ada apa?”.
Dino tak menjawab pertanyaan Ayahnya dan berlari menghampiri Mamah nya.
“Mah... Kakek Sama Nenek disini, Katanya Aku sama Mamah disuruh pulang ke kampung halaman bersama mereka”.
“Wahhh Pulang? Ayah boleh ikut?”
“Gak!! Kata Kakek sama Nenek Ayah tidak boleh ikut”.
Liya... Liya...
Umi Liya memanggil manggil Namanya.
“Iya Bu, Liya Disini”.
Angga segera mengantar Mertua nya masuk ke dalam ruangan tapi mereka menepis bantuan Angga.
“ Liya Ayo pulang bersama Kami Nak, Tak usah lagi kamu disini. Kamu akan selalu mendapati rasa sakit dari Orang yang seharusnya memberimu Kasih sayang”.
“Bu... Ada apa ini? Liya dan Dino akan tetap disini bersamaku Bu”.
“Tidak Akan, Liya Akan bersama Kami”.
“Bu... Aku Mohon berikan kesempatan kepadaku Bu”.
“Kesempatan apalagi? Kau kan Akan menikah dengan wanita itu, Dia yang berkata kepada kami tadi”.
“Bu... Yang dikatakan dia itu semua Bohong Bu, Tanya sama Zahra dan Ali”.
Seisi Ruangan penuh dengan ketegangan, saling berbicara untuk menyampaikan apa yang mereka rasakan. Namun apa daya, keputusan orang tua Liya tetaplah mutlak, Mereka akan tetap mengajak Liya ke kampung Halaman.
“Bu... Aku mohon Bu, Liya jangan tinggalkan Mas, Aku mohon padamu, Mas melakukan kesalahan, Maafkan Mas Liya”.
“Maaf? Aku sudah memaafkan Mas tapi untuk rasa batin ini aku tak bisa menepis nya, begitu banyak luka yang mas taruh didalamnya. Aku sudah berusaha berulang Kali untuk memperbaiki semua nya namun sekarang aku menyerah dalam hal ini”.
“Liya... Aku mohon, Din Dino Ayah minta Maaf sama kamu Nak, Maafkan Ayah ya sayang, Ayah tak akan begitu lagi sama kamu Nak”.
Dino berlindung dibalik Mamah nya karena takut dengan Ayah nya.
“Gak Mau, Nanti Ayah marahi Dino lagi, Sakiti Kami lagi”.
Segera Orang Tua Liya membawa pergi Liya dan Dino dari Angga. Angga tetap memohon dan berlari mengejar Mereka. Sedangkan Zahra dan Ali tak bisa berbuat apa apa karena itu bukan hak mereka untuk bercampur tangan lagi. Liya, Dino masuk kedalam Mobil bersama Umi dan Abi nya. Angga mengetuk ngetuk pintu mobil dari luar memohon supaya Liya dan Dino Kembali lagi bersama nya. Namun Apa Daya semua tak bisa Dilakukan oleh Orang Tua Liya. Mereka Tak ingin Anak nya diperlakukan dan disakiti berulang Kali oleh Angga.
Angga Pulang kerumah dengan tangan dan harapan yang hampa, Anak dan Istrinya tak bisa  pulang bersama. Langkah yang Gontai menginjak Tempat yang penuh kenangan dari mereka berdua, Begitu Banyak Keharmonisan, Canda tawa didalamnya. Semua itu Angga kenang didalam hati dan pikirannya.
Ayahhhh... Dino pulang...

Dino Pulang? Nak sini, Angga berbalik ke Arah suara namun Tak ada Dino disana. Angga duduk terjatuh menangisi semua nya.
“Kenapa, Kenapa aku begitu bodoh soal ini. Kenapa aku tergoda dengan perempuan lain, padahal disini begitu banyak kasih dan Rasa yang Istriku berikan kepadaku, berulang Kali Ia bertanya apa salah nya dan Apa yang membuatku merasa tak nyaman semuanya ditanyakan. Aku bodoh karena hal ini” menangis sesegukan.
Angga lalu berlari keKamar mengambil sebingkai foto Keluarga.
“Liya Apa Kamu tau? Aku memang menyukai perempuan lain tapi Aku Tak ingin meninggalkanmu, Aku hanya melampiaskan kekesalan dari pekerjaan ku kepada perempuan itu. Liya Aku sangat mencintaimu, Kembalilah padaku Liya” memandang foto Liya di bingkai dengan penuh harapan.
Semua hal berputar dipikiran Angga. Angga merasa Lelah dengan kondisi semua ini, Merasa tak memiliki Arti lagi didalam kehidupannya. Orang yang Angga sayang sekarang tak lagi bersama nya. Hamba yang Angga rasakan.
Angga berlari keluar Rumah dan Naik keatap Rumah, pikirannya sekarang sedang kalut. Angga mulai berfikir untuk mengakhiri kehidupannya, langkah demi langkah Angga jejaki sambil mengenang semua nya. Tiba saat Langkah terakhir untuk Jatuh ada Tangan yang menariknya.
“Apa yang Kamu lakukan Ga? Apa Kamu tak berfikir sebelum melakukan?”.

“Lepaskan Aku Al. Aku tak lagi ada harapan, Biarkan Aku pergi dengan kenangan bersama Liya dan Dino”.

“Tidak... Tidak Akan aku lepaskan, dan Aku tak mau kau melakukannya. Itu perbuatan keji kamu tau itu?”

“Al... Aku sudah tak ingin hidup lagi”.

“Apa yang Kamu lakukan? Kamu tak ingin hidup lagi? Lalu Bila kamu mati Apa kamu gak berfikir nanti Liya dan Dino lebih kecewa lagi sama kamu?”

“Tapi mereka sudah meninggalkanku Al, Apa mereka Akan kembali lagi kepadaku? Membersamaiku lagi?”

“Tentu, Liya sama Dino Akan Kembali Lagi. Mereka hanya perlu Waktu untuk memaafkanmu, Buktikan Kalau Kamu itu bisa berubah”.

“Al... Sungguh Aku melakukan kesalahan”.

Ali yang berhasil membujuk Angga membawa Angga untuk turun dan beristirahat didalam rumah. Apa apapun yang sudah Angga lakukan Akhir Akhir ini, Ali tak mempermasalahkan nya begitu besar. Karena Angga tetaplah Sahabat dan Kakak nya. Semua yang melakukan kesalahan berhak mendapatkan kesempatan kedua kali nya.

“Ga... Makanlah setelah Itu Istirahat”

“Aku Tak mau makan Al”

“Makanlah Walaupun sedikit, Kamu Mau Liya da Dino marah sama kamu?”

“Tidak Aku tak mau akan hal itu”.

“Maka Makanlah”

Ali akan tetap mendampingi Angga untuk beberapa waktu supaya Angga tak berfikir lagi soal mengakhiri hidupnya. Keputusan yang Angga Ambil secara terburu buru akan membuat Kekecewaan yang mendalam dibatin Liya nantinya.


Ga... Asal kamu tau, Walaupun kamu bukan Kakak kandungku tapi Kamu melebihi status hubung akan itu. Aku tak ingin Kamu melakukan dan bersikap seperti ini, kehidupanmu masih panjang. Kamu pun perlu menemui Liya dan Dino lagi suatu hari nanti. Ga... Baik baiklah dalam dirimu. Semua Orang sayang padamu.
Percayalah “Apapun yang ditakdirkan untukmu Akan tetap memihak dirimu”. Tak akan ada yang bisa memisahkan dirimu sama Liya. Jadikanlah pelajaran dalam hidupmu. Dan jadikan Tolak Ukur untuk menempuh kehidupan.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 22, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Yang TerkoyakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang