Sayup suara jangkrik serta angin malam yang berhembus tak menyurutkan pandangannya pada sebuah mansion mewah yang terletak di seberang tempatnya sembunyi. Di antara rerimbunan pohon, ia dapat melihat dua manusia yang sedang menikmati malam panas.
Dengan sebuah senjata laras panjang yang siap siaga ditangan, pria itu kembali menaruh atensi pada sesuatu yang akan menjadi objek bidikannya. Pegangannya terhadap handgrip mengerat menyaksikan bagaimana calon mangsanya terlihat begitu menikmati waktu untuk bersenggama.
Jantungnya berpacu dengan cepat, jarinya sudah siap untuk menarik trigger pada senapan itu. Namun gerakannya terhenti saat ia melihat calon mangsanya kembali masuk ke dalam hunian mewahnya dengan menggendong sang pasangan yang sedang hamil.
Melihat itu semua membuatnya tiba-tiba mengubah rencana, pria itu lantas segera melompat turun dari atas pohon tempatnya sembunyi. Sebuah seringai hadir pada wajahnya ketika memikirkan hal yang lebih menyenangkan daripada 'hanya' membunuh seorang Kim Namjoon.
"Kim Seokjin, sayang sekali kau harus menjadi pasangan iblis seperti Namjoon" ucap pria itu di tengah keheningan malam yang berhembus.
Namjoon merasa jantungnya hampir merosot ke lambung ketika melihat suaminya yang tiba-tiba tak sadarkan diri. Ia segera mendial nomor dokter kandungan yang menjadi kepercayaannya dan juga Seokjin.
Dering pertama panggilan itu tersambung, ia dikejutkan dengan tangan Seokjin yang meremas lengannya.
"Jangan hubungi Moonbyul, aku baik-baik saja Joon" ucap Seokjin.
"Jinseok, ba—"
Seokjin segera memotong kalimat sang suami. Ia bangun dan bersandar pada headboard ranjang.
"Matikan telponnya, Moonbyul mungkin saja sudah terlelap tengah malam begini. Aku sungguh tak apa, hanya sedikit pusing saja"
"Tidak Jinseok, biarkan Moonbyul datang kesini dan memeriksa kondisimu. Aku tak ingin terjadi sesuatu padamu dan juga babies" keukeuh Namjoon. Sungguh calon ayah satu ini benar-benar khawatir dengan kondisi suami cantiknya.
"Sial, kenapa tidak diangkat!" Namjoon tanpa sengaja mengumpat pelan ketika tak mendapat jawaban dari seberang.
"Joon.. Namjoonie.. aku juga seorang dokter kalau kau lupa. Aku tentu paham bagaimana kondisi tubuhku sendiri. Jadi jangan terlalu khawatir, hm?" Jurus terakhir Seokjin adalah mengeluarkan puppy eyes miliknya.
Sebenarnya ia jarang sekali bersikap manja seperti ini, namun untuk kali ini tak ada pilihan lain. Ia hanya berharap Namjoon dapat segera luluh dan mematikan telponnya.
Bibir sedikit mengerucut serta bola mata yang terlihat berkaca-kaca itu benar-benar ampuh membuat Namjoon tak bisa berkutik.
"Uh.. Jinseok.. okay fine"
Pip
Panggilan pun ditutup membuat Seokjin tersenyum, Namjoon segera menyimpan ponselnya di atas nakas. Pria dominan itu segera menaiki ranjang dan memeluk suaminya.
Namjoon mendekap tubuh polos Seokjin yang hanya berbalut selimut. Sedangkan Namjoon, ia sudah memakai celananya meski asal-asalan karena panik yang melanda sebelumnya.
"Jangan membuatku khawatir, Jinseok. Kau harus selalu baik-baik saja. Kalian harus baik-baik saja" guman Namjoon tanpa melepaskan pelukan eratnya.
Seokjin mengangguk sebelum menanggapi gumaman sang suami.