“Loh...? Kamu bisa liat a—” Ucapan laki-laki itu terpotong begitu melihat jari telunjuk Halilintar yang tiba-tiba bergerak untuk menunjuk ke arahnya.
“Itu. Buku itu. Kenapa bisa ada di kamu?” Tanya Halilintar, menunjuk ke buku yang ada di tangan laki-laki di hadapannya.
“... Hah?”
“Tsk. Kenapa buku itu bisa ada di kamu? Jelas-jelas tadi bukunya lagi saya pegang, kenapa malah kamu ambil?” Halilintar bertanya lagi sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada.
“?? Ya kar'na ini punyaku, lah!” Jawab laki-laki itu dengan kebingungan.
Dahi Halilintar berkerut. Miliknya? Bagaimana bisa buku itu miliknya? Tempat ini adalah perpustakaan. Semua buku yang ada di sini milik pihak sekolah, bukan pribadi. Kenapa laki-laki di hadapannya ini meng-klaim sendiri bahwa buku itu miliknya?
Halilintar ingin bertanya lebih lanjut namun ia urungkan. Jujur saja, ia lebih penasaran dengan siapa sosok laki-laki yang ada di hadapannya ini.
“... Kamu kelas 10, 'kan? Ngapain di sini? Gak pergi ke kelasmu? Bolos? Atau lagi jamkos?” Halilintar langsung menanyakan banyak pertanyaan sekaligus, sementara yang ditanya langsung menggelengkan kepalanya.
“Gak. Aku bukan murid di sekolah ini.” Jawabannya sontak membuat Halilintar mengangkat satu alisnya, bingung.
Apakah laki-laki ini sedang membual? Bukan murid di sekolah ini, katanya? Lantas mengapa ia mengenakan seragam sekolah ini? Tak mungkin dia adalah petugas perpustakaan atau petugas kebersihan sekolah, 'kan?
Atau jangan-jangan... dia seorang guru?
Ah, itu lebih tidak mungkin. Badannya saja begitu mungil, seperti anak SMP. Bahkan jika tebakan Halilintar benar, mungkin tingginya tak sampai 150 sentimeter, hanya 145. Mungkin, ya.
Ingin sekali rasanya Halilintar menanyakan semua pertanyaan yang ada di benaknya saat ini, karena memang jawaban laki-laki itu kurang memuaskan. Tapi Halilintar takut jika dia akan risih jika ditanya terus menerus, maka dari itu ia tidak jadi bertanya lagi.
“Yaudah, lah. Peduli apa gua.” Pikir Halilintar, lalu menghela nafasnya.
Halilintar memutuskan untuk tak mempedulikannya lagi, ia kemudian membalikkan badannya jadi menghadap ke jendela perpustakaan yang masih terbuka lebar. Halilintar mendekati jendela itu, memandang langit bernuansa biru muda yang diiringi dengan awan-awan putih.
“... Bagus 'kan, langitnya?” Ucap laki-laki tadi secara tiba-tiba yang spontan membuat Halilintar terkejut dan menoleh ke belakang.
“Ah? Iya.”
Laki-laki itu tertawa kecil mendengar jawaban singkat Halilintar.
“Jarang-jarang loh ada yang ke sini, gara-gara rumor kalo di sini ada hantu... Oh ya, Aku Solar.” Laki-laki itu—Solar—memperkenalkan dirinya sambil melangkah menghampiri Halilintar, ia berdiri di sebelahnya sambil menatap Halilintar dengan tatapan yang lembut.
“... Bensin?” Celetuk Halilintar.
•
•
•
•
•
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mysterious Ghost [HIATUS]
FanfictionSebuah rumor beredar tentang sesosok makhluk halus yang menghantui perpustakaan sekolahnya. Rumor tersebut memang sudah ada bahkan sebelum Halilintar memasuki sekolah menengah atas. Sekarang Halilintar telah menginjak tahun ajaran akhir, dan rumor i...