[Ch. 01] - Encounter

441 46 9
                                    

Halilintar—atau biasa dipanggil Hali—hanyalah seorang pemuda yang saat ini tengah menginjak sekolah menengah atas tahun terakhir.

Percayalah, dirinya hanyalah seorang siswa biasa. Kehidupan yang normal, keluarga normal, nilai yang biasa saja, pertemanan biasa, dan semacamnya.

Suatu hari Halilintar berjalan menyusuri lorong, berniat untuk pergi ke kelasnya. Dari kejauhan, indra pendengarannya tak sengaja menangkap pembicaraan kelima temannya yang nampak seperti sedang bergosip.

"Ih, ngeri deh, Thorn jadi gak mau ke perpus itu lagi..."

"Apaan sih, kalian! Ngapain ngeri, 'kan cuma rumor bohongan doang. Dari dulu 'kan emang udah ada rumor tentang hantu penunggu perpustakaan itu."

"Ih, Gempa gak tau aja! Beneran ada! Gua pernah ke perpus itu dan bener aja, gua diganggu, cuy!"

"... Kalian tau, gak, tentang salah satu rumor di sekolah ini yang dulu pernah terkenal?"

"Hah? Yang mana?"

"Itu, Ze... Soal rumor ada anak murid sekolah ini yang meninggal gara-gara jatuh dari jendela perpus."

"Oh! Yang itu, toh! Tau, tau. Dulu sempet-sempetnya gua percaya, anjrit, hahaha! Terkenal banget dulu, katanya sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu, 'kan? Kejadiannya."

"... Lu gak ngerasa kalo rumor itu bener? Kalo misalnya hantu yang ada di perpus itu arwah si murid yang gentayangan?"

"Heh! Sialan, jangan nakutin, Ice! Masalahnya tuh, lu kalo ngomong suka ben-! Eh, Hali! Tumben baru dateng jam segini?" Salah satu dari mereka kemudian menyadari kehadiran Halilintar dan memanggilnya. Mari kita sebut saja dia Taufan, salah satu teman Halilintar yang paling dekat dengannya.

"... Gua bangun agak telat tadi. By the way, ngapain kalian? Ngobrol di tengah lorong gini, ganggu orang lewat." Halilintar menghampiri teman-temannya itu dan bertanya, yang langsung dijawab bukan oleh Taufan, melainkan temannya yang bernama Thorn. "Ini, tadi, kak Blaze nyeritain soal dia kemarin pergi ke perpus terus diganggu sama penunggu di sana."

Halilintar langsung mengangkat satu alisnya begitu mendengarnya, menatap kelima temannya itu heran. "Serius? Kalian udah gede masih percaya sama yang begituan?"

"Tau, tuh, si Blaze. Ada-ada aja ngarangnya. Lancar banget. Lama-lama bisa jadi pengarang novel dia." Ucap pemuda bernama Ice.

Yang bernama Blaze kemudian menyahut tak terima, "heh, gua gak ngarang, ya! Beneran, sumpah! Gua kemaren ke perpus gara-gara disuruh guru buat pinjem kamus, tapi malah diganggu sama setan, cok! Terus, tadi lo kayak percaya sama gua, kenapa sekarang malah ngomong gitu?"

"Udah, udah. Kalian gak mau pergi ke kelas? Bentar lagi bel, loh." Lerai salah satu dari mereka. Dia adalah Gempa, yang sikapnya paling dewasa diantara mereka.

"Eh, iya, gua baru inget! Gua belum ngerjain PR fisika! Waduh, mana jam pertama lagi. Gua duluan, ya!" Blaze kemudian beranjak pergi, tak lupa ia menarik tangan Ice yang hanya memutarkan bola matanya kesal.

Blaze dan Ice berada di kelas yang sama, karena itu Blaze menariknya supaya ikut. Sang empu hanya menurut saja karena terlalu malas.

Halilintar dan temannya yang tersisa hanya menatap kepergian mereka berdua, sebelum akhirnya Taufan membuka suara. "Udahlah, ayo ke kelas masing-masing. Bareng 'yuk, Hali, Gem." Ajak Taufan, mengingat dirinya dan Halilintar yang memang sekelas.

Gempa? Dia kelas duabelas juga, sama seperti Halilintar dan Taufan. Hanya saja ia beda kelas. Tapi kelas mereka bersebelahan, karena itu Taufan mengajaknya.

The Mysterious Ghost [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang