prologue

31 13 3
                                    

Sekolah adalah kenangan terindah dalam masa menuju dewasa. Ya, itu pikiran dari beberapa orang. Aku—Are Makherza—tidak pernah memikirkan tentang masa sekolah lagi. Sebab di situ, aku menjadi orang paling sengsara seumur hidupku.

Bayang-bayang masa lalu—masa di mana aku dirundung, dikucilkan, bahkan sampai dituduh pembunuh. Lama sekali aku tidak bertemu dengan orang-orang yang membuatku trauma berkepanjangan. Hingga saat ini, aku tidak tahu menahu tentang orang-orang itu. Entah mereka hidup bahagia tanpa penuh penyesalan, hidup dengan diiringi bayang-bayang kebodohan yang pernah mereka lakukan, entah sudah mendapat karma, atau mati sekali pun, aku sama sekali tidak tahu.

Sekarang, mereka semua sudah tidak penting menurutku. Kini aku harus melaksanakan hidup dengan tenang tanpa memikirkan para hama yang pernah mengusik hidupku.

Aku harus tenang.

Tenang....

Tenang....

Argh!

"Hahaha! Lihat dia! Begitu menyedihkan yang wajah memelas itu!"

Suara tawa terus menggema di kepalaku. Oh! Ayolah! Aku harus melupakan semua itu! Aku tidak boleh hidup dalam kesengsaraan penuh penderitaan, trauma, dan bayang-bayang orang yang memiliki SDM rendah dan bodoh.

Kumohon....

Jangan.... Jangan.... Jangan mengusik pikiranku! Pergi kalian! Pergi!

Obat yang kusimpan di nakas langsung kutenggak dengan kuat tanpa meminum air. Waktunya tidak pas jika aku harus pergi mengambil air minum.

Semenjak kejadian di masa lampau, aku tidak pernah merasa hidupku tenang, aku tidak pernah merasa bahagia, aku tidak pernah bisa melupakan semua itu.

Kuharap ini semua berakhir. Aku berharap aku mati. Aku berharap orang-orang yang mengusikku hidup dalam kesengsaraan. Aku tidak rela jika hidupku sengsara, sementara mereka hidup dalam kebahagiaan dunia. Aku harap Tuhan membalas semua kelakuan mereka.

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang