Hallo selamat datang di Karya Pertamaku.
Sebelumnya kita kenalan dulu ya hehe, kalian bisa panggil aku Chan.
Aku menggunakan beberapa sosial media yang bisa digunakan untuk kita saling berkomunikasi, salah satunya Instagram.
Nama Instagram ku : @edlwss2411_Oke terimakasih sudah meluangkan waktunya dengan mampir ke lapak ini.
🌹Happy Reading 🌹
"Kisah ini kugenggam erat di benakku, namun aku tak kuat menyimpannya sendiri dan akan ku utarakan pada dunia ini agar mereka tahu bahwa ini merupakan cerita tentang kamu; yang berhasil menguasai isi pikiranku."
*_MEJA 13_*
Bruk.Tubuh itu tersungkur, matanya perih karena terkena rintikan hujan yang mulai deras, bahkan bajunya basah kuyup, motor Scoopy yang ia naiki kini malah ambruk di pinggiran kota.
"Aduh! hujan semakin deras, kenapa harus ada batu di tengah jalan, membuat orang jatuh saja!" Ia menggerutu sembari mengangkat sepeda motornya yang baru terjatuh karena melindas batu besar.
Setelah urusan motornya selesai, ia segera memasuki coffee shop yang kebetulan ada di seberang jalan. Kalau tidak salah nama jalannya, Jalan Retorika. Terlihat di papan jalan perempatan disana yang terpampang jelas.
Gadis itu segera membalut tubuhnya dengan jaket yang ada di dalam ransel hijau toskanya. Mengambil handphone dan mencoba menghubungi seseorang disana.
Telepon itu berdering, dan terdengar suara dari dalam sana.
"Seperti biasa, Meja 13". Ucap gadis itu dengan tangan yang sedikit menggigil bahkan giginya bergemelatuk.
"Baik Nona, Vanilla Latte dan Capuccino Cream Brulee ya?"
"Iya betul, terimakasih!"
Telepon itu terputus, mata belo gadis itu menelisik setiap inci tempat dimana ia berada sekarang, walau tubuhnya yang mungkin sudah bergetar hebat karena hawa dingin, suasana yang nyaman dari tempatnya berada saat ini membuatnya lupa akan hawa dingin yang datang itu.
Setelah beberapa menit mengamati, sebuah tangan yang datang dari arah samping kanan merombak perhatiannya, kini perhatian gadis itu mengarah pada Barista disana.
"Pesanan meja 13, sudah jadi!" Barista itu tersenyum dan kembali berucap. "Ada lagi yang mau dipesan?" Tanyanya ramah.
Kiranie Savana Widhibrata, atau orang biasa memanggilnya dengan sebutan, Kiran. Ia kembali tersenyum manis dan menggeleng pelan. "Tidak, ini sudah cukup".
Tangan itu segera mengambil secangkir vanilla latte disana, menyeruput nya dengan perasaan yang benar-benar puas, karena rasa khas Coffee shop di sini tidak pernah berubah. Tepat, dan sesuai takaran. Namun, atensi matanya kembali menoleh kala sebuah juluran tangan mengarah padanya.
Dan tiba-tiba saja...
"Salam kenal, Bumantara".
🌹🌹🌹
"Kalau aku bilang tidak mau, ya berarti tidak mau!" Kiran menahan suaranya yang mulai menggeram, ia melemparkan jaketnya tepat di wajah Jenggala dengan sangat keras. "Jangan mengekangku!"
Dengan perasaan campur aduk Kiran hanya bisa melakukan ini saja, Marah. Semua yang dilakukan Jenggala terhadapnya sudah kelewat batas, semua yang ia lakukan harus berdasarkan peraturan dan perintah pria brengsek itu.
Ia menatap mata Jenggala yang sudah menatapnya tajam, "Kalau aku mau mengakhiri ini aku hanya perlu memutuskan sepihak, persetan dengan Ayahku!"
Jenggala yang tak kenal kata menyerah hanya tersenyum sinis, memandangi wajah gadis yang baru saja memberontak, sebaik apapun Kiran berusaha untuk menjauhinya, semua hanya akan sia-sia. Dia tinggal pulang, dan melapor, maka, Kiran akan diam tak berkutik lagi.
"Kurang ajar!" Teriak pria itu dengan meninju meja kantin, bahkan urat lehernya tampak jelas disana, membuat kantin riuh oleh beberapa orang yang sedang melaksanakan makan siang disana. "Berani sekali kamu bicara begitu, kamu pikir kamu akan bebas begitu saja dariku?!"
"Tentu aku akan bebas, kamu itu kasar, andai kamu baik seperti Bum—
—BUMANTARA, BUMANTARA, DAN TERUS BUMANTARA. BISA TIDAK KENDALIKAN NAMA ITU, TIDAK USAH DISEBUT TERUS!"
Dalam hitungan detik amarah itu melonjak naik, wajah pria disana tampak sudah sangat memerah, bahkan tangannya ikut terkepal kuat. Layaknya seekor singa yang akan memangsa.
Kiran menutup matanya sekejap, dengan nafas yang tertahan, kemudian perlahan membuka matanya kembali. "Aku sudah jengah, mulai sekarang jangan hubungi aku lagi!" Lontar Kiran tepat saat itu juga.
Sebelum gadis itu beranjak pergi tangannya lebih dulu di cekal erat, membuatnya merintih kesakitan. Rasanya tangannya akan putus sebentar lagi, aliran darah pun sepertinya berhenti di pergelangan tangannya. Ia berusaha meninju-ninju cekalan dari Jenggala, Namun, semuanya hanya bagai angin lewat, tak ada gunanya.
Pria itu meraih pinggang Kiran, menariknya mendekat kearahnya hingga wajah mereka terpaut hanya 5 cm saja. Jenggala kemudian berbisik di telinga gadis itu. "Kalau kamu pergi, semua akan terasa semakin seru lagi, Kiran, karena Bumantara akan merasakan akibatnya."
"Lepaskan!" Kiran berusaha memberontak sekuat tenaganya, tapi tangannya di kunci dengan erat oleh Jenggala. "Cinta yang dipaksakan tidak pernah kekal, belajarlah dewasa Jenggala."
"Bisa saja kekal, tinggal tunggu waktunya kamu datang dan mengemis cinta padaku."
"Kiran!" Teriakan dari arah belakang membuat Kiran menoleh. Air matanya yang tadinya terbendung kian tumpah sudah.
"BUM!"
–
–
–
TBC.Cerita ini mengandung bahasa formal, maaf kalau gak ke jakselan ya guys😊 karena menurutku lebih enak menggunakannya bahasa formal ringan seperti ini, dan aku harap kalian suka. Love you💗
Udah ya hehe, jangan lupa vote dan komentar ya teman-teman.
Love you all again. 💝
Tunggu update an selanjutnya ya!!!
Ig : edlwss2411_
KAMU SEDANG MEMBACA
MEJA 13 : Glimpse Of Us
Teen Fiction[date : 27 Juli 2024] "Kiran kamu harus ingat. Mungkin kita memang tak lagi bersama hari ini. Tapi apakah kamu tau? Bagaimanapun sebuah rasa kehilangan itu terjadi, Tuhan akan selalu menyediakan cara untuk mengembalikannya, lagi. Entah dengan cara s...