Masa ujian penilaian tengah semester dua telah terselesaikan, saat ini sedang diadakan class meeting dengan dilaksanakannya lomba-lomba. Keadaan GOR lapangan mulai dipadati oleh siswa-siswi yang ingin menonton pertandingan sepakbola. Aini kini duduk sejajar dengan Dwi, ia kembali ke niat awalnya—untuk lebih dekat sama Dwi.
Sorak-sorai dari penonton menghiasi perjalanan pertandingan ini. Berbeda halnya dengan Royan, yang masih sibuk mengatur kegiatan. Cewek itu masih gelagapan, akhir-akhir ini ia sering memimpikan hal aneh. Semacam teror dan ancaman.
Karena memang ia gampang bosan, Aini menoleh kearah Dwi yang tengah terlihat gelisah itu. Ia ingin bertanya sekaligus ingin berbicara mengenai tentang waktu dulu ia pernah bilang ke Lidya—penasaran akan latar belakangnya Dwi.
"Wi, Lo pasti bosen disini 'kan???"
Seperti biasa, perempuan itu hanya merespon dengan anggukan kecil kepalanya. Karena memang irit sekali buat mengeluarkan sepatah katapun selain menjawab pertanyaan dari guru-gurunya.
"Mending lo ikut gua aja ke kelas. Ada yang ingin gua tanyakan beberapa hal," ujarnya sambil menyunggingkan seulas senyum.
Setelahnya mereka berdua turun dari GOR dan berjalan menuju ke kelas yang masih sepi, tibalah mereka didalam. Tak lupa pintu ditutup agar pembicaraan diantara mereka tidak didengar oleh orang lain dari luar. Dwi masih tertunduk sambil memainkan jari jemari nya, melihat perubahan Dwi, Aini mulai langsung ke topik nya.
"Gua mau tanya, lo dulu berasal dari pesantren mana?" tanyanya dengan nada yang serius.
"Aku dari pesantren..." Bibirnya terasa kaku untuk menjawab pertanyaan tersebut, ia tak ingin memberi tahu dari pesantren mana ia berasal. Karena memang dari pihak keluarga nya tidak mengizinkan untuk membocorkan.
"Maaf nggak bisa ...," ucapnya dibarengi dengan bangkit dari tempat duduknya kemudian melangkah pergi dari kelas.
****
Di lorong sekolah tak sengaja Eka yang sedang ingin ke kelas untuk mengambil botol minum, berpapasan dengan Dwi yang berjalan tergesa-gesa dengan arah pandang menghadap ke bawah. Entah apa yang terjadi, tibalah ia didalam kelas dan matanya menangkap Aini yang terlihat kebingungan itu-persis dengan Dwi yang ia temui.
"Woi, kesurupan ntar!" bentak Eka sambil membuka tasnya.
Mendengar teriakkan Eka membuat ia tersentak lalu menatap sinis. Ingin sekali ia mengambil tasnya kemudian melempar kearah anak itu.
"Sialan lo! Gua kira lo setan bangsat!!!"
Eka hanya cekikikan setelah melihat wajahnya Aini yang sedang marah-marah karena ulahnya sendiri. Terlihat lucu menurut kata hatinya, ia yang penasaran lantas menghampirinya untuk menanyakan apa yang sedang ia pikirkan.
"Tumben dikelas? Nggak ke GOR???"
"Lagi males aja gua," ujarnya dengan nada lemas.
Karena dari tadi Eka menyadari ada hal yang tidak beres, ia segera menanyakan kepada Aini. Toh, siapa tau ia dapat membantu-hitung-hitung ingin menambah kedekatan dengan Aini.
"Lo ada masalah?" Kali ini Eka duduk di bangku yang berada didepan, hadap-hadapan dengan Aini.
Sudah saatnya ia memberi tahu tentang apa yang ia pikirkan, sebab ia tau kalau Eka pasti bakal membantu mencari tahu tentang latar belakangnya Dwi.
Aini menghela nafas terlebih dahulu sebelum menjawab.
"Lo tau tentang Dwi, nggak?"Alisnya Eka berkerut setelah mendengar pertanyaannya Aini. Jarang-jarang cewek yang sedang diajak ngobrol sekarang mengurusi kehidupan orang lain. Biasanya Aini tidak ingin meribetkan pikirannya hanya masalah seperti ini.
"Enggak lah, lo tau sendiri 'kan kalo gua nggak pernah ngobrol sepatah katapun sama dia," jelasnya, sambil mengamati mimik wajahnya Aini yang terlihat gusar itu.
"Udahlah lupakan. Biar gua aja yang nyari data-data tentang dia." Setelah mengatakan itu Aini pergi keluar meninggalkan Eka yang sedang sendiri untuk menenangkan pikirannya.
***
Suasana sedang ricuh di kepalanya. Ia memutuskan untuk berdiam diri didepan balkon jendela kamarnya, sembari membiarkan angin malam menerpa wajahnya yang terlihat cantik malam ini. Terlihat juga langit sedang cerah dengan rasi bintang yang nampak dari kejauhan, akan tetapi batinnya tak secerah malam ini.
Suara ponsel yang ia letakkan di kasur tiba-tiba berdering, menandakan ada yang mengirimkan pesan. Biasanya masuk tengah malam tidak ada pesan yang masuk, dengan rasa penasarannya ia pun mengambil ponselnya—ternyata nomor itu pesan dari Royan, yang sedang memberikan informasi.
"Gua tau lo lagi butuh jawaban 'kan? Mengenai apa yang lo inginkan?" ucapnya dengan ketikan yang menggantung.
Setelah didiamkan beberapa menit, Royan mengirimkan sebuah file yang berbentuk dokumen. Jari-jari tangannya yang sudah gatal itu pun langsung membuka halaman. Terdapat informasi singkat yang dikirimkan Royan.
Isi dari informasi itu adalah tentang dimana Dwi tinggal serta latar belakangnya. Sebelum Dwi pindah ia disekolahkan disalah satu pesantren yang tergolong tua—pesantren pedalaman tepatnya oleh orang tuanya. Ia anak tunggal tanpa diberi seorang adik, selanjutnya ia keluar dari pesantren itu dan pindah sekolah negeri bersama pakdenya. Alasan pindah yang Royan tau, ia ingin mengejar materi yang belum ia pernah pelajari.
Namun alasan itu tak dipercayai Royan. Tangannya Aini kini beralih ketempat pencarian, yang dimana ia akan mensearching tentang pesantren yang dimaksud Royan itu. Setelah membaca artikel, terdapat kontra yang terjadi disana— salah satunya tentang kesurupan massal yang terkadang membuat para santri wati ketakutan.
***
Hari ini mungkin yang ditunggu para siswa, hari dimana semua siswa akan mengetahui peringkat dari hasil ujian penilaian tengah semester 2 kemarin. Disini hanya diberi tahu rangking nya saja, untuk rapot akan diumumkan waktu kenaikan kelas 12. Mungkin beberapa orang akan terlihat tenang karena ia tau bakal rangking berapa.
"Baiklah anak-anak, kali ini saya ingin memberi tahu tentang rangking dari hasil ujian kemarin. Sungguh kejutan sekali hasilnya," ujar Bu Lindarti dengan senyum khasnya itu.
"Saya tidak menyangka bahwa peringkat pertamanya bukan Royan lagi, tapi peringkat pertamanya adalah anak perempuan."
Sederet bangku pojok yang berada disebelah kanan seketika menoleh kearah Royan, ia mengeryitkan alisnya. Ia masih penasaran dengan anak perempuan yang dimaksud Bu Lindarti tersebut.
"Tenang bro, gua yakin anak perempuan itu si Dinanti atau nggak Lidya? Toh mereka juga layak bukan?" Eka bersuara, ia hanya ingin menenangkan sahabatnya itu dari rasa gelisahnya.
Kelas kali ini hening sekali, hanya terdengar suara berisik dari arah kantin—Ya, memang dekat kantin dengan melangkah kebelakang. Mereka bersiap memasang telinganya agar tau rangking masing-masing.
"Rangking pertama yaitu Dwi Ramdani...," sahutnya hingga mengucapkan rangking terakhir.
Royan yang mendengar itu, secara langsung hanya meringis sambil menerima dengan lapang dada. Namun setelah dilihat-lihat, raut wajah Dwi seperti tertekan namun disembunyikan oleh senyumannya? Dan dibawah meja pun kakinya terus bergerak seperti ada yang membuat ia tidak nyaman.
Gua yakin, gua sangat yakin kalo ini bukanlah hal yang biasa dalam hidup gua. Meskipun gua tau ini ulah siapa.
"Eh, nama lo nggak dirangking satu lagi nih wkwkwk," gurau El dengan gelak tawanya.
"Gua nggak nyangka kalo murid pindahan itu memang pintar." Saat Rafi mengatakan itu, Aini beralih menatap Dwi secara saksama. Ia merasakan ada hal aneh memang. Matanya melihat gerak-gerik Dwi yang terlihat resah.
Ada satu hal, yang jelas ada sesuatu yang ditutupi. batinnya terus dalam hati.
TBC
*
*
*
![](https://img.wattpad.com/cover/362871450-288-k834695.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGGAL (cerpen)
Horror[END] [CERPEN HOROR•MISTERI] Hal yang aneh terjadi disaat murid baru itu pindah disekolah barunya. tidak ada yang tau seluk beluknya murid baru tersebut karena sangat tertutup, semester selanjutnya hal yang mengejutkan terjadi. "TEMANMU SUDAH TIADA...