01. hanya moza

1 1 0
                                    

"ini abi kyai, anak saya. maaf baru bawa anak saya kesini," ujar rafi dengan menunduk. disini mereka berada di rumah kyai---orang yang mempunyai pesantren besar ini.

abi hanya memalingkan pandangan ke samping, dengan berdecak pelan. sedari tadi ayahnya itu sibuk membicarakan dirinya. entahlah abi hanya mendengarnya samar, ia hanya sibuk melihat ke luar dengan tatapan kosong, pikirannya saat ini hanya moza. sial, cewek itu terus saja berkeliling di otaknya.

moza. perempuan itu sederhana, senyumannya selalu mengembang. dengan segala keceriaan moza berhasil membuat abi sadar, bahwa moza sangat berharga. abi dulu pernah berjanji, bahwa ia akan selalu bersama moza, bahkan dulu abi pernah berjanji kuliah bareng-bareng dengan moza. 

tapi sekarang, ia brengsek. meninggalkan moza di tengah janjinya yang akan selalu ada bersama moza.

"maaf sebelumnya, tapi kamu belum lupa kan dengan yang janji dulu?"

janji? janji apa itu? alisnya mengerut setelah kyai itu mulai membicarakan hal yang serius. pandangannya mulai mengarah kearah depan dengan tatapan datar.

"tidak. saya tidak akan lupa dengan janji itu, mungkin sebentar lagi saya akan menuntaskan janji itu pak kyai," ucap rafi. tatapannya tiba-tiba menghunus kearah abi yang diam.

pak kyai bernama husen itu mengangguk pelan, kemudian ia mulai menatap seseorang yang duduk tak jauh dari tempatnya, lalu tersenyum penuh arti.

abi. menatap heran. kenapa semua orang yang ada disini menatapnya? tatapannya pun penuh arti. ia menaikkan sebelah alisnya seolah-olah bertanya ' ada apa'.

"nanti ayah beritahu, tapi bukan sekarang abi. setelah kamu udah lama menetap disini baru ayah kasih tau." rafi menjelaskan dengan tegas.

keadaan disini menjadi lebih canggung saat seorang wanita berhijab datang diantara mereka, dengan membawakan mampan berisi kopi. di lihat dari penampilannya, ia wanita alim yang taat agama. bahkan, seluruh tubuhnya di tutupi gamis panjang yang tidak memperlihatkan sedikit pun kulit yang terlihat. wajahnya pun di tutupi cadar. sudah menjadi wanita tarim saja.

"liat bi, cantik banget, beda jauh ama si moza-moza itu," ucap seseorang yang di ketahui abang sepupunya abi, sambil menatap kagum perempuan hijab itu.

abi hanya memperlihatkannya malas, ia hanya rindu moza saja. jadi, mau wanita secantik apapun yang mendekatinya kalau moza sudah berada di hatinya, orang cantik itu bisa apa?

"bacot! moza lebih segalanya," ujarnya dengan menatap malas sepupunya itu. enak saja, moza tidak akan pernah tergantikan oleh apapun, mau se sholeh apapun gadis itu, moza segala-galanya, dunianya, tawanya, bahkan sumber bahagianya juga.

"alah bucin lo, awas aja kalau gue denger kata putus diantara kalian, pasti gue nih yang paling ketawa kenceng, HHAA," Zizan itu tertawa garing sambil meratapi begitu bucin nya sepupunya itu.

abi berdecak kasar, ia paling tidak suka kalau zizan sudah membahas hubungannya dengan moza.

"nggak ada kata putus, orang kita bakal nikah kok," jawabnya tak kalah sewot, dengan mata tajamnya.

zizan yang di ketahui sepupunya abi pun hanya tertawa pelan, padahal tidak ada hal yang lucu, ini nih terbawa sifatnya yang humoris, humoris ke orang-orang emang baik, tapi Zizan satu ini di ketahui playboy cap kaki tiga. selalu friendly mengenai perempuan, makannya tadi ada cewek cantik, langsung mengerjap-ngerjap.

"emang eak sampe nikah? gini bi denger ya, kata pepatah dulu orang sering bilang, jangan terlalu bucin di awal, nanti kecewa mah di akhir, gitu bi."

abi menoleh ke samping, tempat sepupunya itu berada, zizan cowok itu hanya cengengesan di tempat saat melihat tatapan elangnya.

cinta kita berakhir di pesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang