BAB 10: CAMPING II

355 25 11
                                    

Suasana mendadak hening. Teman-temannya yang semula bersorak sekarang ikut terdiam. Julia tidak tahu mereka ingin mendengar jawabannya atau ikut terpesona?

Pikirannya memastikan jawaban yang tak menimbulkan spekulasi. Namun belum sempat bibirnya terbuka, Grace datang mencuri perhatian. Julia tidak tahu harus berterimakasih atau mencubit sahabatnya ini. Dia berkata sudah waktunya tim kedua memanggang.

"Huh, pengganggu." Celoteh Jarvis yang kemudian mendapat satu pukulan ringan dari Irene.

Kali ini kesenangan Jarvis terhentikan tapi Julia masih curiga dia membiarkannya lolos begitu saja. Julia tahu jika dirinya lengah maka Jarvis akan mengganggunya lagi. Sebelum bergegas, Julia melirik singkat pada pria pendiam yang berdiri mengabaikan apapun di sekelilingnya seolah bukan dia yang memperkeruh suasana hati Julia.

Sekarang Julia, Evan dan Davis bekerja di satu pemanggang sedangkan Alan, Jarvis dan Irene di pemanggang lainnya. Dua alat pemanggang tinggi yang dibariskan sejajar mengharuskan mereka berdiri. Awalnya satu persatu fokus menyusun daging dan ikan, tapi ketika mulai memanggang, mulut Jarvis mulai berkotek lagi.

"Kita lanjutkan sesi kedua setelah ini."

Julia mencibir sedangkan Evan berdecak. Dia tak ingin lagi memainkan permainan konyol itu. Pertanyaan terakhir masih menggantung, walau begitu Julia sangat tidak berkenan menjawabnya. Lagipula apa yang Alan pikirkan dengan mengajukan pertanyaan ambigu itu? Dia seharusnya tahu Julia tidak begitu menyukainya.

"Sebaiknya jangan," kata Davis mewakili perasaan Julia.

"Kenapa?"

"Lebih baik menikmati makanan sambil mengelilingi api unggun bersama gitar. Bagaimana menurut kalian?" tanya Davis.

"Setuju." Irene menyelamatkannya.

"Kedengarannya menyenangkan," jawab Julia.

Jarvis mendesah. "Membosankan."

Semuanya mengabaikan keluhan Jarvis dan kembali pada pekerjaan di tangan. Memanggang ternyata bukan perkara mudah. Julia berulang kali menghembus untuk memadamkan api yang terkadang menyala dan terkadang juga menghidupkan bara api yang meredup. Sepanjang usahanya memanggang, dua pria di sampingnya benar-benar hanya tahu memeriahkan suasana.

Julia terus tertawa apalagi melihat Evan yang tidak terlalu mahir membalikkan ikan. Dia terus membantu kedua pria di sampingnya supaya tidak mengacaukan masakan. Di detik itu Julia paham bahwa Evan dan Davis benar-benar keturunan orang tua tajir yang hanya tahu makan.

Matanya sempat melirik ke samping dimana Alan bekerja dengan sangat rapi. Julia sedikit takjub sebab Alan tidak buruk seperti timnya. Irene juga terlihat santai mengurus panggangannya. Keadaan itu berbanding terbalik dengan timnya. Julia menghembuskan napas panjang. Dirinya akan dibunuh tim pertama jika makanannya gosong.

"Sini biar kubantu." Julia mengajarkan cara membalik ikannya dengan memegang tangan Evan. "Begini cara yang benar."

"Ooo." Evan mengangguk-angguk.

"Hoy! Ini bukan waktunya bermesraan." Keluh Jarvis dari sisi sebelah. Julia menjulurkan lidah meledek Jarvis sebelum kembali fokus pada Evan.

"Ciptakan dunia romantismu sendiri." Gurau Evan penuh kemenangan.

Jarvis melirik singkat pada Alan yang sedang fokus pada panggangannya. "Aku takut mati jika berani membiarkan yang satu ini kesepian."

Alan yang masih tidak menoleh sedikitpun tahu siapa yang sedang dibicarakan Jarvis. "Tutup mulutmu sebelum aku menyodorkan bara api ini ke sana."

Jarvis langsung sigap menutup mulutnya. Julia dan Irene menertawakannya sedangkan Davis mendesah lesu. "Seharusnya aku membawa pasangan."

"Bro, jangan terlalu dramatis." Timpal Evan.

I'm in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang