Sepulang sekolah Rini bergegas langsung pulang ke rumahnya, setelah memastikan Bulan sudah balik dengan supir pribadinya.
Langkahnya terhenti saat di depan gerbang rumah nya, dia melihat mobil yang sangat dikenalnya terparkir di halaman rumahnya.
Rini pun segera berlari ke dalam rumahnya, takut terjadi sesuatu dengan mamanya.
Plakkk....
"Apa maksudnya semua ini mas?" Teriak Santi mamanya Rini setelah menampar Bagas.
Bagas yang sudah tersulut emosi pun memukul kembali mamanya Rini dan memukulkan kepala Santi ke tembok.
"Itu balasan karena kamu sudah mulai berani kepadaku," ucap Bagas sambil mencengkeram kedua pipinya Santi dengan kuat.
MAMAA," Rini yang melihat mamanya diperlakukan seperti itu oleh ayahnya pun segera menghampiri mamanya dan melepaskan mamanya dari cengkeraman ayahnya sendiri.
"Ayah apa-apaan sih, kasihan mama kalau ayah pulang hanya bikin masalah lebih baik ayah gak usah pulang aja sekalian, lebih baik Rini gak punya ayah daripada punya ayah ringan tangan kayak ayah," ucap Rini mengeluarkan unek-unek nya sambil tak kuasa menahan tangisnya lagi.
"Eh, anak kecil gak usah ikut campur, kamu tuh gak tau apa-apa mamamu ini emang pantas diginiin siapa suruh dia berani melawan ayah, kamu pun akan mendapatkan hal yang sama jika kamu berani melawan ayah," Ucap Bagas sambil berlalu dari hadapan istri dan anaknya.
Rini putri Sadewa lahir dari Bagas Sadewa dan Santi permata sari, kehidupan keluarga mereka berubah semenjak Bagas ketahuan selingkuh dengan sekretaris nya sendiri di kantor, Bagas jadi suka marah-marah dan juga jadi ringan tangan terhadap Rini dan juga mamanya.
Sudah ada berapa lama ini Bagas tidak pulang ke rumah, tidak tau kenapa hari ini dia pulang kembali ke rumah walaupun cuman sebentar, inilah kehidupan Rini yang sebenarnya jauh dari kata sempurna namun banyak orang yang selalu menganggap bahwa Rini itu hidupnya selalu bahagia tidak ada masalah, padahal kenyataan nya tidak begitu.
"Mama, kepala mama Rini obatin dulu sini," Rini pun membawa mamanya yang masih saja menangis duduk di sofa dan Rini pun segera mengambil kota p3k.
"Mah, ayah jahat banget ya dia kok tega kayak gitu sama kita," Sambil mengobati mamanya Rini mengeluarkan unek-unek nya selama ini yang dia pendam.
"Hustt...gak boleh kayak gitu Rini mau bagaimana pun dia tetap ayah kamu jalan menuju surga itu melewati ayah, jadi gak boleh ngomong kayak gitu tentang ayah ya," Mamanya Rini memberikan nasihat kepada putri satu-satunya itu.
"Tapi ma, seorang ayah yang sudah menelantarkan dan memukul anak dan istrinya sendiri apa masih pantas buat dihormati? Lagian juga ma surgaku itu mama bukan di."
"Ingat ya Rini jalan menuju surgamu juga melalui ayah karena mau bagaimanapun dia tetap ayah kamu, tidak ada yang namanya mantan ayah nak, mama gak mau melihat Rini membenci ayahnya sendiri ya," Mamanya Rini pun memegang tangan Rini dan mengelus kepalanya.
"Enggak ma, aku benci ayah karena dia mama jadi kayak gitu, orang kayak gitu gak pantas buat dapat kebaikan mama," Setelah Rini bilang kayak gitu pun Rini langsung meninggalkan mamanya sendiri yang sudah berlinang air mata mendengar anaknya sendiri membenci ayahnya.
"Maafin ayah dan mama Rin kalau bukan karena keegoisan dari kami, mungkin kamu tidak akan mengalami hal seperti ini, ayahmu emang bersalah tapi mau bagaimanapun dia tetap ayahmu sendiri tidak ada seorang ibu yang rela melihat anaknya membenci ayahnya sendiri," monolog mamanya Rini sebelum akhirnya dia pun pergi ke kamarnya.
Sementara itu Rini yang sedang berada di kamarnya menangis tersedu-sedu sambil memukul-mukul bantal dan menutup wajahnya dengan bantal supaya suara tangisnya tidak sampai terdengar ke kamar mamanya.
Setelah reda tangisnya Rini pun mengambil pigura foto keluarganya dulu sebelum menjadi hancur seperti sekarang.
"Gak pernah menyangka aku yah, ayah yang dulunya selalu aku bangga-banggain di depan teman-teman ku, ayah yang selalu menjadi pahlawan ku dan ayah yang selalu tidak pernah mau melihat putri kecilnya ini terluka, ternyata menorehkan luka yang paling dalam buat putri kecilnya ini, aku kecewa sama ayah kenapa ayah tega melakukan itu sama aku dan mama,"monolog Rini sambil mengelus pigura foto keluarga nya yang masih lengkap.
"Argghhh..." Teriak Rini sambil melemparkan pigura foto itu ke dinding hingga piguranya pecah tak terbentuk lagi yang tersisa hanya fotonya saja.
Rini sudah tidak peduli lagi kalau teriakan nya sampai kedengaran ke mamanya yang terpenting dia bisa meluapkan emosinya yang mendalam, Setelah puas menangis Rini pun tertidur dan berharap besok akan menjadi lebih baik.
**********************************
Keesokan harinya Rini bangun pagi seperti biasa langsung bersiap-siap mengenakan seragam sekolah dengan menampilkan senyuman terbaiknya dan berharap hari ini akan jauh lebih baik.Namun apa yang diharapkan Rini tidak terwujud, setelah turun untuk sarapan orang yang paling dibenci ternyata sedang ada di ruang makan, sarapan tanpa merasa malu setelah apa yang dilakukan nya tadi malam.
"Ngapain ayah di sini? Di rumah selingkuhan nya gak dikasih makan ya sampai harus makan di sini," Sindir Rini sambil berjalan santai menuju meja makan.
Fyi Rini bicara seperti tadi itu saat di depan tangga lantai kamarnya yang emang tangganya dekat dengan ruang makan.
"Jaga bicaramu Rini, gini ajaran mamamu selama ini untuk tidak menghormati ayahmu sendiri," Ucap Bagas sambil menunjuk-nunjuk ke arah Rini.
"Jangan pernah menyalahkan mamaku, dia tidak pernah mengajarkanku seperti ini tapi ini semua karena salah Anda sendiri jadi jangan pernah menyalahkan mamaku, Anda paham?" Rini bahkan sudah mengganti panggilan ayah menjadi anda saking bencinya dia sama ayahnya sendiri.
"Aku ini ayahmu Rini tidak sepatutnya kamu bicara kayak gitu sama ayah," Bagas tidak terima dibilang seperti itu oleh anaknya sendiri, emosinya yang menggebu membuat urat-urat lehernya keluar.
"Sejak ayahku ketauan selingkuh aku sudah tidak punya ayah lagi, aku sudah anggap ayah aku MATI." Ucap Rini sambil menekankan kata mati.
Plakkkk....
Bunyi tamparan yang keras menggema di meja makan itu, ya Bagas sudah menampar Rini putri kecilnya dulu, tamparan yang keras sampai membuat kepala Rini tertoleh ke samping dan terlihat lebam di area pipinya.
"MAS CUKUP, sudah cukup mas pukul aku saja jangan pukul putriku dan juga kalau mas datang ke sini cuman cari ribut mending mas pergi aja ke rumah selingkuhan mu sana," Ucap Santi sambil memeluk Rini.
"Argh gak mama gak anak sama aja bikin pusing terus," Setelah mengucapkan itu Bagas pun langsung pergi meninggalkan rumah itu kembali.
"Kamu gak papa kan Rin?" Santi terlihat begitu khawatir dengan keadaan putrinya itu.
"Rini gak papa kok ma, mama tenang aja ya kalau begitu Rini berangkat sekolah dulu ya ma," Ucap Rini sambil menyalami mamanya.
"Kamu gak mau sarapan dulu gitu atau gak biarkan mama mengobati lebam di pipimu?" Santi yang khawatir pun berusaha untuk menahan Rini sampai dirinya mau diobati oleh sang mama.
"Rini bisa makan di kantin kok ma tenang aja, untuk masalah lebam ini waktunya sudah gak keburu kalau harus diobati dulu ma daripada aku telat nantinya kan ma, aku malas di suruh ma kalau harus di suruh bersihkan toilet ma, sudah ya ma aku berangkat dulu dadahh mama," Ucap Rini dengan ceria seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya, sebelum dia pergi Rini sempat mencium pipi mamanya sebentar dan langsung berlari keluar rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimana Tuhan itu?
Teen FictionDimana Tuhan itu? Pertanyaan yang sering kali aku tanyakan pada diriku sendiri, kalau emang bener Tuhan itu ada kenapa Dia diam saja melihat anak kecil ini sakit dan menderita.