bab 10

992 14 2
                                    

Setelah menghabiskan sepanjang hari bersama Devan, Minju kini duduk di dalam mobil dalam perjalanan kembali ke Monsoon.

Di sampingnya, Devan tampak sangat sibuk, bahkan saat mereka melaju pulang, dia tidak menghentikan aktivitasnya di depan laptop.

"Devan," Minju memanggilnya, berharap mendapatkan perhatian.

"Hmm?" jawab Devan sambil mengeluarkan suara deheman.

Dengan nada yang penuh kesedihan, Minju mengungkapkan, "Aku tidak ingin pulang, di rumah aku merasa tidak bisa melakukan apa pun." Devan pun bertanya, "Lalu, kau mau ke mana?" "Terserah kamu," balas Minju.

Mendengar jawaban tersebut, Devan segera menutup laptopnya dan menatap Minju.

Dia mulai mengajukan beberapa opsi, "Bagaimana kalau ke mall?" tetapi Minju hanya menggelengkan kepala.

"Pasar malam?" tanyanya lagi, dan lagi-lagi Minju menggeleng.

"Taman bermain air?" tanya Devan, namun jawaban Minju tetap sama. Dengan sedikit kesal, Devan bertanya, "Lalu, kau mau ke mana?" "Terserah," jawab Minju, mendorong Devan semakin frustrasi.

"Aku menawarkan banyak pilihan, tapi kau menolak semuanya. Apa yang kau inginkan?" gerutu Devan.

"Kau sangat tidak peka," Minju membalas sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil.

Melihat Minju tidak merespons, Devan terpaksa diam, hingga mobil mereka akhirnya memasuki gerbang Monsoon.

Begitu mobil berhenti, Minju langsung keluar dan bergegas masuk ke dalam rumah, meninggalkan Devan yang bingung di belakang. "Seharusnya aku yang marah, kenapa dia yang seperti ini?" gumam Devan sambil mengikuti langkah Minju ke dalam rumah.

Saat Minju melintas, dia bertemu dengan Heyan yang sedang menunggu Devan, tetapi hanya melirik sekilas sebelum melanjutkan perjalanannya ke kamar.

Dengan suara keras, Minju menutup pintu kamarnya, mengejutkan Devan dan Heyan.

"Menyebalkan," keluh Minju sambil melemparkan boneka sapi ke segala arah, mengekspresikan kemarahannya.

Dia memukul dan menginjak boneka tersebut hingga kehilangan bentuknya.

Saat dia melanjutkan aksinya, suara panggilan "Nona" menghentikan semua kegiatan kekanak-kanakannya.

Minju segera duduk di kasur dan menjawab dengan nada kesal, "Ya." Ratih, pelayan setia Minju, memberitahu bahwa Devan ingin makan sore bersamanya.

"Bilang padanya aku sedang diet dan tidak mau makan," Minju menjawab dengan perasaan kesal .

"Tapi, nona—" Ratih mencoba membujuk, tetapi Minju tetap bersikeras.

Setelah Ratih pergi, Minju kembali melanjutkan emosinya dengan boneka sapi.

"Sial, sial, sial," umpatnya. Dalam keadaan emosional, dia tidak sadar tertidur di kamarnya yang berantakan.

Ketika Ratih ingin masuk dengan makanan, dia mendapati pintu terkunci. "Ada apa?" tanya Devan yang kebetulan lewat dan melihat Ratih yang cemas mengetuk pintu.

"Nona Minju tidak mau membuka pintu," jawab Ratih dengan khawatir. Mendengar itu, Devan langsung panik dan ikut mengetuk pintu.

"Minju, hei, buka!" serunya. Heyan, yang merasa terganggu, keluar dari kamarnya untuk menanyakan apa yang terjadi.

"Nona Minju tidak mau membuka pintu," Ratih menjelaskan dengan mata penuh kekhawatiran.

Heyan terdiam sejenak sebelum menyuruh Ratih untuk mengambil kunci cadangan.

Ratih segera berlari untuk mengambil kunci cadangan dan kembali dengan cepat.

Namun, Devan sudah lebih dulu mengambil kunci dan membuka pintu dengan tergesa-gesa.
Heyan mengikuti Devan yang panik masuk ke kamar.

"Minju!" seru Devan saat melihat Minju terbaring di kasur. Dia segera mendekat dan membalikkan tubuh Minju yang terbaring telungkup.

"Minju, hei, kau boleh marah, tapi jangan seperti ini," ucap Devan lembut sambil menepuk-nepuk pipi Minju.

Tersentak dari tidurnya, Minju membuka mata dan melihat Ratih, Devan, dan Heyan dengan tatapan bingung.

"Kalian?" tanyanya, kebingungan. "Kau baik-baik saja?" tanya Devan dengan khawatir. "Aku hanya tertidur," jawab Minju, membuat suasana menjadi hening seketika.

"Memangnya kenapa?" tanya Minju, tetapi Devan dan Heyan hanya pergi meninggalkannya, meninggalkan Minju bersama Ratih

. "Astaga, nona," Ratih menghela napas setelah terkejut dari situasi yang baru saja terjadi.

Minju, dengan ekspresi bingung di wajahnya, bertanya, "Apa yang sebenarnya terjadi pada Ratih?" Ratih kemudian menjelaskan dengan nada yang agak panik, "Nona Anda membuatku sangat cemas karena anda tidak mau membuka pintu meskipun saya sudah berteriak memanggilnya. Akhirnya, Tuan Devan datang dan ikut panik, khawatir jika ada sesuatu yang buruk menimpa anda"

Penjelasan itu membuat Minju tidak bisa menahan tawa. "Hahaha, padahal aku hanya tertidur lelap,"
Dengan rasa bahagia  Minju menggumam pelan setelah mendengar cerita Ratih, "tapi dia begitu khawatir akan diriku."

Di dalam hatinya, Minju merasakan kebahagiaan yang mendalam ketika menyadari betapa besar perhatian Devan terhadapnya.

Meskipun ia tidak bisa memastikan kapan perasaan ini muncul, satu hal yang jelas di benaknya adalah bahwa perasaan ini adalah cinta.

Dia merasa hangat dan senang setiap kali memikirkan bagaimana Devan peduli padanya, dan itu membuatnya merasakan sesuatu yang istimewa. Minju pun merenungkan betapa indahnya jika perasaan ini bisa terbalas, dan ia berharap Devan juga merasakan hal yang sama.

Author : malu gak tuh

Devan:gue dah panik jir gue kira dia minum obat

Nona Minju Penggoda Suaminya Sendiri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang