"Gimana, Bro, semalam? Si Claudia beneran masih virgin?" tanya Jonathan, salah seorang kawanku.
Kami tengah berkumpul di sebuah bar.
Seperti biasa, untuk melepas penat usai bekerja, aku dan beberapa kawan dekatku biasanya berkumpul di sebuah bar atau coffee shop untuk sekadar bertukar tawa dan cerita receh. Sesekali juga masih membahas soal pekerjaan. Kami berempat tidak hanya berkawan dekat, namun kami juga bekerja sama mendirikan sebuah perusahaan periklanan, dimana aku sebagai CEO perusahaan tersebut. Selain itu, aku juga memiliki tanggung jawab lain untuk mengelola bisnis milik ayah sambungku—Arsena Bhumika—Om Sena.
Dan malam ini, kebetulan kami berkumpul di sebuah bar. Kami duduk di sebuah meja di ujung ruangan ditemani berbagai jenis minuman. Aku yang tidak begitu menyukai minuman beralkohol, lebih memilih orange juice.
Dan Claudia yang dimaksud oleh Jonathan adalah Jemima. Claudia adalah nama panggung Jemima saat dia sedang bekerja di dunia malam.
"Yeah, she's still virgin, menurut pengakuannya."
"Maksud lo?" Jonathan, Dimas dan David bertanya serempak.
"Emang lo nggak jadi unboxing doi?" Jonathan kembali bertanya penuh rasa penasaran.
"Bukannya lo udah bayar ke Mami Fara?" Kali ini David yang bertanya padaku.
"Yup, gue emang udah bayar ke dia, tapi ada sesuatu hal yang bikin gue akhirnya nggak jadi pakai dia."
Ketiga pria yang nakalnya sama denganku ini saling berpandangan sebelum menyemburkan tawa secara bersamaan.
"Gokil, seorang Semeru Agung ternyata bisa kalah sama cewek macam Claudia. Lo jatuh cinta sama dia atau gimana, Bro? Sampai-sampai batal unboxing tuh cewek?" Jonathan terlihat sangat puas sekali meledekku.
"Badan dia lebam-lebam karena dipukuli ibu tirinya. Gue nggak mungkin tetap minta dilayani sama dia, sedangkan kondisi tubuh dia seperti itu," jelasku pada ketiga rekanku yang sejak tadi menatapku dengan penuh penasaran.
Mereka menyemburkan tawa puas sekali mendengar penjelasanku. Dan sejak malam itu, aku menjadi bulan-bulanan mereka bertiga karena secara tak langsung sudah mengasihani Claudia—Jemima.
....
Malam ini kuputuskan untuk pulang ke rumah, setelah dua minggu lamanya tidak menginjakkan kaki di kediaman orang tuaku. Orang tuaku masih lengkap, meski sudah tidak utuh lagi.
Papa kandungku—Papa Wisnu tinggal seorang diri, setelah berpisah dari Ibu sambungku—Handini. Sementara Mama Putik tinggal bersama Om Sena juga Alia.
Sejak sekitar umur enam tahun, aku tinggal berpindah-pindah. Kadang tinggal bersama Mama Putik atau Papa Wisnu. Namun, semakin aku beranjak dewasa, tepatnya ketika aku sudah masuk ke jenjang kuliah, kuputuskan untuk tinggal seorang diri di apartemen hingga sekarang aku sudah bekerja.
Seorang sekuriti membukakan pintu gerbang untukku begitu mobilku mendekat ke gerbang utama kediaman Om Sena. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih, lantas memarkirkan kendaraanku di belakang kendaraan milik adik tiriku—Inggita Alia Senabhumika.
Baru saja kuinjakkan kaki di teras, pintu utama terbuka dan muncullah Mama Putik yang segera menyambutku.
"Anak Mama." Mama menghambur memelukku. "Mama kangen sekali sama kamu, Nak," katanya sembari menangkup kedua pipiku.
"Eru juga kangen, Ma," sahutku menatap wanita di depanku dengan perasaan yang entah.
Aku memang menyayangi wanita ini, akan tetapi ada sebagian sisi hatiku yang lain yang juga membencinya. Kejadiannya memang sudah dua puluh tahun silam, namun semuanya masih terekam jelas di ingatanku. Dan karena kejadian itu lah, aku tak lagi memiliki keluarga yang utuh. Juga menimbulkan trauma yang membuatku tak mempercayai cinta dan pernikahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Mantan Wanita Penghibur
General FictionSpin off PENDOSA Semeru Agung tak percaya akan cinta dan pernikahan. Masa lalu kedua orang tuanya yang membuat Semeru mempercayai dua hal tersebut. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang gadis bermata sendu, bernama Jemima Waheed yang merubah sel...