8. Paket

92 10 25
                                    

Jemima

"Jesslyn belum pulang?"

Halim yang menghampiri gue di kelas bermain kemudian menatap gadis kecil menggemaskan ini bergantian. Karena jam segini, biasanya semua anak-anak udah pulang.

"Belum, Pak Guru. Miss Mima bilang, Mami bakal telat jemput Jesslyn."

Gue dan Halim udah berjanji untuk bersiap pulang, tadinya—karena motor gue masih di bengkel. Tapi, tepat sebelum jam pulang sekolah berakhir, Mami Jesslyn mengabari kalau beliau akan telat menjemput anaknya.

"Miss Mima, sebelumnya maaf banget karena saya jadi ngerepotin Miss."

"Saya bakal telat jemput Jesslyn, Miss. Jalan yang saya lewatin ada kecelakaan dan macet banget. Saya tolong jagain Jesslyn sampai saya dateng, ya, Miss?"

Bagian ini enggak apa, udah biasa terjadi juga. Toh enggak sedikit orang tua yang telat jemput anaknya dari sekolah.

"Sama saya minta tolong boleh Miss?"

"Jadi hari ini ada acara ulang tahun Eyangnya Jesslyn, tapi jamnya dimajuin. Jadi saya enggak ada pilihan dan terpaksa minta tolong antar kuenya ke sekolah."

"Tapi, karena ini macet banget, kemungkinan kuenya sampai duluan, Miss, maaf banget, ya."

Bagian ini agak lain memang. Tapi, gue enggak mempermasalahkannya. Karena ini juga terjadi karena di luar kehendak sehingga gue mengiyakan permintaannya beliau.

"Lo pulang duluan aja, Sir, gak apa. Gue bisa naik ojol atau minta jemput Dedek gue."

Halim terlihat berpikir, dia tampaknya enggan mengiyakan permintaan gue. Tapi, karena gue tahu setelah ini dia ada janji yang enggak bisa diundur, Halim akhirnya mengangguk setuju.

"Miss, Pak Guru, Jesslyn mau main perosotan, boleh?"

Gue dan Halim langsung kompak menggeleng tanpa jeda. Matahari udah mulai di tengah, jadi benar-benar udah mulai panas. Enggak mungkin gue dan Halim membiarkan anak kecil main siang bolong begini.

Halim membungkuk dari posisi duduk menyamakan tinggi tubuhnya dengan Jesslyn. "Cuacanya panas, Jesslyn. Nanti Jesslyn bisa sakit kalau main di tengah terik matahari. Jadi tetep di dalem aja, ya?" bujuk Halim.

Bocah kecil ini tanpa berpikir langsung menolak. Membuat gue dan Halim saling lempar pandangan.

"Jesslyn mau Miss rapiin rambutnya gak?"

Cuma itu yang terbesit di pikiran gue ketika melihat kunciran Jesslyn yang mulai berantakan.

"Mau! Jesslyn mau!"

Setidaknya minat Jesslyn untuk bermain perosotan teralihkan. Gue mulai merapikan half pony tail milik gadis kecil menggemaskan yang berantakan karena berlari-lari ketika istirahat tadi. Melihat Jesslyn yang menurut, Halim akhirnya bersiap untuk pulang.

"Kalau sakit bilang Miss, ya, Jesslyn."

"Alright, Miss."

Gue membuka kuncirannya, menyisir rambutnya sepelan mungkin supaya dia tidak kesakitan.

"Miss, gue balik, ya. Jesslyn, Pak Guru balik dulu, ya."

Dissonance: Contra SomniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang