5. Tak Sengaja

71 10 25
                                    

Jemima

"Maaf Mbak Mima, semua ojek dan taksi online untuk sementara waktu enggak boleh masuk sampai tahap peninjauan selesai. Soalnya kemarin ada kejadian kurang baik di sini."

Kenapa dari sekian banyak hari, drama antara driver ojol dengan komplek perumahan elit ini harus terjadi sekarang? Pas gue lagi enggak bawa motor kayak gini loh.

"Jadi gimana, Kak?" Abang ojol pun terlihat bingung mau menunggu gue atau enggak karena kita enghak bisa masuk. Sehingga gue mempersilakannya melanjutkan pekerjaan mencari penumpang lain.

"Saya turun sini aja, Mas. Makasih ya, Mas."

"Iya Kak, sama-sama."

Pak Syarif menatap gue enggak tega. Beliau adalah salah satu security di sebuah perumahan yang akan gue masuki ini untuk mengajar Shannon, murid les gue. Tapi, namanya juga pekerjaan Pak Syarif demikian, tugas tetaplah tugas yang harus dijalankan. Jadi gue enggak bisa memaksa Pak untuk tetap membiarkan gue lewat.

"Jadi yang boleh masuk apa, Pak?"

Bukannya gue enggak mau jalan kaki, tapi supaya bisa sampai ke rumah Shannon dari main gate perumahan ini, gue masih harus menempuh jarak kurang lebih dua kilometer. Bisa gempor gue jalan kaki astaga, kapan sampainya juga.

"Cuma bisa yang model blue bird doang, Mbak."

Gue mengangguk pasrah. Syukur-syukur masih ada kendaraan umum yang boleh masuk. Gue pun bisa keluar masuk menggunakan motor pribadi tanpa perlu meninggalkan KTP pun karena Mamanya Shannon memberikan gue kartu akses untuk masuk keluar perumahan.

Kalau besok gue cerita soal ini ke Halim, abis diketawain pasti karena gue menolak tawarannya yang ingin mengantarkan gue ke rumah Shannon.

"Mbak Mima motornya ke mana memang?"

"Lagi diservis, Pak," jawab gue lesuh.

Mau gue tinggal pulang, tapi Mamanya Shannon bilang besok Shannon ada ujian, gue jadi enggak tega. Mau gue telepon Mamanya Shannon gue tertahan di gerbang depan pun enggak bisa karena yang gue ingat, beliau bersama sang suami lagi di luar kota mengurus bisnisnya. Gue juga enggak enak hati merepotkan pemilik rumah walau gue yakin Mamanya Shannon pasti bakal minta supirnya untuk jemput gue.

"Yaudah kalau gitu Pak, saya coba pesen taksi dulu, ya."

Ini bukan masalah ongkos taksinya yang mahal, tapi jam-jam segini apalagi di daerah perumahan ini tuh agak susah memasan taksi.

Nah kan, apa gue bilang, daritadi cuma 'finding your nearby driver'. Gue yang sudah mulai pasrah udah siap-siap memesan taksi dengan cara konvesional seperti dulu kala, yakni langsung menelepon call center.

Namun, belum sempat gue melanjutkan niat menelepon call center taksi, berhentinya mobil sedan Lexus silver keabu-abuan ini cukup menyita perhatian gue.

Lo tahu apa yang lebih menyita perhatian gue selain mobil yang berhenti enggak jauh dari posisi gue? Sosok cowok yang sedang duduk di kursi kemudi ketika kaca mobil turun sepenuhnya.

"Selamat sore, Mas. Ada keperluan apa?" Pak Syarif langsung bertanya ketika melihat cowok itu menurunkan kaca mobil.

"Sore Pak, saya dari Metta Karuna Foundation ada keperluan monitoring. Ini surat terlampir untuk izin masuk."

Cowok berkaos putih dengan jaket chore warna khaki itu menyodorkan sebuah surat ke arah Pak Syarif. Dengan seksama Pak Syarif membaca izin surat, sedangkan gue hanya menatap lekat cowok itu tanpa henti.

Cowok yang pernah bicara tentang mimpi dengan gue.

"Baik Mas, silakan masuk. Dua hari lalu Pak William juga sudah menginfokan kalau ada tim monitoring yang akan datang ke rumah beliau."

Dissonance: Contra SomniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang