PROLOG

1K 89 2
                                    

Hidup ini seperti teka-teki lucu ya, sebelum merasakan tertawa kita harus mencari jawabannya, tapi aku tak ingin menjadi orang yang harus mencari jawaban teka-teki nya lalu baru tertawa, aku ingin menjadi teka-teki nya.

Langit biru yang semalam menjadi gelap akan segera membiru lagi, cahaya matahari mulai terlihat dari luar rumah, masyarakat desa pun sudah siap untuk memulai hari mereka dengan penuh semangat mencari ilmu atau mencari makan keluarganya.

Pohon-pohon di jalan yang terkena cahaya matahari menjadikannya mereka hangat, mesin motor berbunyi lembut saat aku mengendarainya, burung-burung terbang kesana kemari dan bernyanyi dengan merdu membuat perjalanan pagiku menjadi lebih menyenangkan.

Hari ini adalah hari yang ku nanti, 02 Mei 1987, hari di mana pengumuman mengenai tiga siswa yang akan mewakili olimpiade Bahasa Inggris di sekolahku, semua siswa kelas Bahasa berharap di antara tiga siswa tersebut terpanggil nama mereka, aku pun juga begitu.

Jika terpilih menang ke juara lima besar dalam mengikuti olimpiade akan diberikan beasiswa kuliah di kota, di desaku ini belum ada satu pun anak muda yang bersekolah tinggi hingga kuliah, mungkin sebab masalah ekonomi yang terbatas dan letak kuliah yang jauh dari desa ini.

Desa Wrangkasa adalah tempat tinggal ku, desa yang terletak di pulau terpencil, jauh dari peradaban. Pulau ini memiliki jumlah empat desa, kami hidup dengan damai dan saling melindungi dengan sesama desa lain.

Jauh dari peradaban bukan berarti kami tidak mengenal teknologi atau bahkan pengetahuan, meskipun tak se maju kehidupan di kota, setidaknya aku dan masyarakat di sini bisa bersekolah, makan dan hidup bahagia. Ini sebab pemimpin kami yang adil, bijaksana dan peduli dengan masa depan masyarakat di pulau ini.

Meski demikian, aku juga ingin pergi ke kota, melihat seperti apa dunia mereka, apakah mereka bekerja dari pagi hingga sore di ladang seperti yang dilakukan ayahku? Juga menyelam mencari ikan untuk menjualnya di pasar?.

Ada dua transportasi yang membuat kami sampai ke kota, kereta yang delapan bulan sekali ke Stasiun desaku, rel keretanya melewati hutan desa Prayudan, kami akan sampai dalam tujuh hari dengan bosan di dalam kereta dan bahkan Masinis kereta yang harus bertahan empat belas hari dalam perjalanannya, mungkin sebab hal itu kereta hanya delapan bulan sekali ke Stasiun desaku.

Menyeberangi laut dengan menumpang kapal yang membawa banyak barang adalah alternatif yang tidak banyak memakan waktu dari pada menaiki kereta.

Kapal itu adalah milik pemimpin kami, Nahkoda kapal akan berlayar menyeberangi laut menuju pulau kami untuk membawakan kebutuhan seperti barang atau makanan yang nantinya diberikan kepada masyarakat.

Menunggu di pelabuhan desa Ernawa lalu kami baru dapat menumpang kapalnya, cukup tiga hari perjalanan dapat melihat kehidupan di kota.

Namun tak semudah yang dibayangkan, untuk berpulang kembali ke pulau, harus ber desak-desakan, menahan muntah, pusing, dan mabuk laut yang disebabkan bau ikan, makanan serta berbagai barang-barang lainnya yang tercampur menjadi bau yang amat busuk.

BAHASA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang