4| SEPEDA RINDAH

162 29 0
                                    

Kami berdua berjalan menuntun sepeda bersama di bawah indahnya langit ketika senja di sore hari ini, terdengar dedaunan pohon di pinggir jalan yang tertiup angin sepoi-sepoi dengan ditambah suara burung berkicau menambah keasyikan perjalanan.

Kami telah melewati jalanan yang cukup jauh dari sekolah, namun aku tak melihat adanya bengkel di sekitar yang terbuka.

"Jauh ya," ucap Rindah di sebelahku.

"Aku sudah bilang tadi kamu pulang saja, biar aku yang membawanya," ucapku yang menuntun sepedanya.

Rindah menoleh ke sepedanya, "Ini sepedaku, jadi aku harus ikut denganmu," ucapnya. Kemudian melanjutkan, "Lagi pula ini menyenangkan."

Aku sedikit meliriknya lalu kembali menghadapkan pandanganku ke depan jalanan sana.

"Mau bergantian?" tanya Rindah yang ingin menawarkan dirinya untuk menuntun sepedanya.

Aku sontak menghentikan perjalananku, "Ini tidak berat Ndah," jawabku. Kemudian aku melanjutkan langkahku.

Mungkin Rindah tak enak denganku, karena kami baru saja berkenalan, dan sekarang aku menolongnya.

Kami melangkah memasuki jalanan di sekitar persawahan, aku merasa diselimuti rasa ketenangan. Aroma manis bunga berbagai jenis di sana yang bermekaran tercium di udara, mereka bergoyang lembut tertiup angin, seolah menampilkan koreografi tarian yang membuatku terpesona.

Rindah berlari menuju segerombolan bunga-bunga dengan jenis berbeda dan berwarna warni, ia mengamati dengan wajah yang begitu sangat amat senang. Saat itu juga, wajah kecanggungan dan ke tidak enakan terhadapku seolah sirna, tergantikan oleh rasa gembira dan tenang.

Aku hanya bisa tersenyum ketika menatap jauh wajah ceria Rindah, merasakan hatiku dipenuhi dengan kebahagiaan. Ku standar sepeda Rindah di pinggiran sawah, kemudian melangkah menuju tempat Rindah berdiri di depan segerombolan bunga di sana.

"Menyukai bunga?" tanyaku kepada Rindah.

Rindah terus memandangi bunga-bunga di sana, sesekali ia mengelus-elus lembut mereka.

"Iya."

Aku berniat ingin memetik satu bunga mawar dengan kelopaknya yang berwarna merah. Namun, tanganku dihentikan oleh Rindah.

"Mau ngapain?" tanyanya.

"Memetiknya," jawabku. Kemudian aku mencoba meraih bunga mawar itu kembali.

Dengan cepat Rindah menghalangiku, ia memukul tanganku, "Untuk apa?" kembali ia bertanya.

"Memberikannya untukmu!"

Rindah tersenyum. Kemudian mengucapkan beberapa kalimat, "Mengagumi tak harus memiliki kan? Aku mencintai bunga-bunga ini."

Kemudian Rindah memetik satu bunga mawar, "Jika aku petik bunga yang tadinya cantik lalu layu, pasti nantinya akan dibuang kan? Aku pikir menyirami, memberinya pupuk dan hanya memandanginya seperti ini bisa dikatakan mencintai sesungguhnya."

Aku tersenyum mendengar ucapan Rindah, memandangi wajahnya yang selalu ceria.

"Tapi kamu memetiknya Ndah," kataku.

Rindah tertawa, kedua matanya seakan hilang disembunyikan oleh pipi-pipinya, "Ini sebagai contoh," ucapnya.

Kemudian aku meninggalkan Rindah di sana, melangkah menuju sepedanya, "Ayo Ndah!" teriakku.

Kami akan berjalan kembali untuk menemukan bengkel yang kami tak tahu ada atau tidak.

°
°

Hari semakin sore, sepertinya sekarang jam sudah menunjukan pukul setengah lima, akhirnya kami menemukan bengkel yang masih buka.

BAHASA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang