3| LANGIT JINGGA BERISI KITA

252 39 1
                                    

Matahari mulai condong ke barat, menyinari jalan-jalan yang masih ramai dengan anak-anak sekolah yang baru saja menyelesaikan aktivitas belajar mereka.

Hari ini tanggal 03 Mei 1987, kami bertiga akan memulai tujuan kami, belajar bersama.

Kami bertiga berkumpul di lapangan, di bawah naungan pohon besar yang rindang. Daun-daun hijau yang lebat bergetar lembut tertiup angin, menciptakan melodi alami yang menenangkan. Suara burung berkicau menambah kehangatan suasana, seolah-olah mereka turut merayakan momen belajar yang menyenangkan ini.

Duduk melingkar di atas hijaunya rumput lapangan sekolah, aku mengeluarkan beberapa buku yang akan kami pelajari sore hari ini.

"Kita pelajari ini," ucap laki-laki berwajah dingin, sembari ia menunjukan halaman buku itu kepadaku dan Rindah.

Seketika aku membuka halaman buku yang di tunjukan oleh Gio, kami memulai kegiatan belajar persiapan olimpiade Bahasa Inggris dengan hanya membaca buku kami masing-masing. Hal ini tidak benar, harusnya kami belajar bersama dengan saling berbagi pengetahuan.

"Sebentar!" ucapku menghentikan kegiatan mereka.

"Kenapa?" tanya Gio.

"Maksud dari ini apa?" aku menunjukan kalimat materi di dalam buku kepada Gio dan Rindah. Sebenarnya aku mengerti, namun tak apa, aku hanya ingin kami belajar dengan saling berinteraksi bukan belajar masing-masing seperti tadi.

Akhirnya aku berhasil membuat Gio dan Rindah bahkan aku sendiri untuk belajar dengan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Disela-sela belajar aku berniat untuk memberi mereka beberapa teka-teki ku, "Aku punya satu teka-teki, ingin menerima tantangan ku?" kataku.

"Hem," wajah Gio terlihat sangat bosan sepertinya mendengar teka-teki ku setiap harinya.

"Apa?" tanya Rindah penasaran.

"Apa yang mempunyai kunci tapi tidak bisa di buka gemboknya?"

Indah berpikir sejenak lalu memulai menebak teka-teki ku, "Kode?" tanyanya.

Aku sontak menyilangkan kedua tanganku membentuk tanda silang, "Salah!"

"Menyerah?" tanyaku. Kemudian ku lanjutkan, "Jawabannya piano."

Gio menghela nafas dalam-dalam di sana, sepertinya ia begitu kesal dengan teka-teki aneh dan garing yang ku buat.

Berbeda dengan Gio, Rindah sepertinya begitu penasaran dengan teka-teki ku, "Bagaimana bisa piano?" tanyanya.

"Piano mempunyai tuts, tapi digunakan untuk memainkan musik bukan untuk membuka kunci," ucapku menjelaskan jawaban dari teka-teki ku.

Rindah tersenyum melirikku, "Keren, ada yang lain?" ucapnya seakan ketagihan dengan teka-teki ku.

"Mau?"

"Nanti, Belajar," ucap Gio dengan wajah kesal dan bosan dengan kelakuanku, ia mengetuk-ngetuk bukunya, menyuruh kami untuk belajar kembali.

°
°

Lima puluh menit telah selesai kami memahami bab sore hari ini, aku menutup buku ku kemudian memasukan ke dalam tas selempang ku yang berwarna hitam.

Kami berdiri dari posisi duduk tadi, beranjak untuk pulang menuju rumah masing-masing. Namun, aku menahan mereka.

"Eits, ada hal yang belum kita selesaikan."

"Apa," tanya Gio. Seperti biasa reaksi mukanya datar.

"Kita lupa belum berdoa," ucapku sembari duduk ke posisi semula.

BAHASA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang