Namaku Rio. Tapi bukan burung. Bukan juga manusia sempurna. Hanya bisa hidup normal walau tidak suka makan buah durian. Sebenarnya sih dulu aku suka makan durian, tetapi karena suatu kejadian aku muntah gara-gara makan cukup banyak, sejak saat itu aku tidak mau makan lagi.
Ya begitulah, apa-apa yang berlebihan ternyata tidak baik. Sama seperti ketika kita terlalu menginginkan seseorang, namun akhir yang kita dapati menjadi luka. Pokoknya bagiku kejadian macam itu harus menjadi pembelajaran dan tidak boleh terulang.
Sekedar info. Musisi yang pertama kali yang kusukai adalah Simple Plan. Lalu aku suka pelihara kucing. Suka pelihara hamster, burung, anjing, bebek, ikan dan lain-lain yang kuyakini tidak akan merugikan hidupku. Waktu SD kelas 5 aku mau pelihara kuda, tapi tidak dibolehkan ayahku karena tidak punya kandang.
Aku anak tunggal. Aku beragama katolik mengikuti apa yang dianut kedua orang tua. Ibuku orang jawa campuran dari ras tionghoa. Tapi jangan langsung menyimpulkan kalau aku mirip kokoh-kokoh Surabaya, sebab ayahku adalah orang Sumatera. Namun meski begitu, aku percaya diri untuk mengatakan:
"Aku gak jelek!"
--OOO--
Ibuku baik. Dia selalu bisa mengerti apa yang aku mau. Dia lembut dan anggun. Cukup tegas, tapi tidak galak. Aku rasa itu sudah cukup untuk menggambarkan dirinya sebagai seorang guru karena dia memang guru biologi di SMA.
Sebelum Ayah membawa kami pindah dan menetap di Sumatera, aku tinggal di Malang, Jawa Timur dan pernah merasa cukup menonjol waktu SMP. Mungkin karena aku tipe murid yang suka berseliweran di sekolah. Teman kelasku si Anton pernah bilang aku kayak kepala sekolah.
"Kenapa gitu?" kutanya Anton.
"Kamu suka jalan-jalan, sih," jawab Anton.
"Emang kepala sekolah kerjanya jalan-jalan?"
"Iya, tuh, Pak Herdi tiap hari keliling putarin sekolah. Kayak kamu!"
"Hahaha," aku ketawa.
Kalau hari sedang turun hujan, aku suka bermain di lapangan bola bersama teman-temanku. Biasanya juga naik sepeda sampai ke jalan raya untuk menikmati suasana hujan deras yang kami suka.
Suatu hari, aku mengajak mereka pergi ke rumah seorang perempuan yang satu sekolah dengan kami. Bukan karena ingin mengajaknya bermain, melainkan karena aku hanya ingin bertemu dengannya. Dia cantik. Aku suka mengajaknya bicara. Aku pernah membeli roti isi cokelat untuknya dari penjual roti keliling. Mungkin aku harus jujur kalau sebenarnya aku suka padanya. Tapi saat itu orang tuaku melarangku berpacaran. Jadi aku tidak bisa berpacaran dengannya.
Apakah dia cinta pertamaku?
Mungkin, iya. Sampai sekarang aku masih mengingatnya, meskipun dia telah lama menghilang dari bumi.Aku pikir, aku punya banyak kebahagiaan saat masih tinggal di Malang. Tapi aku juga punya kesedihan. Dan puncaknya ketika Nenekku meninggal dunia.
Dulu aku pikir akan bisa memiliki sang Nenek selamanya. Tapi ternyata di dunia ini tidak ada yang abadi. Nenek meninggal dunia tepat saat aku ujian sekolah.
Dan ini adalah beberapa puisiku untuk Nenek.
"Aku kehilangan arah
Aku tak tahu di mana engkau berada
Hilang dirimu menjadi kenang
Namun, semoga engkau tenang."-Rio
"Selamat Jalan, Nenek"
Kuantar kepergiannya pagi itu. Dengan suara tangisku. Dengan seluruh perasaan sedihku. Dengan air mata yang mengalir di pipiku. Dengan kenangan yang meliput peristiwa yang pernah terjadi bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐀𝐌𝐔
RomanceIni adalah sebuah kisah tentang cinta beda agama. Tapi sejujurnya kisah ini lebih dari itu. _________________________________________ Pacaran beda agama itu sulit. Iya, memang. Tetapi ternyata ada banyak orang yang menjalaninya. Entah sudah tau atau...