Adrian

3 0 0
                                    

Hari berikutnya aku sudah ada di depan SMA sebelum Amanda keluar. Aku nongkrong di tempat tukang photocopy bersama Andre dan yang lain sambil menunggunya. Saat itu kawan-kawan membahas Amanda yang sepertinya sedang dekat dengan seorang siswa di sekolah. Mereka melihat Amanda beberapa kali pergi berdua dengan siswa itu, ke kantin atau ke ruang guru.

Aku bertanya siapa siswa itu? Namun tidak ada yang tahu.

"Mereka kayaknya teman kelas," kata Akbar.

"Bisa jadi, kan, biasa berdua ke ruang guru," kata Deok.

Aku tidak ingin berkomentar atau apapun. Aku cuma terus bertanya-tanya di kepala: siapa kiranya siswa itu?

Beberapa menit kemudian, Amanda keluar. Aku melupakan apa yang baru saja dibahas oleh kawan-kawan dan pergi untuk menghampiri dirinya.

Dia melihatku. Dia berhenti di depan gerbang. Aku tidak tahu kenapa dia berhenti di situ, tapi dia seperti menunggu seseorang dari dalam sekolah, tapi aku juga tidak yakin.

"Hei," kusapa sambil senyum.

Dia memandangku. "Hei juga pembohong."

Aku tertawa karena tahu apa maksudnya. Dia sedang membicarakan aku yang kemarin berbohong kepadanya bahwa aku sudah menikah.

"Kau tau dari mana aku bohong?" aku nanya.

"Temanku yang kasih tau."

"Oh, hahaha. Oke, maaf lah aku bohong."

Dia diam.

"Kenapa nunggu di sini? Gakpapa panas?" kutanya.

"Gakpapa," jawab dia.

Aku diam sejenak. "Kau itu keliatannya kayak bule kesasar. Anehnya gak pirang, malah pake behel."

"Aku memang bule yang beda."

"Hahaha."

Aku berhenti tertawa ketika tiba-tiba dia memanggil nama seseorang.

"Adrian!"

Aku menoleh ke arah yang dia pandang. Ada siswa dengan naik motor matic hitam yang baru saja keluar dari dalam sekolah. Siswa itu menghentikan motornya.

Kutatap Amanda lagi.

"Saya duluan," katanya padaku, lalu berjalan ke siswa yang bernama Adrian itu.

Aku jadi seperti orang yang kebingungan dan tidak tahu mau berkata apa padanya.

Dia naik ke motor siswa itu. Kemudian mereka pulang bersama. Aku bisa langsung yakin bahwa siswa itulah yang tadi dibicarakan kawan-kawanku.

"Woi!" Aku mendengar Andre berseru memanggilku.

Aku membalikkan badan. Andre menyuruhku kembali menggunakan bahasa dari gerakan tangannya.

Aku berjalan pelan dengan membawa perasaan kecewa telah melihat Amanda pergi dengan laki-laki lain.

Aku duduk di jok motorku dan hanya diam di antara kawan-kawan.

"Kalo aku, sih, gak akan ngejar lagi!" kata Deok

"Namanya Adrian tadi, ya?" Akbar nanya.

"Iya," kujawab.

"Gak apa-apa," kata Andre sambil megang bahuku. "Paling itu cuma kawannya."

Aku diam sebentar. "Ayolah kita pulang," kataku lalu mengambil helm dari di spion motor dan memakainya.

"Ya udah. Ayo!" Andre menjawab.

Aku memutuskan untuk pulang dan mereka juga. Aku menjadi malas rasanya nongkrong berlama-lama. Hari ini terasa tak ada yang menyenangkan. Aku seperti hilang semangat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐊𝐀𝐌𝐔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang