❦Menjelang senja, Haechan dan Shotaro telah kembali ke Manor. Kelima pemuda itu kini berkumpul di ruang tengah manor dalam diam, terlarut dalam gumulan pikiran masing-masing. Tidak ada pembicaraan. Hanya keheningan diantara mereka yang menyeruak layaknya aura mencekam yang menyelimuti dataran itu.
Jaemin lebih banyak menyesap tehnya setelah melahap beberapa suap kecil makanannya. Haechan dan Shotaro makan dengan tenang karena walaupun tanpa selera, keduanya tetap harus mengisi perut mereka setelah hari yang panjang dan melelahkan.
Mereka sebenarnya ingin segera memejamkan mata, bergelung dengan kasur dan selimut tebal yang nyaman. Tetapi mereka juga tidak bisa tidur begitu saja tanpa menceritakan pengalaman mereka hari itu dan hal-hal yang telah mereka temukan secara mengejutkan.
Chenle lebih memilih untuk menyantap makanan pencuci mulutnya sementara Renjun memandangi hutan kelam diseberang dari kaca jendela besar manor. Seperti biasa, ketika cahaya remang Sang Surya tergantikan oleh kegelapan malam, kabut menyelimuti hutan itu dan pepohonan menjulang yang berayun oleh desiran angin malam seakan-akan rimba itu hidup adalah pemandangan mencekam yang membuat siapapun bergidik.
Jaemin mengedarkan pandangan pada teman-temannya lantas meletakkan cangkir tehnya sebelum menghela nafas panjang.
"Jadi, bagaimana sekarang?"
Haechan dan Shotaro telah menghabiskan makanan mereka. Renjun dan Chenle juga tak berujar apa-apa untuk membalas pertanyaan Jaemin.
Jaemin menunggu keempat sahabatnya yang kini sedang beradu tatap, menanti siapapun untuk berbicara terlebih dulu mengawali diskusi mereka.
Lantas tatapan Jaemin, Chenle dan Renjun tertuju pada dua pemuda yang kini tampak berpikir keras seraya menahan mata mereka untuk tetap terjaga. Tentu saja Haechan dan Shotaro lah yang harus menceritakan semua yang mereka alami dalam perjalanan beresiko mereka pada hari itu.
Haechan dan Shotaro beradu pandangan sebelum akhirnya Haechan beringsut menyandarkan punggungnya dan menghela nafas panjang. Shotaro mengusap wajahnya letih dan mengangguki tatapan penuh tanya teman-temannya.
"Seperti yang kita duga, aku bertemu dengannya, dia muncul. Dia menolongku saat aku tenggelam di Danau Hitam."
"Tunggu, apa?! Kau tenggelam? Kenapa kau ceroboh, kau tahu kan disana berbahaya, seharusnya kau tidak mengurangi kewaspadaanmu" Seperti biasa, hal pertama yang dilakukan Renjun adalah mengomel dengan suara membahana nya.
"Kau baik-baik saja kan?" Tatapan Haechan memindai sekujur tubuh Shotaro.
"Bagaimana bisa? Kau terluka." Chenle mendapati siku Shotaro yang tergores dan ada memar di lengan kiri sahabatnya itu.
"Tenanglah, aku baik-baik saja. Ini hanya luka kecil."
"Ceritakan semuanya dari awal, Taro. Kau sudah merasa lebih baik kan sekarang?" Shotaro mengangguki ucapan Jaemin lalu menghela nafas sejenak.
"Jadi, aku memutuskan untuk pergi ke Danau Hitam. Aku menunggu sambil mengerjakan tugasku, aku duduk diatas pohon di tepian danau. Sebenarnya tidak ada apapun yang terjadi selama setengah jam aku berada disana."
Keempat sahabatnya mendengarkan penjelasan Shotaro dengan seksama. Shotaro tampak tergugu untuk meneruskan ucapannya karena tampaknya, ingatannya terputar kembali pada kenangan yang tidak menyenangkan itu.
"Lalu?"
"Aku tidak yakin kalian akan mempercayaiku, tapi dengarkan saja. Setelah itu, aku melihat bayangan-bayangan berkelebatan dari dalam hutan. Saat itulah aku melihat," Shotaro tercekat, tak kuasa untuk mengenyahkan bayangan mengerikan yang kini memenuhi benaknya. Ia yakin tidak akan pernah bisa melupakannya untuk seumur hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wolf's Bane | Nomin 🍁
FanfictionNomin 💚 Nct Couple Black Forest dengan segala bias suram, cahaya kelabu, kabut rahasia dan legendanya. Clan Neorist bukan hanya bayangan gelap yang menancapkan kuku - kukunya dalam hikayat. Hingga Jaemin, Haechan, Renjun, Chenle, Shotaro, dan Jungw...