Chapter 4 : Bizzare

2.4K 376 52
                                    

Saat mentari mulai menjejaki cakrawala, dengan bias cahayanya menembus puncak pepohonan tusam Black Forest, kabut kelabu menutupi seluruh daratan, udara beku dan embun basah, membuat suasana sejuk kelabu menyelimuti seluruh Vervain dan hutan di seberangnya yang tampak mencekam namun di saat yang bersamaan begitu memikat dengan misteri dan daya magisnya dari kejauhan.

Puncak-puncak bangunan Vervain tampak seperti kota dongeng kecil menakjubkan di tengah-tengah luasnya hutan musim gugur yang dipenuhi semburat jingga, merah dan kuning. Juga manor di tepian sungai Blackthorn yang memukau dengan Black Forest yang mengitarinya, terbiaskan cahaya kelam dari celah-celah awan kelabu yang menutupi sang surya.

Bersamaan dengan Vervain yang memulai hari dengan hiruk pikuknya, asap mengepul dari cerobong-cerobong bangunan dan aroma-aroma khas pagi yang berbaur menjadi satu, angin yang bertiup semilir dan aroma embun basah yang meneduhkan.

Kabut tipis kelabu juga turun, menutupi manor di ujung desa yang mempesona. Kelima pemuda manis, tuan rumah terbangun merasakan suasana menyejukkan dan bias keemasan sang surya yang susah payah menerobos awan kelabu.

Shotaro membuka matanya, lantas mengerjap pelan sebelum beranjak keluar dari kamarnya. Saat menuruni tangga ia mendapati Renjun yang membaca buku di ruang tengah, Haechan yang berkutat di dapur, Chenle yang menghias jurnal nya dengan bunga kering serta Jaemin yang terlihat memetik kesemek, apel dan delima di orchard.

Shotaro memutuskan untuk keluar dari manor, melewati sofa dimana Renjun dan Chenle bergelung dengan kegiatan mereka sendiri. Shotaro sangat menyukai suasana pagi menyejukkan di desa kecil itu, yang langsung menerpa tubuhnya.Sejauh mata memandang tusam dan hutan peluruh dikejauhan, embun dan kabut tipis selalu membuatnya terpukau.

Ia menoleh pada Jaemin yang berjalan ke arahnya, menenteng keranjang penuh buah sambil tersenyum lantas melemparkan apel ranum padanya. Jaemin memasuki manor dan Shotaro memutuskan untuk melangkah ke tepian sungai Blackthorn, yang membatasi Vervain dengan rimba magis diseberang.

Shotaro melangkah pada dek di sisi gazebo, memasukkan kakinya kedalam air yang langsung membuatnya bergidik karena sensasi beku itu, namun ia malah duduk dan merendam kakinya sembari mengunyah apel sebagai sarapannya.

Namun gerakannya terhenti dan nafasnya tertahan saat aroma Blackberry menyeruak menusuk indera penciumannya, saat itu juga Shotaro merasa pening. Ia tercekat karena aroma itu seolah menghantam kepalanya. Ia membeku saat menyadari bahwa aroma itu adalah wangi yang ia kenali.

Perasaan déjà vu membuat bulu kuduknya meremang, ingatannya terputar kembali pada kejadian kemarin dimana aroma itu lah yang memenuhi rongga dadanya kemarin, meninggalkan tanda tanya besar sebab Shotaro tidak tahu siapa sosok misterius kemarin.

Tetapi saat ia menunduk, berharap bahwa aroma itu akan segera hilang, iris Shotaro membelalak mendapati bayangan seorang pemuda berdiri dibelakang tubuhnya, tengah memandangnya lewat pantulan permukaan sungai. Tatapan mereka bertemu. Shotaro seakan mematung, tidak kuasa bergerak, ia terlalu lemas. Sampai beberapa saat ia hanya bisa memandang sosok itu.

Pemuda bertubuh tinggi, dengan rupa tampan dan rahang keras, rambut coklat gelap dan netra abu-abu yang memancarkan sorot mata yang sulit diartikan. Shotaro berusaha untuk menguatkan dirinya, ia harus bergerak dan melarikan diri.

Ia berupaya menoleh, dan ketika ia mendapatkan kendali atas tubuhnya, Shotaro ketakutan setengah mati karena sosok itu tidak ada dibelakangnya. Pemuda itu seakan-akan lenyap begitu saja, Shotaro memaksakan kakinya yang lemas untuk berlari sekuat tenaga menuju manor.

Shotaro juga sempat mengedarkan pandangannya pada belantara misterius yang tampak mencekam mengepung dirinya, ia tidak menemukan keberadaan pemuda itu dimana pun. Ia berusaha menenangkan diri, menyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah bayangannya saja.

Wolf's Bane | Nomin 🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang