5 tahun lalu

2 0 0
                                    

Hari libur bukan berarti Alung akan bangun siang, ia bangun jam 5 pagi dan pergi lari. Tujuannya adalah laut, Alung suka pergi ke laut bukan berarti ia suka laut. Ia hanya ingin mendapat ketenangan. Yang di perhatikan bukanlah apa yang di suka dan tidak di suka, tapi nyaman atau tidaknya hal tersebut.

Banyak yang Alung tidak suka namun ia lakukan karena merasa nyaman, seperti laut. Alung tidak suka laut, namun ia nyaman berasa di sana.

Lari memang melelahkan namun ini lebih baik daripada lari dari kenyataan. Alung berhenti di tepi laut, dia tidak lagi duduk di batu karang karena masih trauma. Takut terjatuh dan mati konyol hanya karena tidak bisa berenang.

Memejamkan mata dan menikmati angin laut yang berhembus melawati tubuhnya "Akan lebih baik jika ini adalah pegunungan" Membayangkan betapa sejuknya udara di pegunungan dengan pemandangan hijau yang menyegarkan mata.

"Hey, celau" Panggilan itu membuat Alung reflek menengok kebelekang.

"Lo manggil gue?" Tanya Alung, kemudian orang itu mengangguk. "Celau apaan?" Imbuhnya

"Cewe laut" Jelas Ata lalu ia duduk di samping Alung.

Hening terjadi sejenak sebelum Alung angkat bicara "Gue ko ga pernah liat lo selama ini?" Penasaran sekali, padahal ia sering ke laut sejak pindah ke sini 5 tahun yang lalu. Tapi sama sekali ga pernah liat Ata.

"Mata lo bermasalah berarti" Celetuk Ata "Gue liat lo duduk di batu karang hampir tiap hari. Sambil ngomel-ngomel ga jelas".

Alung kaget mendengarnya sekaligus malu, berarti selama ini selalu ada yang memperhatikannya ketika ia bicara pada angin? alias ngomong sendiri.

"Se-sejak kapan?" Ucapnya terbata karena masih terkejut. Melihatnya Ata yang tengah berfikir membuat Alung risau entah mengapa.

"5 tahun yang lalu, mungkin?" Tangan Alung langsung terangkat memukul Ata. "Ngapain lo merhatiin gue, hah!. Lo pengungit ya?" Tak henti-henti Alung memukul Ata.

Bukannya marah, Ata malah tertawa?. "Emang napa kalo gue perhatiin lo?" Tanyanya "Salah sendiri lo milih tempat sama kaya yang sering gue kunjungin"

Tangan Alung berhenti memukul "Ish, gue pilih tempat itu kan karena sepi!!" Katanya sambil menahan tangis "Lo denger semua yang gue omongin selama ini?" Tanyanya gemetar.

Melihat perubahan Alung, Ata sebenernya tak ingin berkata jujur namun dia tidak suka berbohong, dia tidak pandai menyembunyikan kebohongan. Jadi Ata mengangguk membuat Alung yang sedari tadi menahan air matanya, menangis.

Tangan Alung menutupi wajahnya, ia benci. Benci ketika ada seseorang yang tau kekurangannya, dia tidak ingin orang tau masalahnya. Selama ini ia selalu memendamnya sendiri, karena dia obses menjadi sempurna di mata orang lain tanpa dia sadari.

"Hey, kenapa nangis?. Gue janji ga akan bilang siapa-siapa" Ucap Ata menenangkan. Ia bingung sekarang, apa yang harus ia lakukan?.

Awalnya bukan sengaja ia ingin mendengar apa yang alung eluhkan, Alung bicara dengan suara yang keras. Sehingga ia yang tak jauh dari Alung bisa mendengarnya. Namun dari situ Ata jadi selalu datang tiap hari, karena khawatir. Alung itu pikirannya sangat kacau, ia takut jika Alung melalukan hal yang nekat.

Dan di pertemuan terakhir mereka, Ata tak tahan untuk menjawab omongan Alung yang konyol. Hal aneh pula ia selalu rasakan saat melihat Alung, rasanya ia ingin memeluk raga Alung yang banyak memendam luka hingga menjadi orang yang mirip seperti batu karang.

"Lo sebar juga gue ga peduli!" Sarkas Alung langsung bangkit dari duduknya ingin pergi. Namun dengan sigap Ata menahannya.

"Lung maafin gue karena udah lancang" Ata bingung sebingung bingungnya, ia benar-benar merasa bersalah.

Dengan sekali hentakan, Alung dapat melepaskan tangannya dari genggaman Ata. "Ga, bukan salah lo. Salah gue yang ga hati-hati. Ini tempat umum, tapi dengan bodohnya gue berharap ga ada yang denger saat gue ngeluh" Alung sadar akan hal itu.

Ata hanya diam mendengarkan perkataan Alung sambil menatap wajahnya yang menyimpan kekecewaan "Lung, gue boleh meluk lo?" Tanya Ata tiba-tiba membuat Alung sedikit tidak bisa mencerna.

Melihat Alung yang terdiam tak merespon membuat Ata greget lalu menarik tangan Alung dan di dekapnya tubuh yang lebih kecil dari tubuhnya.

'Nyaman' itulah yanga da di benak Alung. Apakah begini rasanya di peluk?.

Alung sama sekali tidak memberontak namun tidak juga membalas pelukan Ata. Ia membiarkannya seperti itu cukup lama, apa yang Ata harapkan? berharap Alung akan menangis di pelukannya?.

Tentunya bukan, ia hanya merasa kasian pada Alung, anak itu sangat keras pada dirinya sendiri. Melakukan banyak hal untuk menjadi sempurna.

"Jangan lakuin apa yang ga lo sukain lagi" Ucap Ata, ia mengendurkan pelukannya lalu menatap wajah cantik Alung.

"Gue udah biasa, jangan peduliin gue!" Perintah Alung karena ia tidak suka di perhatikan seperti ini. Ga semua orang suka mendapat perhatian dari orang lain, termasuk Alung.

"Gue tau, makannya sekarang lo jarang ke sini. Itu udah cukup membuktikan bahwa lo udah mulai bisa berdamai dengan keadaan"

"Sejauh apa sih lo merhatiin gue?" Alung benar-benar penasaran. Ata ini seakan tau banyak tentang Alung.

Ata tersenyum "Gue ga tau banyak untuk sekarang" Jawabnya "Tapi gue mau tau lebih banyak tentang lo" Lanjutnya, membuat Alung merinding.

"Ga usah macem-macem! ngapain mau tau tentang gue? demen lo, sama gue?" Celetuk Alung sambil mengusap lengannya yang merinding.

"Mungkin?" Balas Ata dengan tersenyum miring ala cowo cool.

"Idih, ga waras!" Cibir Alung lalu segera meninggalkan Ata. Pagi harinya rusak karena bertemu dengan cowo itu. "Ga lagi deh gue ke pantai!"

Seperti yang sudah di bilang sebelumnya, Alung suka pantai karena merasa nyaman, namun sekarang sudah tidak lagi. Ia takut bertemu dengan Ata, Cowo itu benar-benar aneh.

Alung benar-benar marah, entahlah. Rasanya tidaksuka aja jika ada seseorang yang tau masalahnya. Selama ini ia berusaha menyembunyikannya dari orang-orang. Dan Alung benci jika ada orang yang menatapnya kasian.

Namun pelukan yang begitu nyaman itu masih terasa oleh Alung, ia ingin di peluk lagi. Tapi tak mungkin Alung mengatakan hal itu. Dari pelukan itu Alung merasakan hal yang sama?.

Tak ingin memikirkannya terlalu dalam, Alung pun berlari kembali ke rumah. Menghilangkan pikiran yang membuatnya goyah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memeluk SamuderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang