Cahaya matahari masuk melalui celah-celah jendela yang perlahan menyinari wajah manisnya membuat dia terbangun dari alam bawah sadarnya.
Dia tampak mengusap kedua matanya dan melihat jam. Jemarinya dengan malas meraba-raba nakas mencari ponselnya.
"Ah...hari ini sebaiknya aku kemana dulu ya?" Gumamnya sambil membuka ponselnya dan melihat-lihat rekomendasi tempat makan baru di sekitar apartemennya.
"Apa aku harus mencoba sarapan disini?" gumamnya sambil menunjuk salah satu tempat yang tertera di maps. Tempat yang terlihat nyaman dan dekat dari taman.
Dia langsung bangun dan membersihkan tubuhnya. Air dingin di pagi hari itu mampy membuat kantuknya benar-benar hilang.
Setelah selesai memilih baju, akhirnya dia pergi keluar dan berjalan menuju tempat makan yang dia lihat di maps. Tentunya tidak lupa dia menyalakan maps agar tidak nyasar. Walaupun dulu dia sempat tinggal di lingkungan ini tapi tentu banyak perubahan setelah 5 tahun lamanya dia tidak pernah kesini lagi.
Saat dia sampai tempatnya tampak ramai dan membuatnya harus mengantri. Setelah beberapa saat mengantri akhirnya di memesan beberapa roti dan teh untuk sarapannya.
Kini dia kembali melamun tatka menunggu pesananya. Ditatapnya jendela besar dengan pemandangan taman itu membuat hatinya damai meski rasa gelisah masih menghantuinya.
Sayup-sayup di tengah lamunannya dia mendengar suara yang begitu familiar membuatnya tersadar dari lamunannya, perlahan manik hazelnya dia edarkan mencari sang pemilik suara. Manik hazelnya tampak terpaku menatap orang-orang berpakaian formal yang sedang mengobrol di meja tidak jauh dari meja miliknya.
Ditengah orang-orang itu denhan samar dia bisa melihat potongan rambut yang sedikit panjang dengan manik kelam yang dibingkai kacamata itu membuatnya memfokuskan penglihatannya dan benar saja matanya langsung membulat sempurna.
"Secepat inikah kami bertemu?" gumanya sambil berusaha menutupi wajahnya dengan tangannya dan berusaha menoleh ke arah yang berlawanan.
Meski rasa panik melanda, dia tampak sesekali curi-curi pandang pada pihak lain. Tidak bisa dipungkiri meski terkejut dan ingin menghindar sejujurnya dia ingin menyapa dengan hangat dan mencurahkan rindunya.
"Atas nama Wang Yibo?" tanya salah satu pelayan ketika membawakan pesanan yang dia—Wang Yibo—pesan.
"Ya itu saya," ucapnya kemudian mulai memakan sarapannya sambil sesekali melirik pihak lain.
Dengan buru-buru Yibo memakan sarapannya dan bergegas pergi dari tempat itu. Dia hanya ingin pergi menjauh dulu untuk saat ini karena demi apapun dia masih ragu.
***
"Zhan? Apa kamu mendengarkan kami?" tanya seseorang dengan nada kesal.
Pria itu tampak tersadar dari lamunannya yang sedari tadi tampak melihat layar ponselnya menampilkan sebuah foto dirinya dan seseorang.
"Ah, ya?" tanyanya sambil menatap rekan-rekannya dengan bingung.
"Astaga, zhan...kau benar-benar tidak mendengar kami berbicara?"
Pria itu—Xiao Zhan—tampak berdehem dan memasukan ponselnya kemudian menatap rekannya satu persatu.
"Maaf. Saya sedang tidak fokus," jelasnya jujur membuat rekannya menatap satu sama lain.
"Apa kamu masih memikirkannya?" tanya salah satu rekannya membuat Xiao Zhan tampak kaku sejenak kemudian mengangguk.
"Ya," jawabnya jujur sambil melirik jarinya yang masih tersemat sebuah benda yang mengikatnya.
Para rekannya tampak kasian melihat Xiao Zhan yang sejak 5 tahun lalu hanya memikirkan hal yang sama dan merenungi sesuatu yang sudah terjadi.
"Zhan...dia bahkan tidak menghubungi kamu sedikit pun," ucap salah satu rekannya membuat Xiao Zhan hanya mengangguk.
"Saya tau," jawabnya singkat.
"Zhan...itu bukan salahmu," ucap yang lain memcoba membuat Xiao Zhan mengerti.
"Kalian lanjutkan saja sarapan kalian. Saya akan pergi membeli rokok," ucapnya sambil segera bangun dan pergi meninggalkan rekannya yang tampak memandangnya sendu.
"Sampai kapan dia akan menyalahkan dirinya sendir?" gumam mereka menatap punggung Xiao Zhan yang perlahan menghilang.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
If Without You [ZhanYi]
Fiksi PenggemarJika tanpanya semuanya tampak biasa saja. Zhanyi.