Part 12

121 25 5
                                    

Mungkin jika hubungan itu ada, rasa kehilangan akan semakin terasa. Tapi jika tak ada, berarti kau hanya menganggap nya sebagai sesuatu yang biasa. Karena manusia datang dan pergi, menyesuaikan takdir yang mereka dapat.

~★~★~

Kemilau mentari tampak hangat membasuh taman hijau yang asri. Ilalang tumbuh tinggi, kemuningnya bergoyang mengikuti arah angin.

Bunga-bunga yang indah bermekaran, mengundang puluhan kupu-kupu yang sama menawannya. Taman itu hanya dihuni dua orang yang lama tak saling berjumpa, lama tak bertegur sapa, sekaligus lama tak melontarkan kata.

Seorang Wanita anggun yang mengenakan pakaian semacam gaun yang indah, juga seorang remaja yang tertidur dipangkuannya. Ditilik dari penampilannya, remaja itu tak berasal dari daerah yang sama dengan Wanita itu. Tapi, entah bagaimana caranya hingga sang remaja dapat bertembung mata dengannya.

"Ugh..." lengguhan kecil itu terdengar diikuti pergerakan dari sang remaja yang tertidur diatas pahanya. Ia tersenyum, perasaan senang bercampur rindu memenuhi lubuk hatinya.

Remaja laki-laki itu bangkit, mengusap wajah sembari memperhatikan sekitar. "Dimana ini?" Tanyanya sembari mencoba berdiri sebelum sebuah panggilan menghentikannya.

"Gempa..."

Remaja itu terkejut. Lidahnya kelu untuk mengeluarkan kalimat yang akan mewakili otaknya. Air mata mulai bertakung di pelupuk mata, netranya berkaca-kaca.

Ia ingat kapan terakhir kali mendengar suara itu. Ia kenal dan hafal betul pemilik suara itu, tak salah lagi. Kali ini firasatnya, instingnya, dan nalurinya tak mungkin salah.

"Gem, sini sayang" suara itu lagi-lagi terdengar. Bahkan rasanya lebih dekat. Dengan secepat kilat ia menoleh, hendak memastikan perasaan ini.

Seulas senyum terbit diwajah cerahnya di ikuti anak sungai yang mulai mengalir. Tak tunggu lama ia segera memeluk Wanita cantik itu. Ia tak peduli akan penampilannya yang jauh dari kata cocok dengan latar dan keadaan. Yang ia pikirkan hanyalah cara untuk menyalurkan rasa rindu yang lama di pendamnya seorang diri.

Wanita itu terkekeh, lantas balas memeluk, sekaligus mengelus pucuk kepala putra kebanggaannya ini. Tanpa ia sadari ternyata bahunya basah oleh air mata yang mengalir begitu deras.

Setelah beberapa menit berlalu, remaja laki-laki itu atau sebut saja dia Gempa melepas pelukan mereka. Netranya yang Gold tampak sedikit memerah, mungkin karena efek menangis yang cukup parah. Ia memaksakan diri untuk tersenyum, meski sedikit malu karena banyak mengeluarkan air mata.

"Ini dimana bu? Apa ini surga?" Tanya Gempa sedikit penasaran. Wanita bergelar ibunya itu menggeleng pelan, menyangkal pertanyaan sang putra. Hal itu berhasil membuat dahi Gempa berkerut penuh pertanyaan.

"Sebenarnya ini adalah dunia mimpi mu, sayang... Belum saatnya kamu menyusul ibu dan meninggalkan mereka. Masih banyak tugas yang harus kau selesaikan dulu, nak" tutur sang ibu sembari mengusak lembut kepalanya. Netra Gold itu kembali berkaca-kaca. Kali ini bukan disebabkan rasa gembira melainkan disebabkan oleh rasa sedih.

Ia tak menyangka jika takdirnya masih berputar, ia pikir semua mimpi buruk ini akan berakhir dengan kematian. Nyatanya angan lebih indah daripada kenyataan.

"Terus, kenapa aku disini? Kenapa aku ketemu ibu, tapi tetep harus balik kesana? Kenapa? Kenapa, bu?" tanya Gempa bertubi-tubi. Isak tangis itu bercampur dengan suara serak Gempa.

Perasaannya hancur tak karuan.  Pikirannya semakin berantakan. Ia tak tahu harus berekspresi seperti apa di hadapan Wanita yang lama tak ia temui. Haruskah ia bahagia? Sedang ia tahu semua ini tak akan bertahan lama. Ataukah ia menangis sejadi-jadinya, mengutarakan protes lewat air mata yang entah berguna atau tidak.

Home...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang