04

490 76 6
                                    

Sore hari datang dengan cuaca yang mendung disertai gemuruh petir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sore hari datang dengan cuaca yang mendung disertai gemuruh petir.

Pria dengan jas hitam menekan bel, beberapa detik tak mendapat respon, ia tekan kembali.

Sisi tangannya memegang sekantung plastik berisi makanan dan obat-obatan, takut kalau firasatnya benar-benar terjadi.

Pintu terbuka, muncul seorang gadis dengan penampilan yang yah- berantakan. Rambutnya yang sudah seperti singa, piyama nya yang berantakan dan mata sembab.

"umm... Orter-san?"
Suara gadis itu serak, terdengar tercekat seperti tak ingin keluar.

Bukannya menjawab, tangan maskulin itu malah menempel pada kening sang gadis

"Panas.. demam?"

"sepertinya.. ayo masuk"
Ajak sang gadis, membuka pintu lebih lebar. Berjalan masuk, diikuti dengan langkah kaki pria dibelakangnya.

Badannya ia dudukkan di sofa empuk, sebuah tangan yang lebih besar dari miliknya menyentuh kening itu perlahan.

"Sudah ku peringatkan kemarin, (Name). Lihat apa yang terjadi sekarang"
Orang yang diceramahi hanya bisa terkekeh pelan, merasakan tangan yang dingin itu menyentuk kulitnya yang terasa panas.

Melihat reaksi itu membuat Orter menghela nafas, tangannya ia tarik kembali lalu berdiri mengelus surai lembut sang jelita.

"Aku pinjam dapurmu sebentar, beristirahatlah."

"Hehehe, Orter-san baik deh..."
(Name) tersenyum, walaupun wajahnya pucat, pria itu masih dapat sekilas melihat sebuah rona yang kontras dengan kulit pucatnya.

Rupawan mulai beranjak dari tempatnya, namun sepasang netra miliknya masih senantiasa memperhatikan pergerakan sang jelita yang mulai meringkuk diatas sofa. Dengan lembut menyerahkan jas nya, menutupi tubuh mengigil itu sebagai pengganti selimut.

Gadis yang diberikan afeksi itu hanya terdiam, tak bergeming. Melihat bagaimana pria di hadapannya kini sedang mengatur suhu penghangat ruangan dan beranjak pergi, menghilang dari pengelihatannya setelah matanya terpejam.

Sepasang mata indah itu mulai terbuka ketika raganya merasakan pergerakan. Pengelihatannya buram karena baru bangun, mengumpulkan nyawanya yang masih berayun ntah dimana.

Merasa ada pergerakan dari sang puan yang tengah ia gendong bak koala itu, memutuskan tuk membuka mulutnya.

"(Name)?"

Gadis itu sepenuhnya bangun karena suara bariton yang memanggil namanya.
Ia kini tersadar, sedang digendong oleh Orter.

"Orter-san?"

"Dimana kamarmu?"
Tanya Orter, senantiasa menggendong tubuh mungil itu dengan tangan kirinya.

"Mmh... naik keatas, kamar nomor dua"
(Name) sendiri hanya terkulai lemas, kepalanya ia rebahkan pada pundak sang pria.

𝐖𝐈𝐓𝐇 𝐘𝐎𝐔 • Orter MadlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang