Seokjin menyeka peluh untuk yang kesekian kali setelah mengikat pita dan menempelkan manik-manik disekitar buket ketika ponselnya berdering diatas meja. Dahyun berteriak dari depan dan enggan mengambilkan ponsel tersebut pada sang pemilik. Mina yang duduk disamping Seokjin sampai menutup pendengaran karena teriakan Dahyun yang memekakan telinga.
"Bos, cepat angkat teleponnya! Anak buahmu yang satu itu tidak akan mau diam kalau kamu tidak bergerak."
Seokjin menghela napasnya dengan kesal, "aku sedang mengikat pita, Mina."
"Berikan padaku, kamu angkat teleponnya. Kalau dari Jae Hwan bagaimana? Dia kan sedang pergi untuk membeli kudapan. Mungkin mau bertanya tentang seleramu."
Dengan terpaksa Seokjin bangkit dan memberikan pekerjaannya pada Mina, lalu mengangkat telepon itu tanpa melihat pemilik panggilan.
"Halo?"
Untuk beberapa saat tidak ada suara dari seberang sana.
"Jae Hwan-ssi? Kami sudah akan pulang sebentar lagi. Jangan repot-repot membelikan kudapan!"
"Siapa Jae Hwan?"
Seokjin terbatuk mendadak karena suara rendah yang sangat dikenalnya. Peluh yang baru saja diseka tiba-tiba keluar lagi sedikit demi sedikit.
"Na--Namjoon? Kenapa tidak bicara?"
"Kamu punya banyak sekali teman selagi aku tidak ada."
"Dia.. kolega bisnis pertamaku."
"Kolega bisnis sejak kapan? Dia menemukanmu dimana? Bukankah toko bungamu tidak terkenal?"
Seokjin melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 22.30 malam. Barulah ia sadar bahwa hari sudah terlalu larut.
"Panjang ceritanya. Ada.. apa menelepon?"
"Aku tidak boleh meneleponmu?"
"Bukan--bukan sepert--"
"HYUNG, APA ITU DARI JAE HWAN? KATAKAN PADANYA AKU INGIN ES KRIM!"
Suara Dahyun menggelegar diujung sana. Membuat Seokjin terkejut dan menghela napas karena tingkahnya sangat merepotkan.
"Maaf, itu suara Dahyun. Kami sudah akan selesai sebentar lagi."
"Apa Jae Hwan sering datang kesana?"
"Ya? Tidak. Baru beberapa kali."
"Dia pernah mengantarmu pulang?"
"Tidak! Tidak pernah!"
"Kamu melakukan sesuatu dengannya?"
"Apa yang kamu katakan?? Tentu saja tidak!"
"Aku bisa tahu kalau kamu melakukan hal yang tercela, Seokjin. Kuharap kamu mengingat itu baik-baik. "
Seokjin tanpa sadar menelan ludah.
"Jangan khawatir. Aku tidak akan melakukan apapun yang tercela, selain denganmu."
"Bagus. Aku akan pulang tiga hari lagi."
"Ya. Berhati-hat--"
Nutt.. nut.. nut..
Panggilan sudah dimatikan. Seokjin tampak pias ditempatnya karena suatu hal yang tidak ia mengerti. Apakah Namjoon memantaunya?
Mengapa pria itu memberikan ultimatum seperti barusan? Seokjin tampak bimbang saat sekotak pizza tersodor didepan.
"Hey, jangan sampai kamu kelaparan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jinx (Cursed) | Namjin Version
FanficKisah mengenai Kim Seokjin yang menggadaikan kebebasannya demi melepas kutukan seorang keturunan selir dimasa lampau. Warning: ~ 🔞🔞 ~ Boypussy