EPS 23 : Elina Perempuan yang Kuat

70 9 0
                                    

Telah direvisi pada 02 April 2024
Dipublikasikan pada 10 April 2024

"The world is so cold, colder than when I lived in you"
—Flower Road, Kim Sejeong

『✎﹏ 』

"MASA cuma gara-gara nilai ulangan harian gue delapan puluh tujuh, itu berarti udah jelek banget?"

Gita diam beberapa saat, tangannya masih setia memegang kenop pintu rooftop. Ia merasa tak asing dengan suara itu. Kemudian Gita membuka pintu perlahan-lahan, dapat dilihat gadis sweter warna putih duduk di tepi rooftop, berkawan dengan angin sepoi-sepoi yang membelai rambut panjangnya.

"Besok gue diapain lagi ya sama Mama? Masih hidup nggak ya gue besok? Syukur-syukur kalau hidup."

Gita menghela napas, sepertinya ia tak bisa memanfaatkan sisa waktu empat puluh menit sebelum bel masuk berbunyi. Lalu dia mendekati gadis itu dan duduk di sebelahnya.

"Lo masih hidup besok."

"Naren jadi embek!!"

Elina terkejut bukan main saat gadis berponi itu tiba-tiba duduk di dekatnya. Kemudian ia memukul lengan Gita sambil mendengus kesal.

"Nilai lo, kan bagus semua. Kenapa lo bisa seambis itu?" tanya Gita keheranan.

Elina mengendikkan bahu. "Nggak tau, gue juga udah nggak punya ambisi buat survive."

"Orang kalo udah dikirimin masalah hidup sama Tuhan, pikirannya emang suka pengen mati terus, sih ...." lirih Gita yang masih dapat didengar oleh Elina.

"Apa?"

Gita mengubah posisinya menghadap Elina. "Sekarang gue lagi pengen cosplay jadi psikolog, coba cerita ke gue apa yang lo rasakan hari ini."

Elina refleks tertawa. "Bayar nggak? Gue adanya goceng."

Gita menggeleng. "Gue udah kaya, jadi nggak butuh duit."

"Dih, sombong amat lu hahaha ...."

Elina mengusap kedua lututnya, ia terasa bangun bulu kuduk karena cuaca yang dingin. Dia menuturkan cerita kalau semester ini ia merasa tertinggal jauh, selalu berhenti di tempat dan tidak ada peningkatan, akan tetapi dia juga bingung bagaimana caranya mengatasi ketertinggalannya itu. Sebelumnya Eunchae memang merasa iri dengan para lima besar termasuk Gita, sedangkan dia sudah berdaya upaya memahami setiap mata pelajaran yang ada. Namun hasilnya tetap sama saja, tidak ada peningkatan.

Elina tahu, ia memang tak sepintar Jiya atau Kiana. Namun ia merasa baik-baik saja jika jalan miliknya sedikit lambat, dan tertinggal dari yang lain. Karena semua orang punya waktunya masing-masing. Semua orang juga mau pintar, bahkan orang yang sudah terlahir pintar pun masih ingin belajar supaya lebih pintar lagi.

"Sebenarnya nilai itu cuma angka, semua orang berpikir kalo sembilan puluh itu lebih bagus dari pada delapan puluh tujuh. Tapi gue cuma mau kasih tau kalo nilai itu memang berharga, tapi ambisi, kerja keras dan proses yang lo lalui itu jauh lebih berharga dari angka-angka itu," pesan Gita seraya merangkul pundak Elina.

"Lo harus enjoy dengan prosesnya. Kalo lo dapat nilai sembilan puluh, tapi lo masih belum puas sama nilai lo dan terus merasa kurang, itu nggak berarti apa-apa bagi gue. Sooo ... just enjoy the moment, enjoy the progress. Dan juga ...." Gita mulai kehabisan kata-kata, "Jangan terlalu terpaku sama nilai. Buat apa dapat nilai bagus tapi kitanya nggak ngerti apa-apa? Mending ubah tujuan lo dari ke sekolah untuk dapat nilai bagus, jadi ke sekolah untuk dapat ilmu baru."

Excellent '05 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang