2. Teman

80 5 0
                                    

Acara tahunan sekolah akan digelar beberapa hari lagi, beberapa murid yang menjadi talent berlatih di aula guna memantapkan performa. Namisa mengarahkan kipas mininya ke area wajah sebab suhu ruangan makin tidak kondusif. Ia melepas kemejanya sehingga hanya memakai kaos putih dengan bawahan seragam abu abunya.

Pandangannya tertuju ke arah operator sound sistem, ada Haris di sana dengan beberapa temannya. Mereka berdua bertukar pandang dan saling melemparkan senyuman. Ada rasa ketertarikan dalam diri Haris ketika memandang Namisa.

Sebelum berlatih menjadi rapper top di sekolahnya sekarang, dahulu Namisa pernah menyanyi dengan suara cemprengnya, alhasil diketawakan oleh teman SMP-nya. Saat ini ia menjadi diva monster di SMA-nya. Suaranya memang unik. Mungkin itu yang membuat Haris berani memberikan topi buatannya sendiri.

Namisa berjalan ke arah operator, Haris menyapanya duluan, kemudian Namisa berjalan lurus seperti mengabaikan godaan Haris.

"Yha dicuekin" ujar Hamdan, pemilik suara bass dengan rupa bayi, partner Haris dalam segala hal.

"Kaga cuy, dia emang mau ke sana" Seperti tidak ingin melepas pandangan, dari sudut kanan ruangan Namisa berjalan hingga ke pintu kiri, lelaki itu sangat fokus melihat Namisa tanpa berkedip.

"Aurora! Astaga kamu bawain apa aja" Celoteh Namisa saat membuka pintu aula. Saat berbalik badan, ia kembali mencuri pandangan ke arah Haris.

Lelaki dengan model rambut wolfcut itu berlari menghampiri Namisa. Gelagatnya seperti cacing, menjijikkan ketika salting. Hamdan ingin muntah melihatnya.

"Sa, semangat ya!" ucap Haris.

Semua murid yang berada di dalam aula tertuju padanya. Kabar Haris menyukai Namisa perlahan menyebar sejak kemarin memberikan kado di atap gedung sekolah.

"Makasih kak" Namisa menjawab dengan nada pelan, kakinya tidak bisa diam sejenak.

"Ayo, Sa. Katanya mau makan" ajak Aurora lalu menggandeng tangan sahabatnya.

"Kak aku suka kadonya. Suka banget! Makasih yaa" lalu Haris menerima love sign dari dua jari Namisa.

Haris menjadi lebih semangat berlatih berkat kelucuan Namisa yang menggetarkan hatinya. Ia berinisiatif akan mengajak gadis itu collab suatu saat. Ia bahkan telah menulis lirik lagu kurang dari satu jam terinspirasi dari Namisa. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja.

Semoga berjodoh.

Namisa mengeluarkan ponselnya, membuka kamera untuk merekam dirinya dan Aurora.

"Lagi latihan ditemenin Aurora nih. Rora boleh minta tolong gak, pegangin bentar"

Ponsel baru Namisa internal 512 GB dengan RAM 8 GB, kamera 48 MP layar 6.7 inch mulus dan seksi Aurora pegang dengan hati hati.

"Kapan beli?" tanyanya sembali mengarahkan wajahnya ke rekaman. Jernih.

"Kemarin, hihi" Namisa melepas karet kuncirnya dan membiarkan terurai, sesekali ia mengibaskan sedikit menggoda untuk dilihat Haris di sudut ruangan sana.

Cantik.

Kali ini Namisa ingin menunjukkan yang ke sekian kalinya ia lebih unggul dari Aurora. Namun, sayangnya Aurora sudah memiliki ponsel itu saat pertama rilis. Hanya saja tidak ia gunakan ke sekolah. Ia tidak ingin ponsel barunya dikotori tangan jahil teman kelasnya hingga memenuhi galeri.

"Ou, bagus. Hai aku Aurora sahabat sehidup semati Namisa. Jangan lupa tonton acara kita dua hari lagi! Stay di akun insta Ice_Namisa, akan ada siaran langsung"

Setelah itu mereka membuka kotak makan yang dibawa Aurora, pesanan dari kedai langganannya. Martabak spesial dengan topping daging sapi, red velcet ice, serta salad buah. Membuat murid di sekitarnya berhamburan keluar untuk mengisi perut juga.

"Totalnya berapa tadi, Ra?" tanya Namisa sembari menyeruput kuah saladnya. Dijawab dengan gelengan kepala Aurora.

"Gak usah. Aku yang traktir"

"Aaaaa maaci banyaakk"

Beruntung sebelum makan tadi, Namisa menyempatkan memotret makanannya. Jadi sekarang ia bisa mengunggah di sosial medianya.

I love my bestie❤️

"Jadi gimana? Udah nemu penata riasnya?" tanya Namisa. Ia ingin nanti sepulang sekolah di-trial make up untuk acaranya kelak.

"Udah"

"Siapa?"

"Saphint MUA"

Penata rias terkenal yang sangat susah untuk menyamakan jadwal dengan klien. Bahkan banyak yang harus booking tiga bulan untuk janjian sebelum acara berlangsung. Namun Aurora dengan mudahnya dapat. Benar benar tipe teman yang dapat diandalkan.

"Gila? Waahh"

Bahkan set busana panggung sudah jadi dari designer langganan keluarga Aurora.

Kipas Doraemon yang berada di dekat jaket biru mencuri perhatian Aurora, "Ketemu di mana kipasnya?"

Namisa menoleh, tatapannya berubah drastis dari sebelumnya, "Oh, itu kado kok. Bukan kipasku yang hilang"

"Oh, iya kah? Kirain ketemu"

Aneh.

"Kipas sebelumnya pemberian dari papaku, hadiah ulang tahun. Sangat berharga"

Sekarang tidak lagi, meskipun kipasnya masih sama tapi itu pemberian dari tangan orang lain. Tidak murni dari papanya.

"Mirip ya?" tanya Namisa.

"Iya"

"Ya kan pabriknya gak bikin satu doang, Aurora" Kemudian mereka tertawa.

Tak lama ponsel Namisa yang lain berdering, sedikit Aurora intip, ternyata mamanya. Terdengar seperti berteriak memaki putrinya, kemudian ponselnya dijauhkan dari telinganya karena sakit.

"Kenapa, Sa?" tanya Aurora khawatir. Namisa menggeleng sejenak lalu mematikan telepon begitu saja.

"Biasa, mama ngomel karena kamarku berantakan hehe"

Lagi lagi kebohongannya sangat dapat dibaca oleh Aurora, ia tak tahu apa masalahnya, yang jelas sahabatnya pembohong handal.

"Oh, ya udah sih. Lain kali kunci pintu kamarmu biar gak dilihat mama"

"Aku mau pulang sekarang, Ra. Ijinin ya" Namisa bergegas membereskan tasnya, lalu memakai jaket merah bermotif bunga sakura dan keluar aula.

"Eh ngapain pulang sekarang?"

"Beresin kamar!"

"Jaketnya ketuker, Sa. Merah punyaku" Suara Aurora memelan, percuma berteriak jika lawannya sudah pergi.

Dari jendela aula, Aurora memastikan apakah Namisa telah keluar gedung atau belum. Sepuluh menit terbuang sia-sia. Seharusnya hanya butuh beberapa detik saja jika seseorang keluar aula maka akan terlihat dari jendela.

"Namisa gak beres. Jangan jangan dia lewat samping sekolah?"

Ia berlarian tergesa gesa hingga hampir menabrak Haris di lobi.

"Maaf kak, maaf"

"Gapapa, kenapa kamu?" tanya Haris.

"Nyusul Namisa, bye kak. Buru buru"

Aurora menyusuri kebun lalu mengancang langkah untuk menaiki pagar samping sekolah. Betapa terkejutnya ia saat tubuhnya masih di atas pagar, ia mendapati Namisa ditampar mamanya lalu ditarik paksa masuk ke dalam mobil.

Ia mengejar mobil Namisa hanya bermodal sepatu, pilihan bodoh. Buru buru ia memesan ojek online untuk mengejar. Tapi di luar dugaan, ada Haris dengan motor maticnya menghampiri Aurora untuk memberinya tumpangan.

"Kak, ngebut bisa ya?"

"Bisa. Pegang erat erat, Ra!"

FRENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang