4. Acara

51 6 0
                                    

Aurora membuka matanya perlahan setelah tertidur beberapa menit sebelumnya gara gara suara omelan ibunya. Ia menghela napas kasar karena sebal tidak bisa tidur sejak malam tadi. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada bantal, memandangi pisau yang ada di lantainya. Ia masih tak percaya kalau sahabatnya harus tewas malam itu.

Air matanya menetes makin deras, tak sanggup karena tidak bisa membantu apa apa, selain menyimpan box yang sempat ia ambil sebelum menemui ke studio.

Ia bingung harus berbuat apa, sebenarnya dirinya merupakan saksi bisu, namun jika buru buru melaporkan, ia bisa jadi tersangka sebab gadis gila itu semalam menjadikannya kambing hitam. Untuk melihat jasad Namisa di bawah saja ia tak sempat. Begitu terdengar suara sirine mobil, setelah ditinggal oleh pembunuh Namisa, Aurora pergi lewat jalan tikus yang biasa dilewati bersama mendiang.

Sembari membuka box, Aurora perlahan berusaha mengumpulkan kepingan ingatan di kepalanya tentang gadis pembunuh semalam. Ia hanya mengingat botol kecil dan tatto di leher yang berbentuk demon. Ia tak banyak mengingat karena fokus ingin menyelamatkan Namisa, meskipun gagal. 

"Untuk Aurora, sahabat tersayangku. Jika kamu telah mengambil dan membaca surat ini, berarti aku sudah tidak lagi bersamamu.

Terima kasih sudah mau berteman denganku, maafkan aku karena telah sering membuatmu iri, jengkel, bahkan dendam karena aku tidak mau kalah darimu. Sebelumnya aku ingin menceritakan banyak hal padamu, tapi tidak pernah sempat karena jadwalku yang terlalu padat. Terima kasih sudah menjadi manager, penata rias, tata busana, sie konsumsi, dan partner belajar.

Terima kasih sudah menjaga, memperhatikan, dan mengkhawatirkanku. Dalam kotak ini ada banyak berkas, aku mohon jaga dengan baik-baik aset dariku. Semoga bisa membantumu ke depannya.

Sudahi tangismu, aku akan tenang di atas tanpa pukulan dan kejar-kejaran. Aku harap kamu tidak akan mengenal lelah, jangan sepertiku.

Tertanda, Namisa Cantik"

Tangis Aurora makin pecah tak karuan. Suaranya terdengar sampai dapur. Pembantu yang ada di sana langsung menghampiri kamar Aurora. Mau diketuk beratus kali pun, Aurora tidak akan keluar dari kamarnya.

"Aurora! Buka pintunya! Mama mau bicara!" teriak mama dari balik pintu.

"Kenapa nangis, haah? Malas sekolah? Silakan kalau mau jadi perempuan bodoh" tambahnya.

Tangis Aurora mereda setelah ia memikirkan sesuatu. Mengapa tidak ada yang mencari Namisa padanya jika sahabatnya telah tiada semalam? Bukankah harusnya berita kehilangan sudah berkeliaran. Oh, harus menunggu 1×24 jam baru bisa dikatakan menghilang.

Tiba tiba ada pesan masuk yang mengagetkannya, ternyata dari sie acara festival sekolah.

"Aurora, aku dapat pesan dari Namisa semalam. Dia gak bisa isi acara besok, dia nunjuk kamu buat gantiin tampil sama kedua rapper lain"

Aurora langsung terlonjak dari kasurnya, mengusap air matanya kasar. Wajah penuh keheranan dan ketakutan terlihat, "Hahah, gak mungkin"

Mengingat ia belum membuka seluruh box Namisa di depannya, ia kembali menggeledah perlahan. Betapa terkejutnya ia setelah mendapatkan surat dan file berisi aset berupa Apartment, mobil Tesla, perhiasan, serta uang milyaran dalam bank akan jatuh ke tangannya.

"What the f..."

🌸🌸🌸

Suasana sekolah masih seperti biasanya seolah tidak ada yang peduli atas ketidakhadirannya Namisa di kelas.

"Ayesha" Panggil Aurora.

Gadis berambut panjang bergelombang dengan bibir yang dihias tindik pasangan itu menoleh, "Ya?"

FRENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang