[Satu: High School in Jakarta]

208 30 14
                                    

2 minggu sebelumnya...

"Ugh, I gak suka itu. Gak higienis."

Anton menatap sinis pemandangan Eunseok dan Shotaro yang makan nasi padang pakai tangan kosong. Seumur hidupnya, Anton cuman pakai tangan kosong buat melakukan hal lain seperti bersih-bersih atau menulis--bukan untuk makan seperti yang dilakukan kedua pemuda tersebut. Dia bergidik ngeri, merinding melihat Shotaro yang menjilat jemarinya dan Eunseok juga mengaduk nasi dengan bumbu rendang yang berceceran di piring. Anton mual, dia seperti melihat dua Meganthropus Erectus mukbang di era pra-aksara.

"Ya udah, nasi lo buat gue kalau gitu," jawab Shotaro, melirik sadis ke arah Anton yang menghakimi.

"Take it. Aku gak usah makan." Anton menyodorkan sebungkus nasi padang yang dibelikan Eunseok barusan ke arah Shotaro.

Eunseok terkekeh. "Ton, kalau lo gak bisa adaptasi. Bisa-bisa mati kelaparan lo di mari, ini Indonesia, makan paling enak pake tangan!" sahutnya yang kemudian menyuapkan nasi penuh bumbu.

"Yoi. Hukum rimba berlaku di sini bosku, yang ada lo mati kelaparan kalau makan pake tangan aja udah kejang-kejang!" sahut Shotaro.

"But you guys are Chinese, jorok banget makan pakai hands and not sumpit!" Anton menahan mual, dia hampir muntah di momen itu juga.

"Ya elah, kita Cina Benteng. Repot bener sih congor¹ lo!" gertak Eunseok. "Sokin² mana nasi lo, gue aja yang makan. Capek-capek gue beliin malah dianggurin bae³!" sambutnya.

Eunseok sewot, dia sebal karena acara makan yang harusnya berlangsung penuh ketenangan ini berganti menjadi suatu perdebatan. Udah dua hari Anton bikin Eunseok dan Shotaro pening, si anak produk Amerika Serikat itu tidak mau makan kecuali dibelikan makanan cepat saji seperti McDonald's atau KFC. Boro-boro mau beliin makanan junk food yang harganya selangit begitu, bisa beli nasi bungkus tiga biji aja udah syukur. Para penerus Kedai Kopitiam Nenek ini ada di fase krisis moneter, gak sempat bagi Eunseok untuk memberikan special treatment terhadap si anak bawang bernama Anton Lee itu.

Bukan salah Anton juga, sih. Baru dua hari di Indonesia dan Anton udah kena diare sampai lemes padahal cuman makan bubur doang. Maklum, Anton lahir dan besar di Amerika Serikat--dia ke Indonesia setiap Imlek saja. Itu pun ketika Nenek masih hidup. Keluarga intinya; Mama, Papa, dan adik, pindah ke New Jersey pasca kerusuhan 1998. Peristiwa itu meninggalkan luka yang sangat dalam untuk keluarga Anton sampai-sampai Anton--yang lahir tahun 2004--punya paranoia terhadap diskriminasi etnis Tionghua. Sialnya, Anton ini cucu kesayangan Nenek.

Begitu Nenek meninggal bulan lalu, Anton terpaksa kembali ke Indonesia untuk melanjutkan kedai tua nan reyot ini agar tetap hidup. Kalau boleh jujur, mendingan kedai ini dijadiin lokasi syuting Jurnalrisa aja daripada dioperasikan sebagai kedai kopi.

"Dari pada lo muntah perkara liatin kita makan, lo mending nyalain lampu luar dah sono!" seru Shotaro.

Anton mengangguk, secepat kilat dia meninggalkan dapur menuju ruangan utama kedai untuk menyalakan lampu luar. Sekarang sudah pukul satu dinihari, wajar kalau auranya agak kurang enak. Seram. Anton deg-degan, dia belum sepenuhnya familier sama setan Indonesia yang konon lebih serem dari Valak atau Pennywise. Dia melangkah lebih cepat, menghasilkan suara decitan pada lantai kayu lapuk yang seharusnya diganti keramik.

Kedai milik Nenek ini sudah hampir seratus tahun, gak aneh kalau setannya variatif. Kalau gak salah, Eunseok pernah cerita tentang sesosok Pobi; Pocong Boti, yang suka godain pegawai laki-laki kalau closing di malam hari. Shotaro juga pernah bilang kalau beberapa kali ada penampakan sosok kuntilanak bernama Surti yang dicampakkan genderuwo ganteng yaitu Tejo. Anton sih gak pernah lihat langsung, toh dia juga gak minat. Amit-amit deh kalau beneran ketemu!

Teh dan Kue Keranjang | Anton x SoheeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora