Sekarang Haechan sedang menginap di rumah Jaemin. Mengapa demikian? Kejadian yang mereka saksikan menimbulkan banyaknya pikiran-pikiran buruk yang membuat mereka takut. Di tambah Haechan baru ingat orangtuanya sedang ke luar kota untuk mengunjungi kakak Haechan.
Baru kali ini ia merasa menyesal menolak ajakan orangtuanya. Dan akhirnya Haechan tidak mau tidur di rumah sendirian, dan Jaemin juga tidak mau jika ia harus menemani Haechan di rumah Haechan, mengingat hanya mereka berdua saja menurut Jaemin tidak aman.
Dengan itulah, Haechan memutuskan untuk menginap di rumah Jaemin sampai keluarganya kembali dari luar kota. Dan untung saja keluarga Jaemin sudah seperti keluarga Haechan sendiri, mereka menerima Haechan dengan tangan terbuka, padahal Haechan sangat jarang nginap ke rumah Jaemin, karena Jaemin yang sering nginap di rumah Haechan.
Jaemin dan Haechan yang masih shock berusaha menutupinya saat mereka makan malam. Mereka belum siap untuk menceritakannya apa pun. Mereka hanya diam saat di ajak bicara oleh keluarga Jaemin. Bungkam mereka masih bertahan sampai mereka kembali ke kamar Jaemin.
“Kita nggak ketahuan kan tadi?” Haechan menjawab pertanyaan Jaemin dengan menggeleng pelan, menandakan ia tidak tahu.
Tapi entah mengapa perasaannya mengatakan bahwa laki-laki itu sudah tahu, mengingat tadi ia sempat melihat laki-laki itu memandang kepergian mereka dari luar gedung.
“Aku takut banget, Chanie. Bahkan ke kamar mandi aja aku nggak berani.” Keluh Jaemin.
Haechan mengiyakan. Ia menyapu poninya ke belakang dengan tangan bergetar. Gerakan Haechan itu tak luput dari pandangan Jaemin. Kondisi mereka berdua kini sama, dan Jaemin masih tak habis pikir bagaimana mereka bisa sampai dengan selamat mengingat Haechan membawa mobilnya dengan sedikit brutal.
“Apa sebaiknya kita lapor ke polisi aja, ya?” Haechan ragu. Tapi ia rasa itu satu-satunya cara yang ada.
Keesokkan harinya, mereka mendatangi kantor polisi dan mengatakan apa yang mereka lihat. Walau kasusnya sedikit terlambat untuk dilaporkan, tapi mereka berdua memaksa polisi untuk mengecek tempat kejadian.
Dan akhirnya di sinilah mereka, Jaemin, Haechan dengan satu polisi dan satu polwan. Kedua polisi tersebut berjalan di depan Jaemin dan Haechan.
Mereka berdua masih bisa mengingat betapa menegangkannya kejadian tadi malam. Seandainya mereka berdua tertangkap, mereka tidak yakin bisa lolos.
“Jadi, di mana kalian melihatnya?” Kata polwan di depan mereka.
“Satu lantai lagi, Bu.” Kata Haechan. Ia masih mengingat setiap detail sisi gedung dari coret-coret yang ia perhatikan kemarin.
“Apa di sini?” Kata Pak Polisi dengan heran. Jaemin dan Haechan langsung melangkah maju dan terkejut saat mereka tidak menemukan apa pun.
“Iya, Pak benar di sini.” Kata Jaemin meyakinkan. Haechan pun tahu betul tempatnya. Karena ia melihat mayat pria tersebut terbaring dekat pilar yang ada tulisan “HELL” dan tulisan berbentuk vertikal itu juga digambar dengan warna-warna terang. Haechan tidak mungkin salah lihat.
Kedua polisi itu berkeliling untuk mengecek. Sedangkan Jaemin dan Haechan masih merasa aneh dengan apa yang terjadi.
“Kenapa mayat pria itu sudah nggak ada? Apa laki-laki itu sudah meyingkirkannya?” Haechan menggeleng yang menandakan ia juga tidak tahu.
“Tidak ada tanda-tanda pembunuhan di sini. Saya malah dapatnya hal-hal lain.” Kata pak polisi sambil menunjukkan kondom bekas.
“Kalian yakin apa yang kalian lihat itu pembunuhan? Mungkin saja yang kalian lihat itu makhluk tak kasat mata. Mengingat kerangka gedung ini tak terurus bertahun-tahun pasti macam-macam penghuninya.” Kata polwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Habits (Markhyuck&Nomin)
Mystery / ThrillerBagaimana perasaanmu saat kamu melihat pembunuhan di depan matamu secara langsung? Itu yang di alami Haechan dan Jaemin. Dan sialnya psikopat gila itu tidak sendiri. Ia bersama kakaknya berhasil menculik dan mengurung Haechan serta Jaemin. Bagaiman...