Chapter 3

34 6 0
                                    

“Chanie!” Suara sayup-sayup terdengar di telinga Haechan.

“Cepat bangun, Chanie-ya!” Haechan memaksakan matanya untuk terbuka. Penglihatannya masih agak kabur saat ia membuka mata dan kepalanya sedikit pusing, tapi ia bisa melihat bahwa ia berada di ruangan yang sangat minim cahaya.

“Chanie.” Haechan mengedip-ngedipkan matanya, dan setelah kesadarannya sudah nyaris kembali, ia dapat melihat Jaemin  berada tak jauh dari jarak ia berada.

“Nana? Astaga, kamu baik-baik saja?” Tanya Haechan dengan wajah khawatir. Ia ingin berdiri dan menghampiri Haechan, tapi sesuatu menahannya.

Haechan baru sadar tangannya terikat oleh tali dan tali itu pun terikat pada sesuatu yang membuat Haechan tidak bisa berdiri.

“Ada apa ini? Nana.” Haechan memperhatikan Jaemin yang ternyata keadaannya tidak beda jauh dengan Haechan, bedanya kaki Jaemin diikat, tapi Haechan tidak. 

“Di mana kita? Apa yang terjadi? Kenapa kita terikat? Kenapa mereka mengikat kakimu?”

“Tenang dulu, Chanie.” Kata Jaemin berusaha menenangkan Haechan.  “Aku tidak tau kita ada di mana sekarang, tapi aku rasa kita ada di ruang bawah tanah. Tadi saat di bawa ke sini, aku sudah sadar dan berusaha berontak, dan akhirnya kakiku juga di ikat.”

“Apa kamu tau siapa yang membawa kita ke sini?” Tanya Haechan. Jaemin mengangguk kecil lalu menggeleng, membuat Haechan bingung.

“Aku tau siapa yang bawa aku ke sini. Laki-laki yang kita liat saat itu, pembunuhan di gedung tua.” Jaemin diam sebentar. “Tapi aku tidak tau siapa laki-laki yang membawamu ke sini, aku tidak penah melihat laki-laki itu.”

“Apa dia menggunakan sweater abu-abu gelap?” tanya Haechan memastikan. Jaemin mengangguk dengan semangat.

“Iya sweater abu-abu, dan rambutnya di tata dengan rapi.” Haechan meringis pelan. Benar dugaannya, yang membawanya pasti laki-laki yang bertemu dengannya di café tadi.

“Kamu kenal sama laki-laki itu?” Tanya Jaemin.

“Tidak, tapi aku bertemu dengannya di café. Sepertinya dia ada hubungannya dengan si pembunuh itu.” Jelas Haechan.

“Apa? Berarti laki-laki itu kaki tangannya?” Haechan mengangguk kecil membenarkan tebakannya. Ia merasa pembunuh itu pasti memiliki seseorang yang bisa membantunya.

Kreet

Pintu terbuka dengan pelan, cahaya pun masuk dari sela-sela dua orang yang sedang berdiri di depan pintu.

“Sudah sadar?” Suara berat salah satu dari mereka membuat Jaemin dan Haechan menegang. Kedua lelaki manjs yang sedang terikat itu memasang mode waspada saat dua orang yang membawa mereka ke ruangan gelap ini mendekat.

“Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan dari kami?” Tanya Haechan dengan suara bergetar.

Tentu saja ia takut, melihat kedua orang yang ada di depan mereka terlihat seperti binatang buas yang kelaparan. Laki-laki yang berpakaian lebih rapi, menarik kursi dan duduk. Ia hanya memperhatikan Haechan tanpa keinginan untuk menjawab pertanyaan. Sedangkan laki-laki satunya sudah berjongkok tak jauh dari posisi Jaemin berada.

Jaemin memundurkan tubuh dan mengalihkan wajahnya saat laki-laki di depannya itu mendekat dan menyentuh wajahnya. Jaemin tidak bisa menghindar, badannya menggigil saat ia bisa merasakan sebuah jari yang terasa dingin mengelus daerah pipi sampai dagunya. Jaemin memejamkan wajahnya saat dagunya dengan pelan di tarik hingga ia menghadap ke depan. Jaemin bisa merasakan helaan nafas seseorang yang berhembus menyentuh wajahnya.

“Mau apa kamu?! Menjauh dari Nana!” Haechan berteriak kencang. Ia bisa melihat betapa ketakutannya Jaemin, membuat Haechan hampir meneteskan air matanya.

Dark Habits (Markhyuck&Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang