"Airen! Kamu–"
"Duh, maaf ya, Van." Airen dengan segera mengelap kaos yang dikenakan oleh Yevan dengan tangan kosong.
"Ren, udah, enggak apa-apa kok. Aku juga salah." Yevan dengan sigap menghentikan tangan Airen.
"Maaf, aku beneran enggak sengaja. Tadi aku sibuk ngelihatin hpku," Airen mencoba memperlihatkan hpnya yang selalu ada dalam genggaman.
Sebenarnya Yevan tidak terlalu marah, hanya sedikit kesal karena kaos favoritnya kembali terkena milkshake yang bercampur dengan strawberry.
"Kamu kok ada di sini sih?" Yevan bertanya dengan heran.
Airen menggaruk tengkuknya pelan sebelum menjawab pertanyaan Yevan. "Iya, aku memang kuliah di sini, Van. Cuma gedung Soshum kan ada dibelakang gedung FIKIP. Jadi, lumayan banget sih buat nongkrong dan makan di sini."
"Kenapa tadi kamu enggak bilang kalo kamu daftar ke Bright University? Kan kalo kamu ngomong, aku bisa mengingat kamu." Yevan tertunduk, mencari mata Airen yang tampaknya melirik Rachel.
"Heh! Apa-apaan sih! Yevan, ayo kita balik ke kelas!" Rachel menarik lengan Yevan seolah ingin menunjukkan bahwa Yevan adalah kepemilikannya.
Airen memperhatikan interaksi antara Yevan dan Rachel dengan sedikit rasa tidak nyaman.
"Sekali lagi aku minta maaf ya, Van. Aku enggak sengaja." Airen bersuara lagi untuk mengakhiri situasi yang canggung.
"It's okay, Ren. Kamu mau ke mana habis ini?" Yevan menepis tangan Rachel.
"Van!" Rachel hendak memprotes.
"Shut up, Rachel! Gue bilang gue enggak suka sama Lo! Cukup!" Yevan meninggikan suaranya.
Melihat Yevan yang marah, keadaan menjadi hening sejenak. Airen dan Rachel sama-sama terkejut mendengar Yevan berbicara dengan nada tinggi.
Udara seperti membeku, dan semua orang di kafetaria itu kini mengarahkan pandangan mereka ke arah ketiganya.
Airen yang merasa tidak nyaman dengan semua perhatian tersebut, mencoba meredakan keadaan.
"Eh, Van... aku rasa aku harus pergi sekarang. Aku ingin makan siang sebelum kelas dimulai lagi." Suaranya pelan, berusaha sebisa mungkin untuk tidak menambah ketegangan yang sudah tercipta.
Yevan, yang masih dengan napas yang belum stabil, mengangguk pelan, "Aku temenin ya?"
"Tapi, bukannya kalian---"
"Sudah, ayo aku temani." Yevan menyeret lengan Airen, meninggalkan Rachel yang masih melongo tak percaya akan kedekatan Yevan dan Airen.
Saat melihat kedekatan Yevan dan Airen, Rachel merasa cemburu. Benar-benar cemburu, lantaran gadis yang tidak ia kenal itu semudah itu mendapatkan perhatian dari Yevan yang terkenal dingin seperti es batu.
Di sisi lain, Airen yang merasa tidak enak hati masih saja menatap Rachel yang juga menatapnya dengan penuh kebencian. Entah kenapa, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dari tatapan Rachel itu.
Airen mulai mengalihkan perhatiannya ke Yevan yang ramah dengannya. Dia menyadari bahwa Yevan hanya mencoba menjadi baik padanya dan membantunya dari rasa malu tadi.
"Yevan, enggak seharusnya kamu ninggalin dia begitu aja," Airen bergumam.
"Dia bukan siapa-siapa kok. Cuma temen." Yevan mencoba menenangkan Airen.
"Yakin?" Tanya Airen.
"Ya, aku yakin. Kita berdua hanya teman, tidak ada yang lebih dari itu." Yevan tersenyum lembut pada Airen.
Airen mengangguk namun matanya tidak berpaling dari Rachel. "Omong-omong dia siapa? Kenapa ia pakai baju yang begitu revealing?"
"Oh, Rachel Bramantyo. Anaknya salah satu pemilik yayasan yang sering nyumbang ke kampus ini." Yevan menjelaskan sambil menunjuk ke arah Rachel.
Airen mengerutkan keningnya, "Jadi dia memang seorang socialite yang hidup dalam kemewahan dan popularitas."
Yevan mengangguk setuju, "Iya, tapi jangan salah. Dia itu sangat manipulatif, kau harus hati-hati dengannya, Ren. Dia sangat suka mencari masalah dengan orang baru. Apalagi yang terlihat dekat denganku."
"Oh jadi, dia beneran pacar kamu?" Airen terkejut mendengar penjelasan Yevan.
"Bukan, tentu saja tidak. Dia hanya memaksa masuk ke kehidupanku. Tapi jangan khawatir, aku akan menjaga jarak dengannya." Yevan menjamin Airen bahwa ia tidak perlu cemas tentang hubungannya dengan Rachel.
Airen menghela nafas lega dan tersenyum pada Yevan, "Kok kamu enggak mau sama dia? Bukannya dia cantik dan digandrungi semua mahasiswa di sini? Aku sudah mendengar beberapa dari kelasku yang naksir padanya. Mereka bilang, dia itu sangat baik dan suka melakukan kegiatan amal."
Yevan tertawa kecil mendengar penjelasan Airen tentang Rachel. "Ya tuhan, sayangnya kau tidak tahu siapa sebenarnya dia."
Airen mengedik kemudian memesan makan siang, setelah menyelesaikan makan siangnya. Yevan dan Airen berpisah untuk ke kelas masing-masing. Yevan ke gedung khusus saintek sementara Airen memutari kafetaria untuk menuju gedung soshum.
"Bagus! Lonte baru berani-beraninya ngeganggu urusan gue!" sebuah sergahan membuat Airen mendongak dan membuatnya melihat sosok Rachel dan kedua temannya sedang menunggu di lorong tepat di depan pintu masuk kelas Airen.
Airen memutuskan untuk menghindar, ia tidak ingin bergabung dengan Rachel dan temannya yang dikatakan seorang bully di sini.
Namun sayangnya, usaha Airen untuk menghindar tidak berjalan baik ketika Rachel mencabut lengan Airen dan menyeretnya ke tengah kerumunan anak soshum lainnya.
"Lo enggak usah blagu di sini! Kenapa lo tiba-tiba caper ke Yevan! Ada hubungan apa lo sama dia?" Rachel langsung menyergap Airen dengan pertanyaan yang cukup kasar.
"Rachel, biarin dia. Dia enggak usah jawab kalau emang nggak mau." Seorang anak lelaki berada di sebelah Rachel mencoba mengatasi namun malah ditarik oleh satu temannya yang lain.
"Diam lo! Ini urusan gue sama cewek cupu ini!" Rachel mendorong dahi Airen, namun hal itu membuat Airen tersenyum miring.
"Cupu? Kalau cupu sih jangan-jangan lo yang enggak tahu diri. Terus apa?" Airen memasang wajah sinisnya dan meraih tangannya dari genggaman Rachel.
Airen menghirup udara dalam-dalam, "Kalau lo mau tahu, Yevan itu enggak lebih dari teman gue."
"Lo bohong!" Rachel menyeringai dengan sombongan. "Mana mungkin Yevan suka sama cewek kampungan macam lo!"
Airen memandang Rachel sebelah mata, ia mendekatkan bibirnya ke wajah Rachel. "Dari pada lo yang superstar tapi SARA sama orang! Plus... gak tau diri. Mungkin aja lo pikir gue enggak kenal lo, tapi lo salah, gue kenal lo, gue kenal apa aja yang lo sembunyiin dari banyak orang.
Kata-kata Airen membuat semua kedua teman Rachel di sekitarnya terdiam dan bengong melihat pertengkaran antara Airen dan Rachel. Tak lama kemudian, suara lonceng berkumandang dan membuat kedua gadis itu harus memasuki kelas mereka masing-masing.
Dengan berjalan tegap, Airen masuk ke dalam kelasnya mengabaikan geraman Rachel yang mengumpatinya. Ia tahu bahwa pertengkaran di luar itu akan menjadi perbincangan hangat di kalangan mahasiswi dan mahasiswa. Namun Airen mempunyai tujuan tersendiri.
Seiring dengan lonceng yang berbunyi, langkah Airen semakin cepat memasuki kelasnya. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatiannya sebelum ia duduk di kursinya. Sebuah catatan terlipat rapi diletakkan secara misterius di atas mejanya.
Temui aku di kafe belakang kampus.
Airen merasa deg-degan. Siapa yang bisa meninggalkan catatan itu? Dan apa maksudnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pusaran Waktu |Revisi|
RomanceDalam pertemuan yang tak terduga di tempat rekreasi, gadis pemalu Michael Airendra berhasil memikat Yevan dengan sikap tenang dan cara berbicara lembutnya. Namun, misteri yang menyelimuti Airen membuat Yevan semakin penasaran. Jarak bukan hanya tent...