Setibanya di stasiun, orang kian lalu lalang dari arah berlawanan. Membuat Falisha hampir limbung karena saking penuhnya suasana di siang itu. Semuanya terlihat tergesa-gesa dengan barang bawaannya yang melimpah, sebagian menuju ke pintu keluar stasiun dan sebagian menuju ke gerbong tujuan masing-masing. Maklum, hawa panas dan lembab seringkali membuat orang gerah ingin bergerak cepat. Untungnya Falisha berhasil menyeimbangkan diri dan menerobos lautan manusia itu.
Setibanya di bagian kedatangan, Falisha berulang kali menengok jam arlojinya yang sudah menunjuk pukul 13.15. Sudah tiga puluh lima menit lamanya sejak Abyasa mengabarinya lewat telepon. "Fal, nggak usah di hubungi ya. Aku otw dari kos." ucapnya dalam telepon yang berlangsung kurang dari satu menit. Belum sempat membalas oke pun telepon sudah dimatikan dari seberang.
Rasanya ia ingin menggerutu dan protes padanya jika tiba nanti. Namun sayangnya waktu terus berlalu dan Abyasa belum juga terlihat. Akhirnya Falisha mengeluarkan ponsel dan memesan ojek menuju ke alamat kosnya. Setelah menunggu agak lama, tampak dari kejauhan motor berplat nomor H 2571 YO menuju ke arahnya. Yang ditunggu-tunggu pun datang.
Searah dengan matanya yang mengikuti motor tersebut, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sepasang lelaki dan perempuan yang sedang beradu mulut menarik perhatiannya. "Wah siang-siang dah panas, hati panas juga. Kasian sekali kedua sejoli itu"
Falisha masih terus menatap keduanya dan memicingkan matanya. Semakin diperhatikan, seolah sosok tersebut tidak asing. Tak terasa kakinya melangkah ke arah mereka dan melewati abang ojek yang kebingungan. Penumpangnya yang akan dijemput malah mengabaikannya.
"Ka, ka.. ka.." ucapnya sambil melambaikan tangan.
Langkah kaki Falisha berhenti tepat di depan kedua pasangan itu. Ia tak habis pikir, sosok lelaki gondrong dan berbaju belel yang ia lihat dari kejauhan ternyata benar sosok yang ia kenal. Ia adalah Abyasa, yang ditunggunya sejak tadi.
"Yang bener aja nih. Jadi dari tadi kamu udah disini?" ucap Falisha menahan gejolak di dadanya. Ia tak menyangka ucapannya sendiri kini dirasakan. Panas teriknya matahari semakin membuat hatinya yang panas ingin meledak.
"Astaga Fal. Sorry banget! Aku sudah sampai tapi nih Bunga tiba-tiba nyusulin dan ngomel-ngomelin aku." terlontar kewaspadaan Abyasa melihat ekspresi Falisha yang menahan emosi. Mungkin ia sadar kesalahannya dan bersiap kalau-kalau ia disemprot lagi.
"Lagian kamu bohong by. Kau bilang mau makan siang di warung biasa, tapi ternyata aku lihat kamu ngebut tanpa berhenti." ungkap Bunga.
Keberadaan Bunga yang sejak tadi disana, serta alasan yang keluar dari kedua mulut mereka sungguh membuatnya banyak berpikir. Hingga tidak tau harus bereaksi bagaimana. Bahkan ia tak menyadari namanya dipanggil oleh seseorang dari balik punggungnya.
"Ka Falisha? Benar? Ini kita jadi berangkat nggak ya ka?" Bapak gojek itu mengerutkan kedua alisnya karena heran dan sungkan dengan kejadian didepan matanya. Namun ia tak punya banyak waktu untuk menunggu penumpangnya itu.
Falisha tak bergeming dan tangannya meraih helm yang sedari tadi sudah dipegang oleh Bapak ojek. Ia duduk menyamping, karena rok yang dipakainya kali ini agak pendek.
Bapak ojek itu pun dengan sigap menyiapkan rear foot step untuknya. Lalu ia berpamitan sambil menundukkan kepala ke Abyasa dan Bunga yang ditinggalkan mereka tanpa sepatah kata apapun.
***
"Assalamu'alaikum, Tante." ucap Falisha setelah dibukakan pintu rumah. Merespon kejadian tadi, ia pun mengubah tujuan langsung ke rumah Tantenya. Tidak ingin rasanya melihat Aby untuk sementara. Padahal Falisha ke Semarang hanya untuk menemuinya. Tapi tidak untuk malam ini karena ia perlu mengistirahatkan pikirannya.
Sepanjang perjalanan tadi, pikirannya begitu sibuk "kenapa bisa ada Bunga disana? Kenapa rasanya ada yang janggal dari interaksi mereka berdua? Apa mereka punya hubungan spesial?" hingga akhirnya pelataran hijau dan pohon rambutan yang rimbun di depan rumah sudah terlihat didepan mata berhasil menghentikan pikirannya. Rumah Tante Nisa.
"Eh Mba Lisha sudah sampai. Ko nggak ngabarin?"
"Iya ni tante. Tapi gapapa kan? hehe."
"Hm..Tante sudah siapkan kamar khusus untuk Mba Lisha."
"Makasih Tante. Nih Bakpia Jogja khusus juga buat Tante"
"Bisa aja kamu mah." ucapnya seraya memeluk pundak Falisha sambil mengantarkan ke kamar. Tante Nisa ini adalah adik dari Ibu. Salah satu yang terdekat, paling pengertian, dan perhatian. Entahlah mungkin ia menyadari kakaknya itu memang bukan Ibu yang cukup baik untuk Falisha.
Malam itu Falisha dibiarkan hanya istirahat di kamar oleh Tantenya. Mungkin perjalanan jauh dan bercengkrama sore hari bersama keponakannya yang baru bisa merangkak ini agaknya sudah membuatnya tambah lelah. Dan ia pun diizinkan untuk masuk kamar lebih cepat setelah makan malam.
Jam menunjuk pukul delapan malam. Waktu bagi Falisha untuk melakukan night routinenya. Notebook berwarna krem, highlighter berwarna kuning, dan pulpen hi-tech dikeluarkannya dari dalam tas. Diletakkannya semua itu di meja, kemudian ia duduk di kursi sambil menyesap coffee mix yang telah diseduhnya. Headphone pun ia kenakan sambil memutar lagu healingnya saat melakukan journaling malam itu.
I'm trying my best
I'm trying my best to be okay
I'm trying my best but every day
It's so hard-Anson Seabra, Trying my best
Kali ini, usahanya untuk tidak overthinking tidak berhasil. Falisha merasakan ada bulir air mata yang keluar dari pelupuk matanya. Tangannya terus menulis isi hati dan pikirannya. Pertanyaan itu terulang kembali "Kenapa usahaku nggak pernah sekalipun dilihat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Memori
RomanceFalisha, perempuan yang tadinya tidak mudah percaya, apalagi pada hal klise seperti cinta, akhirnya mulai jatuh hati pada kakak kelasnya bernama Abyasa, sahabat baik Gia yang merupakan sahabatnya juga. Padahal Gia juga menaruh hati pada Falisha. Nam...