Dua.

550 21 20
                                    

‧₊˚🖇️✩

"Azizah..."

Ibu ketuk pintu kamar Azizah yang tertutup rapat, sejak tadi gadis itu belum keluar kamar sama sekali bahkan dia juga belum menyentuh nasi.

"Ibu masuk boleh?" tanyanya dengan mencoba membuka kenop pintu, ternyata kamar anak itu tidak terkunci.

"Ibu masuk ya?"

Suasana terasa sepi, namun di atas kasur ada Azizah yang meringkuk membelakanginya. Ia bawa langkahnya untuk mendekati gadisnya, ia usap kepala Azizah.

"Kamu marah ya sama Ibu?" ucapnya, terdiam sesaat sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, "Ibu minta maaf ya, maafin Ibu udah bikin kamu sedih"

Mendengar Ibunya mengatakan hal yang tidak pernah ingin Azizah dengar, ia langsung membalikkan badannya dan memeluk tubuh Ibu erat.

"Ibu gak boleh minta maaf, aku yang salah. Maafin Azizah ya, Bu"

Senyum tipis terukir di wajah perempuan yang usianya tak muda lagi itu, menerima pelukan erat dari sang putri yang kini telah tumbuh dewasa. 

Ia lepas pelukan dari Azizah, menangkup wajah gadis itu yang terdapat bekas air mata yang sudah mengering. Ia bawa telapak tangannya untuk mengusap bekas air mata itu.

"Gak boleh nangis, Ibu gak suka"

Azizah raih tangan Ibu yang ada di wajahnya, ia genggam erat tangan yang mulai keriput itu. Ia kecup beberapa kali untuk menyalurkan rasa sayangnya yang begitu besar pada Ibu.

"Aku gak nangis"

Ibu tersenyum, "Nak, setiap kejadian pasti memiliki pelajaran tersendiri untuk seseorang. Dan kejadian itu biarlah menjadi masa lalu dan pelajaran bagi Ibu dan kamu, biarkan semuanya tersimpan dan tertutup rapat-rapat. Ibu gak mau membukanya lagi, Ibu sudah sangat bahagia walau hanya sama putri Ibu ini"

"Di sana memang selalu membuat Ibu teringat tentang Ayahmu, tapi percayalah Ibu sudah ikhlas sayang. Ibu tidak sesedih dan sehancur waktu itu, Ibu sudah baik-baik saja. Sekarang waktunya untuk kamu bisa ikhlas atas semuanya, jangan menjadikan kejadian itu menjadi pola pikir dan penilaianmu terhadap semua laki-laki. Tidak semua laki-laki sama seperti Ayahmu"

Ibu bawa Azizah masuk kedalam pelukannya ketika putrinya itu mulai terisak pelan, ia usap punggung yang bergetar itu.

"Mengenal dan memiliki hubungan dengan laki-laki baru, tidak akan selalu membuatmu hancur. Kamu sudah dewasa, sudah sepantasnya memiliki pasangan dan Ibu sudah tua tidak muda lagi, Ibu pingin gendong cucu dari kamu sebelum Ibu pergi. Ibu ingin melihat putri Ibu ini di ratukan dan dibuat bahagia oleh pasangan yang mencintainya. Setiap manusia yang hidup cepat atau lambat akan bertemu yang namanya ajal, dan Ibu tidak tau kapan ajal Ibu tiba jadi sebelum itu biarkan Ibu merasa tenang karena putri tercinta Ibu sudah memiliki pasangan yang selalu menjaga dan memberinya cinta. Izinkan Ibu untuk bisa melihat kamu merasa aman dengan pasanganmu ya?"

Tubuh Azizah bergetar hebat, tidak bisa mengatakan apapun selain suara isak tangis. Ibu senantiasa menengkan putrinya dengan mengelus punggung Azizah.

"Sudah ya nangisnya, dari tadi kamu belum makan. Makan dulu ya, temani Ibu" ucap Ibu setelah Azizah mulai tenang.

Kembali ia usap air mata yang membasahi wajah cantik putrinya, kemudian memberikan kecupan lembut di dahinya.

"Ibu sayang sama kamu, sampai kapan pun itu. Ibu selalu berdoa supaya nanti di akhirat Ibu kembali dipertemukan dengan gadis kecil tercinta Ibu ini" ujarnya disertai kekehan pelan.

Suami Pilihan IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang