Di dalam ruangan yang cukup luas, terdapat dua orang dewasa, dan satu batita. Dua orang dewasa itu berdiri canggung di kedua sisi ranjang, sedangkan batita tersebut memandang bingung kedua orang dewasa itu.
"Mommy, Daddy, cinii.. ayok bobo," ajak Alester kepada kedua orang dewasa yang tak kunjung naik ke kasur.
Kedua orang dewasa itu saling pandang. Saat berpandangan Pria manis meringis merutuki dirinya kenapa tidak pergi saja saat hujan reda. Ia tidak perlu mendengarkan Alester yang terus saja menangis tidak mau di tinggal dan berunjung terjebak dengan orang asing ini.
'Jadi orang gak enakan sih, tinggal lepas aja pelukannya terus pulang.'
Yah.. kalau saja otak bisa berbicara, seperti itulah yang akan di ucapkan oleh otaknya. Berbeda dengan hatinya yang berkata untuk tidak meninggalkan anak itu.
Setelah Haesa selesai berganti pakaian, Alester tidak mau lepas dari pelukan Haesa barang sedetik saja. Ia akan kembali menangis histeris jika Haesa melepaskan pelukannya. Hingga saat hujan mereda, Benjamin menyuruh Haesa pulang, takut Mami pria manis itu khawatir anaknya tak kunjung pulang saat hujan reda. Karena yang ia tau, Mama nya, Mona hanya meminta izin kepada Mami Haesa sampai hujan reda.
Saat Haesa akan pamit pulang, Alester langsung saja mengeratkan pelukannya. Ia tidak membiarkan Haesa pergi, jika Haesa pergi ia harus ikut. Dan karena keinginan Alester tidak di wujudkan, Alester kembali menangis histeris hingga terbatuk-batuk dan suara yang mulai serak.
Haesa yang tidak tega mendengarnya, ia langsung saja menelepon Maminya, meminta izin kembali untuk menginap saja. Tepat setelah telepon di tutup, hujan kembali turun dari langit. Sepertinya bumi sedang bersedih, sehingga langit terus saja menangis. Sama halnya dengan Alester, ia akan terus menangis jika ia di tinggalkan Haesa.
"Mommy, ayok bobo."
Haesa tersadar dari lamunannya. Ia melihat Benjamin sudah berbaring di sebelah kanan Alester. Dengan pergerakan yang canggung, Haesa mulai merebahkan tubuhnya di sebelah kiri Alester. Setelahnya, Alester langsung berbaring menghadap Haesa.
"Mommy, peluk." Pinta Alester yang sudah memeluk Haesa terlebih dahulu. Saat Haesa sudah membalas pelukannya, ia kembali meminta. "Daddy, peluk Lele dan Mommy juga."
"Eh?" Kaget Haesa.
"Daddy, cepat!"
Mendengar itu, Haesa dan Benjamin kembali saling tatap. Entah sudah yang keberapa kalinya manik mata mereka saling berisitatap. Haesa melihat pergerakan bibir tipis dari pria dominan.
'Maaf, saya izin peluk kamu ya'
Membaca pergerakan bibir tersebut, Haesa mengangguk kan kepalanya terpatah-patah. Setelahnya Haesa langsung menutup matanya hingga ia merasakan cahaya diluar sana menggelap disusul sebuah lengan melingkar di pinggang Haesa. Kemudian tiga orang beda usia itu tertidur pulas.
ㅤㅤ***
ㅤㅤ
Jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Di balik selimut besar itu, pria manis sedang menggeliat dan membuka matanya. Ia terbangun karena merasakan pergerakan seperti orang yang menggigil dan sedikit isakan juga terdengar olehnya. Pria manis itu menyalakan lampu utama dan mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk penglihatannya.
Dirasa sudah bisa menyesuaikan cahaya, Haesa segera melirik ke samping kirinya. Ia dapat melihat gerakan dari gumpalan kecil di balik selimut. Segera ia membuka sedikit selimut itu dan menemukan tubuh Alester yang menggigil. Haesa menatap khawatir anak itu, kemudian meletakkan telapak tangannya di kening Alester. Saat itu juga, ia membolakan matanya merasakan suhu tubuh yang tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Strangers(?) | NAHYUCK
Romance⚠️ BxB ; 21+ ; Harsh word ; Mpreg ; Misgendering ; Little bit ANGST ; Alur lambat ⚠️ "Stranger? Bukankah itu yang sering kamu katakan kepadaku? Kamu selalu menekankan bahwa kita hanyalah orang asing." - Haesa Elkairos "To hell with strangers. Biarka...