17.🦉

2 0 0
                                    

Warning! Cerita ini mengandung penyakit dan obat-obatan yang tidak ada dalam dunia nyata! Mohon kebijakan nya dalam membaca!
***
Aku tidak berencana memperbanyak absen, jadi hari ini aku memutuskan untuk kembali sekolah. Kadang, ada hari dimana aku tidak masuk lebih awal dari biasanya karena malas bangun.

Di depan meja piket, aku melihat Aoshi dari kejauhan sedang mengobrol dengan anak-anak cewek di kelasku.
Namun, ketika tatapan kami bertemu, Aoshi langsung meninggalkan kerumunan dan berdiri sambil mengacak pinggang di dekat mesin fingerprint.

Kio yang baru saja akan absen terdiam di hadapan Aoshi, menatap gadis itu dengan aneh.

Aoshi menyadari kehadiran cowok itu, dia berkata dengan nada di imutkan seperti biasa,"Ano,... Kio senpai ngapain liatin Aoshi segitunya? A-apakah senpai..." Aoshi menjeda, sambil menatap Kio dengan malu-malu.

Kio membetulkan kacamatanya. "Iya, saya belum absen, anda menghalangi saya."

Aoshi segera menyingkir dengan cemberut. Aku yang sudah berdiri didekat mereka menipiskan bibirku, membuang pandangan kesamping menahan tawa. Tapi akhirnya aku menutup mulutku dan tertawa.

"Ish, Yunasa baru dateng bikin sebel Aoshi aja!" cewek itu menghentakkan kakinya kesal.

Sedangkan aku masih tertawa, aku mundur saat Aoshi tersenyum jahil padaku dan menggerakkan jari-jarinya. Aku berteriak tertahan, takut digelitik di tempat ramai. Aku sangat sensitif jika disentuh di bagian perut.

Tubuhku menubruk seseorang, saat menoleh, ternyata itu River. Cowok itu menahan punggungku agar tidak terjatuh.

"Yuna,..." panggilan mendayu dari Aoshi membuatku tersadar.

Aku refleks memeluk River dengan erat, kurasakan kaki kami termundur dan sentuhan di rambut serta pinggangku.

"Kak, Aoshi mau gelitikin perut gue, nanti gue ketawa terus guling-guling ditanah. Tolong jagain gue kak!" pintaku ketakutan.

Aku histeris ketika tangan Aoshi mendekat, segera ku tepis tangan nakal itu dan heboh di pelukan River.

"Aoshi udah ya, nanti temen kamu pipis di celana, kamu gak takut dilaporkan Sheril ke BK?"tegur River dengan perhatian, tatapan cowok itu juga lembut menatap Aoshi.

Tapi kemudian aku melotot, ingin protes dengan kalimat bahwa aku akan pipis di celana. Tapi itu hal yang bisa saja terjadi. Aku segera memberontak keluar dari pelukan River.

"Iya kak, Aoshi gak bakal begitu lagi," ucapnya dengan nada menyesal.

Namun, setelahnya jemari tangan cewek itu menyentuh leherku, aku memekik tertahan, kepalaku kumiringkan.

"Yaudah Aoshi gelitikin lehernya aja."

Aku hampir saja mengalami tantrum ditanah, jika River tidak menahanku untuk tetap berdiri dengan seimbang. Namun, aku tetap tidak bisa menahan.

Aku terus-terusan tertawa, para murid yang berada disekitar koridor memandangku heran. Aku punya masalah yang cukup mengganggu jika tergelitik dibagian perut dan leher, aku akan terus tertawa dan menertawakan apapun. Aku merasa dunia ini sangat lucu, tapi, ini sangat memalukan, namun aku tidak bisa menahan diri untuk tidak terjatuh, aku tidak bisa ke kelas!

Aoshi sendiri ikut-ikutan tertawa, gadis itu tertular. Bahkan dia sudah berguling-guling membuat kepala sekolah yang lewat akhirnya bertanya.

"Kenapa adek-adekmu ini River?" tanya pak kepsek.

"Tadi Aoshi gelitikin Shirel, padahal udah saya ingatin Shirel bisa tantrum kalau digelitik pak." jelas River dengan menahan geli.

"Loh, cepet ke UKS pintain obat LSH! Bahaya bisa bikin jantungan itu River!"

Aku baru tahu, kalau penyakit Laugh So Hard bisa seberbahaya itu. Selama ini aku hanya mengalami sakit perut dan lemas saja ketika LHS kambuh. River segera menyeretku ke UKS dan mencari obat LSH, dokter yang berjaga belum datang jadilah dia mencari obatnya sendiri.

Setelah dapat, lelaki itu mengambil segelas mineral lalu menyerahkan padaku. Aku berusaha memegang obat dan gelas dengan tangan gemetaran. Tapi tidak ada yang selamat, gelasnya tumpah ke kasur bersama obatnya. Aku menunjuk kedua benda itu sambil tertawa.

Aku menunjuk gelas yanng menumpahkan air itu lalu tertawa,"Ini gelas!"

"Sheril, tahan bentar aja!" mohon River mulai frustasi.

Namun aku tidak bisa, aku tidak berhenti tertawa dan ini menyiksa mulutku yang juga pegal.

River mendekatkan wajahnya, aku semakin tertawa karena wajah River dekat denganku, bahkan nafasnya mengenai wajahku. Dia mendorongku hingga berbaring telentang, Pandanganku menjadi gelap, tangan River menutup mataku, satunya lagi mengapit kedua sisi mulutku hingga bibirku menjadi monyong. Beberapa detik kemudian, mulutku dibuka paksa dan air mulai masuk ke rongga mulutku. Aku berusaha menelan dengan susah payah.

Apakah River punya tiga tangan? Bagaimana caranya dia meminumkan air berisi obat sedangkan kedua tangannya memegangi mulut dan menutupi mataku?

AYMO(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang