KRH - 012

36 20 1
                                    

Sasha kira jatuh cinta tidak sesakit itu, Sasha kira jatuh cinta adalah hal yang paling indah. Nyatanya jatuh cinta yang indah hanya untuk mereka yang cinta dibalas cinta juga, tak seperti dirinya yang cinta namun dibalas luka.

Dadanya seperti terhimpit bebatuan besar serta tertusuk ribuan benda tajam, pandangannya merabun lantaran bulir kristal yang menumpuk di pelupuk matanya--enggan turun.

Apa yang lebih sakit dari melihat orang yang kita suka tengah bersama perempuan lain?

"Harusnya sedari awal, aku tidak berharap lebih."

Hanya itu yang berada di pikiran Sasha saat ini. Atensinya tak lepas dari dua orang di depan sana yang terlihat begitu serasi. Avaro dan perempuan yang Sasha tak tahu namanya siapa.

Seandainya Sasha bisa memilih, ia juga tak ingin memiliki rasa lebih dari seorang sahabat pada Avaro. Walaupun Sasha tahu, persahabatan antara perempuan dan laki-laki memang sejatinya ada yang memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat. Itu sesuatu yang selalu terjadi bukan?

Tepukan di bahunya mengejutkan Sasha yang sedang mengintip dua orang itu dibalik tembok.

"Ngap-hmpp." Sasha segera menarik lengan Arangga dengan tangan yang menutupi mulut laki-laki itu.

"Diem, Rang," bisik Sasha setelah merasa cukup jauh dari tempatnya tadi.

Arangga melepas tangan Sasha dari mulutnya. "Ya lagian lo ngapain si?" tanyanya.

Sasha terdiam tak tahu harus menjawab apa. Ya kali dia menjawab dirinya cemburu dengan Avaro yang berduaan sama perempuan lain? Meskipun kenyataannya iya, Sasha mana mau menjawabnya jujur. Gengsi gadis itu tinggi.

"E-em ... gue ...," Sasha menggaruk pelipisnya, "gue liat ada yang ngerokok! Y-ya ... itu."

Arangga menatap Sasha curiga. "Merokok? Terus kenapa lo keliatan sedih gitu?"

Sasha semakin merasa gugup, tapi untungnya ia masih bisa mengontrol ekspresinya. "Y-ya ... gue sedih dong, kalo mereka ngerokok, kan, ntar jadi polusi udara. Nah ... kan jadinya kasihan tuh sama yang enggak suka asap rokok." Sasha menghela napas lega atas jawabannya yang sedikit masuk akal.

"Tap--"

Sasha sontak berdecak--memutar badan Arangga sampai membelakanginya kemudian mendorong punggung laki-laki itu. "Udah lupain. Gue laper, mending lo temenin gue," ucapnya memotong ucapan Arangga.

"Tapi--"

"Gue ajak Azila," potong Sasha.

"Oke!"

°•°•°•°•°•

"ARGHHH MALES BANGET GUE, SHAA ...!"

Sasha menghela napas lelah, kupingnya terasa panas lantaran sedari tadi Azila terus merengek dan mengomel.

"Diem, Zil. Gue baik, kan, bantuin lo sama sepupu terlaknat gue deket, hehe."

"WHAT?! Gampang banget lo ngomongnya yaa," sinis Azila yang direspon senyuman lebar oleh Sasha. Jangan ditanya Arangga sedang apa, laki-laki itu menopang dagu seraya terus menatap Azila yang membuat gadis itu sedikit risih, dan ehm ... salting.

Ya, siapa juga yang nggak salting kalau ditatap dengan intens-nya?

"Coba aja dulu. Lo gak kasian sama Rangga yang udah nempelin lo kek perangko?"

Azila merapatkan duduknya ke Sasha kemudian berbisik, "Terus lo mau gue terima dia karena kasian?"

Sasha terdiam, benar juga, tindakan itu tentu saja akan membuat Arangga sedih karena gadis yang disukainya menerimanya hanya karena rasa kasihan.

Kita dan Rinai Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang