Meja dipukul. Wanita paruh baya itu berjalan mundur, ketakutan setengah mati. Preman-preman berbadan kekar semakin menyudutkan wanita itu. Meski dia adalah seorang wanita, tetapi hal tersebut tidak lantas membuat preman-preman itu sungkan untuk melakukan kekerasan.
“Bayar hutang lo. Udah jatuh tempo ini.”
“Saya janji bulan depan—”
Wanita itu belum menyelesaikan rentetan alasannya, ucapannya lebih dulu disela oleh salah satu preman.
“Basi! Dulu lo juga ngomong gitu. Ingat ya, gue nggak segan mukul perempuan.”
Wanita itu semakin terpojok, ketakutan.
“Lama. Kita jual aja ke rumah Mami. Setidaknya nih perempuan ada gunanya.”
Preman-preman itu menyeretnya kasar, memaksa keluar dari restoran sederhana milik wanita itu.
“Ampun, Bang. Saya janji bakal lunasi semua hutang-hutang saya bulan depan. Ampun, Bang.”
Rintihan wanita itu tak didengar. Kedua lengannya tetap diseret paksa oleh preman-preman itu. Namun secara mengejutkan muncul seorang perempuan cantik bersama beberapa pria yang disinyalir adalah bodyguard.
“Tunggu,” ujar perempuan itu.
Salah satu preman membalas. “Siapa lo?”
“Kalian nggak boleh bawa dia pergi. Gue ada urusan penting sama dia.”
Yang lain menyahut. “Dia juga masih ada urusan sama kita.”
“Gue nggak suka basa-basi. Berapa hutangnya?” tanya perempuan itu, datar. Jemarinya bergerak memberi isyarat pada salah satu bodyguardnya untuk membawakan koper hitam yang kemudian ditaruh diatas meja.
“Apa uang segini cukup?” suaranya kembali terdengar.
Semua orang tercengang saat melihat isi koper itu yang ternyata adalah uang bergepok-gepok. Entahlah berapa nominalnya.
Salah seorang preman maju, memeriksa isi koper itu apakah benar uang asli atau bukan. Kemudian dia mengangguk seakan mengatakan bahwa ini uang asli dan jumlahnya cukup.
“Lepasin dia,” titah yang lain. “Kita cabut sekarang.”
Preman-preman itu pergi membawa koper yang berisi uang dengan tawa menggema, bahagia.
Restoran sederhana yang terletak di pinggiran jalan Kota Bandung kini sudah tidak karu-karuan setelah di obrak-abrik oleh preman-preman itu.Ruangan lenggang. Wanita itu masih diam, dia mencoba menebak tujuan perempuan asing ini melunasi seluruh hutangnya.
“Anita Rahmadi, si tukang judi yang rela hutang ke preman-preman cuma demi permainan kotor yang merugikan dirinya sendiri.”
“Siapa kamu? Kamu mau apa dari saya?”
“Selain pejudi, saya juga tahu kamu perempuan yang gila harta sampai-sampai meninggalkan suami dan anak kamu demi pria hidung belang. Bagian tragisnya, suami kamu sampai jadi bandar narkoba dan meninggal. Yang kemudian Raihan, anak kamu juga ikut jadi bandar narkoba.”
Anita, wanita itu menggebrak meja. “Dari mana kamu tahu semua itu? Sebenarnya kamu ini siapa?”
Perempuan itu tersenyum. “Rain,” ucapnya.
Rain menghela napas lalu mengeluarkan sebuah cek bernilai besar, menyodorkannya pada Anita. “Waktu saya nggak banyak buat basa-basi sama kamu. Saya mau kamu mengambil kembali Raihan dari keluarga barunya. Ini cuma uang muka. Kamu akan dapat lebih dari ini kalau berhasil mengambil kembali Raihan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Memories
FanfictionSemua tak berakhir pada malam itu. Ada banyak teka-teki yang terlambat Tyas sadari mengenai kejadian berdarah malam itu.