Dua Tamu di Malam Hari

1 0 0
                                    

Kebanyakan orang tidak mempercayai kisah-kisah tentang manusia serigala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kebanyakan orang tidak mempercayai kisah-kisah tentang manusia serigala. 

Aku termasuk salah satunya. Namun, rumor adanya manusia serigala selalu bergaung di tengah-tengah warga desaku. Rumor tersebut hanya menjadi rumor sampai suatu ketika, aku menyaksikannya menjadi kenyataan.

Aku ingat hari itu, musim semi terbasah di bulan Maret. Hujan mengguyur desaku dengan amat deras. Bisa kudengar berkali-kali suara guntur menggelegar memecah udara malam. Lampu-lampu minyak digoyang-goyangkan oleh angin ribut sementara kelintingan kuil-kuil bergemerincing melantunkan nada-nada sengau. Anakku satu-satunya, Jacen, melongokkan kepalanya melalui jendela yang terbuka. Rambut keritingnya diterpa angin dan bagian depan wajahnya basah, namun senyumnya yang dihiasi geligi jarang-jarang tampak lebar dan takjub.

"Ayah, lihat! Lihat mereka di luar itu!"

Aku ikut-ikutan melongok dari jendela. Kulihat orang-orang berebut tempat berteduh di penginapan atau rumah minum terdekat, sambil mengeratkan mantel-mantel mereka yang basah kuyup. Aku menggeleng-gelengkan kepala. "Akhir-akhir ini cuaca memang sulit diprediksi, kan?"

Jacen memanyunkan bibir. "Kenapa aku tidak boleh main keluar seperti mereka?"

"Karena mereka membawa flu, Tuan Kecil. Kalau kau terserang flu, nanti kau kehilangan hidung!" ujarku sembari mencubit hidung bocak kecil itu dengan gemas. Si kecil memekik dan tertawa.

"Aaah, aku tidak mau kehilangan hidung!"

"Makanya, nggak boleh main di luar kalau hujan."

Setelah itu, kugendong Jacen dan kuantar dia ke kamarnya. Saat itulah aku mendapati pintu depan terbuka dan istriku, Rhiannon, masuk tergopoh-gopoh. Tubuhnya diselimuti mantel hujan yang basah kuyup, menetes-netes dari ujung kepala hingga ujung kaki hampir seperti hujan itu sendiri. Ia menjejalkan sepatu botnya yang penuh lumpur ke rak, sambil terengah-engah menghampiriku.

"Robb, mereka sudah tiba."

"Siapa?"

"Kepala Desa dan dua orang asing dari Utara itu."

"Astaga, mau apa mereka sebenarnya?"

Air muka Rhiannon tampak cemas. "Sepertinya mereka akan datang kemari. Kita harus bersiap-siap. Mana Jacen?"

"Sudah tidur," jawabku. "Bagaimana ini? Butuh siapkan meja?"

"Kau yang melakukannya," kata Rhiannon. "Aku akan menyiapkan hidangan."

Aku belum pernah melihat istriku sepanik itu, tapi aku pun juga akan panik jika Kepala Desa—seorang pria terhormat—datang membawa dua orang tak dikenal yang berasal dari daerah rival kami. Daerah Utara orangnya keras, angkuh, dan berselera tinggi. Semua orang di kota kami—yang kebanyakan berasal dari Barat—tahu betul bagaimana mereka menjustifikasi adat ke-Barat-an. 

Aku pun merapikan ruang tamu dengan mengganti taplak meja, kemudian menyusun kursi rotan melingkari meja tersebut agar terkesan seperti ruang diskusi. Aku juga menambah kayu bakar di perapian agar ruang tamu kembali hangat. Di dapur, Rhiannon terdengar sibuk menyusun barang-barang pecah belah dan memotong-motong sesuatu. Bau teh chamomile yang segar tercium sementara aku menyapu lantai dan menepuk-nepuk bantal kursi agar bebas dari debu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Never WhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang